Home / Pendekar / Legenda Pedang Langit Dan Bumi / Bab 7 – Gema dari Dendam Lama

Share

Bab 7 – Gema dari Dendam Lama

last update Last Updated: 2025-05-03 07:44:45

Suara seruling Bai Zhen masih terdengar lembut saat angin malam menyapu pelataran pondok. Liang Feng duduk bersila di bawah pohon besar di sisi barat halaman, namun meditasinya tak tenang. Wajah pria bertopeng yang ia lawan semalam terus melintas di benaknya—dingin, tanpa ekspresi, menyimpan aura pembunuh yang akrab namun mengusik.

Semakin ia mencoba mengosongkan pikiran, semakin dalam ingatannya menyeretnya ke masa lalu.

Dan malam itu, mimpi lama kembali menghantam.

Ia berdiri di tengah desa yang terbakar, cahaya api menari di genangan darah. Jeritan terdengar di mana-mana, diselingi suara tawa kejam dan derap langkah yang berat. Liang Feng kecil bersembunyi di balik tumpukan kayu, tubuhnya bergetar tak terkendali. Ibunya menutup mulutnya rapat-rapat agar ia tak mengeluarkan suara, sementara dari celah sempit, ia menyaksikan ayahnya bertarung sendirian hingga tubuhnya rubuh.

Kemudian, muncul seorang pria. Bertopeng hitam perak, jubah gelap yang menyapu tanah, dan langkah yang tenang. Dengan satu ayunan pedang, ia mengakhiri sisa perlawanan.

Wajah bertopeng itu menoleh ke arah Liang Feng.

Mimpi pecah seketika.

Liang Feng terbangun dengan tubuh basah oleh keringat, napas tercekat. Subuh baru merayap, kabut tipis menggantung di udara. Ia berdiri, menghela napas panjang, lalu menatap ke kejauhan. Ada yang berubah di dalam dadanya. Ketakutan yang membara mulai padam, digantikan oleh nyala lain: kehendak untuk bertindak.

“Aku tidak akan membiarkan masa lalu mengendalikan langkahku,” gumamnya lirih.

***

Bai Zhen membawanya pagi itu ke sebuah lembah dalam, jauh dari jejak manusia. Mereka berjalan hingga tiba di sebuah jurang sempit. Di bawahnya, aliran sungai berliku mengalir pelan. Di seberangnya, sebuah gua menganga seperti mulut raksasa yang hendak melahap apa pun yang mendekat.

“Tempat ini disebut Gua Bayangan Dalam,” kata Bai Zhen. “Dulu digunakan oleh para pendekar untuk menguji kekuatan batin mereka. Chi tempat ini berbeda, dipenuhi gema dari emosi dan kenangan yang tertinggal.”

“Jadi ini... semacam uji batin?” tanya Liang Feng.

Bai Zhen mengangguk pelan. “Kau tak akan bertarung dengan pedangmu di sana. Tapi dengan sesuatu yang jauh lebih sulit dikalahkan—dirimu sendiri.”

Tanpa berkata-kata, Liang Feng turun, menapaki dinding batu dan melompati batu-batu yang licin. Saat ia menginjak lantai di depan gua, angin dingin bertiup dari dalam, membawa aroma tanah basah dan... sesuatu yang lain. Aroma darah lama. Aroma dendam.

Ia melangkah masuk.

Gelap. Begitu ia melewati batas pintu gua, cahaya seolah tertelan. Tak ada pantulan. Tak ada gema. Hanya kesunyian yang mendesak dari segala arah.

Namun tak lama, suara mulai terdengar.

“Feng’er... mengapa kau membiarkan ibu mati?”

Suara itu lembut, penuh luka—namun juga menyayat seperti pisau.

Liang Feng memutar tubuh, tapi tak melihat apa pun. Lalu, cahaya samar muncul di sekelilingnya. Bayangan-bayangan berkabut mulai membentuk sosok: ibunya, dengan rambut terurai dan tubuh diselimuti luka bakar, berdiri di depannya. Matanya menatap lurus, dingin.

“Tidak... ini hanya ilusi,” bisik Liang Feng, berusaha memusatkan chi di dan tian-nya.

Namun ilusi itu menjawab, “Jika hanya ilusi, mengapa hatimu masih bergetar? Mengapa kau masih takut?”

