"Cih! Kau dan gurumu itu tak ada bedanya dengan iblis! Kalian adalah bencana berjalan, kutukan bagi dunia ini!" Xian Qinyun memuntahkan kata-katanya dengan amarah yang hampir menyatu dengan darah yang masih menetes dari bibirnya. "Jika kau tidak dibunuh hari ini... aku takut Benua Yin akan berakhir seperti neraka!" lanjutnya dengan nada serak dan tubuh bergetar.Namun ucapannya tak membuat pemuda di depannya itu goyah.Du Shen, berdiri di atas tanah yang retak dan hangus oleh gelombang energi Qi yang keluar dari tubuhnya, menatap pria tua itu dengan mata dingin bagai danau beku. Tatapan yang tak lagi menunjukkan belas kasihan—hanya penghakiman dingin dari seseorang yang sudah menapaki jalan yang tak dapat diputar kembali."Terserah... apa pun yang kau pikirkan," ucap Du Shen dengan suara tenang, namun mengguncang jiwa yang mendengarnya. "Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan. Dan kau… kau sudah tak berguna lagi. Tapi sebelum ini selesai, ada harga yang harus kamu bayar karena tel
Beberapa hari kemudian, sebuah kejadian besar akan mengguncang seluruh penjuru daratan Benua Yin—kejadian yang sulit untuk dipahami dengan akal sehat. Atau lebih tepatnya, seorang pemuda dengan rambut putih bagai salju yang melangkah seperti badai dan menghancurkan segalanya di jalur yang ia lalui.Di wilayah pegunungan utara yang sunyi, tempat di mana langit selalu tampak berwarna merah oranye karena panas yang memancar dari gunung berapi yang menjulang tinggi, berdiri salah satu sekte paling tertutup di dunia kultivasi: ialah sekte Kobaran Langit. Selama berabad-abad, mereka menjaga jarak dari hiruk-pikuk dunia luar, kabarnya mereka hanya keluar dari persembunyian ketika perang besar antara manusia dan ras iblis beberapaa ratus tahun lalu. Sejak saat itu, mereka tak lagi terlihat muncul di dunia luar, menjadi legenda hidup yang diselimuti misteri.Namun pagi itu, langit di atas pegunungan tidak memancarkan sinar mentari yang agung, melainkan dihiasi awan kelam dan suara gemuruh pet
Namun rasa getir itu tak mampu meredam kegelisahan yang perlahan menyelinap dalam hati Lu Yan. Ia menyembunyikannya di balik senyum anggunnya, namun matanya tak bisa membohongi batinnya yang penuh tanya. Seseorang yang mampu menekan sekte Pedang Bulan, dan bahkan membuat Zhin Guyun menyerahkan pusaka leluhur mereka... seberapa besar kekuatan pemuda ini? Pertanyaan itu berkecamuk tanpa jawaban dalam benak Lu Yan. Walaupun ia penasaran, namun Lu Yan tak berniat bertanya karena menurutnya itu tak sopan. Du Shen duduk bersandar pada kursi kayu tua di samping meja, tangannya memainkan cawan teh tanpa benar-benar meminumnya. Ketika cahaya pagi menyinari wajahnya dari balik awan, warna rambut putihnya yang kontras dengan wajah tampannya tampak semakin mencolok, menambah kesan dingin dan misterius yang sudah begitu melekat pada sosoknya. Keheningan sempat berlangsung selama beberapa detik sebelum Du Shen angkat bicara. "Dan kau pasti tahu alasan sebenarnya aku datang ke sini lagi, bukan?"
Langit gelap telah berganti terang ketika Du Shen kembali melintasi gerbang besar Sekte Azure Dragon. Angin pegunungan berembus pelan, membawa bau logam tipis dari puncak-puncak yang tertutup kabut. Tatapannya terlihat tenang namun setiap jejak kakinya seolah menyimpan kekuatan dahsyat yang mengguncang keseimbangan antara sekte-sekte besar di benua ini.Langkah-langkah Du Shen ringan, namun setiap hentakannya bergema di lorong batu yang mengarah ke ke sebuah puncak gunung, tempat biasa yang ia kunjungi ketika datang ke sekte Azure Dragon.Di halaman depaan paviliun, Lu Yan duduk di samping meja kayu berukir, gaun putihnya menyapu rerumputan, sementara rambut hitamnya disanggul rapi dengan hiasan berbentuk naga kecil berwarna perak. Aura ketenangan dan kekuasaan memancar dari setiap gerak-geriknya.Ketika Du Shen tiba, ia langsung duduk di kursi sebelah meja, sementara mata Lu Yan langsung tertuju pada pemuda itu. Sejenak ia terdiam, dan hanya menatap Du Shen tanpa berkata sepatah kat
Kalimat itu, walau terdengar ringan, bagaikan setetes embun di tengah padang api bagi Zhin Guyun. Sesaat, bibir ketua sekte itu tertarik membentuk senyum tipis. Hatinya yang sempat terguncang oleh kekuatan mengerikan Du Shen kini menemukan celah, secercah harapan untuk menyelamatkan kehormatan sekte Pedang Bulan tanpa harus menumpahkan darah. Namun, harapan itu segera dihancurkan. "Tapi sejak awal aku tidak datang untuk bernegosiasi dengan kalian, apa kamu.mengerti maksudku?" lanjut Du Shen. Nadanya berubah dingin, seperti bilah es yang menyayat kulit. Tatapannya tajam, seolah menegaskan bahwa dirinya bukan sosok yang bisa dipengaruhi oleh kata-kata diplomasi. Zhin Guyun menatap balik dengan sorot mata yang muram. Tangannya yang disembunyikan di balik jubah bergetar halus, mengepal erat menahan gelombang emosi yang membara di dalam dadanya. Ia tahu, pemuda di hadapannya bukanlah lawan biasa. Bukan pula orang yang bisa ditenangkan dengan logika, apalagi ancaman. "Tapi… inti batu ro
Tanpa aba-aba, lusinan tombak itu melesat serempak—seperti hujan badai dari neraka yang menghantam turun ke bumi. Suara letupannya seperti petir yang tak berujung, menebarkan aura kematian yang menggetarkan udara.Para tetua yang tadi sempat bersikap pongah kini layaknya semut yang tak berdaya di hadapan bara api. Beberapa dari mereka bahkan menjatuhkan senjata mereka karena tak sanggup menahan tekanan energi spiritual yang memuncak.Namun, saat kehancuran tampak tak terelakkan—sosok Zhin Guyun bergerak cepat. Dari tubuhnya, aura pedang putih keperakan meledak bagaikan semburan cahaya bulan. Dengan satu lambaian tangannya, gelombang energi berbentuk bilah sabit menebas ke atas, memotong puluhan tombak gelap di udara. Dentuman keras terdengar kala benturan kekuatan itu bertabrakan, menimbulkan gelombang kejut yang membuat bangunan di sekitar bergoyang.Bilah demi bilah tombak berhasil dihancurkan, meski tak semuanya. Beberapa tetap menukik ke arah para tetua, namun Zhin Guyun dengan la