Bayangan lain muncul. Ayahnya. Adiknya. Tetangga-tetangganya. Semua dengan wajah-wajah yang sama—penuh luka, menyalahkan.

“Kau satu-satunya yang hidup. Kau yang seharusnya mati, Feng’er...”

Tiba-tiba tanah bergetar. Gua itu berubah—lantainya retak, dan Liang Feng terjatuh ke dalam lubang besar. Saat ia membuka mata, ia berdiri di tengah desa masa kecilnya—tapi dalam versi yang hangus, mati, dan tanpa warna.

Dari balik reruntuhan, muncul sosok lain.

Seorang anak kecil, tubuhnya kurus dan lusuh, menatap Liang Feng dengan mata gelap yang menyimpan trauma. Wajahnya... adalah wajah Liang Feng sendiri.

Bayangan Liang kecil itu mengangkat tangan. Di telapak tangannya, ada belati—hitam, melengkung, berdenyut dengan aura gelap.

“Kita bisa menghentikan semua ini, kau tahu...” katanya lirih. “Kita bisa membalas mereka sekarang. Bunuh. Hancurkan. Balas dendam. Kau kuat sekarang, bukan? Kenapa kau menahan diri?”

Liang Feng menggertakkan gigi. “Aku tidak hidup hanya untuk membalas dendam.”

“Bohong!” Bayangan itu berteriak. “Setiap gerakanmu, setiap latihanmu, semua untuk satu tujuan: membunuh mereka yang menghancurkan kita. Mengapa kau berpura-pura jadi pendekar suci, jika hatimu dipenuhi dendam?”

Belati itu dilemparkan ke tanah. Darah mulai merembes keluar dari bebatuan. Langit desa berubah merah. Suara-suara teriakan menggaung dari segala arah.

Liang Feng memejamkan mata. Napasnya berat. Tubuhnya berguncang. Ia tahu ini bukan dunia nyata, tapi rasa sakitnya... sungguh, sangat nyata.

Namun di tengah kekacauan itu, satu suara muncul. Tenang. Terdengar jauh, namun jelas.

“Kau bisa memilih, Feng.”

Suara itu... Bai Zhen?

Tidak. Suara itu seperti dari dalam dirinya sendiri.

“Kau bisa menjadi rantai dendam... atau menjadi tombak yang memutusnya.”

Liang Feng membuka mata. Ia berlutut, menggenggam belati itu. Lalu perlahan, meletakkannya kembali ke tanah. Tidak ia gunakan. Tidak ia bawa. Ia menatap bayangan dirinya, dan berkata dengan suara rendah namun mantap:

“Aku akan membalas mereka. Tapi bukan karena benci. Bukan karena dendam. Tapi karena keadilan.”

Bayangan itu memudar. Tanah kembali padat. Langit kembali gelap seperti gua. Liang Feng berdiri di tengah ruangan batu yang sama saat ia masuk. Tubuhnya terasa ringan. Chi dalam tubuhnya mengalir lancar, tenang. Seolah bebannya terangkat.

Dan untuk pertama kalinya... ia merasa bebas.

***

Ketika ia keluar dari gua, langit sudah siang. Bai Zhen duduk bersandar di batu besar, matanya terpejam. Namun begitu Liang Feng muncul, ia membuka mata dan tersenyum tipis.

“Berapa lama aku di dalam?” tanya Liang Feng.

“Empat hari,” jawab Bai Zhen. “Tapi hanya mereka yang mampu keluar yang bisa tahu waktu berlalu seperti apa.”

Liang Feng menunduk. “Aku pikir aku akan terjebak di dalam sana.”

“Semua orang mengira begitu. Tapi kau tidak terjebak. Karena kau memilih jalanmu sendiri.”

Liang Feng menatap tangannya—masih gemetar, namun terasa lebih kuat.

“Aku siap.”

Bai Zhen berdiri. “Kalau begitu, kita mulai pelatihan yang sesungguhnya.”

Angin berhembus lembut. Di antara pohon-pohon tinggi, suara burung terdengar kembali. Tapi dalam hati Liang Feng, hanya ada satu suara:

“Ini baru permulaan.”

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 8 – Langkah Seribu Bayangan

    Kabut belum surut ketika fajar mulai merangkak naik di balik barisan pegunungan Wuying. Suasana masih sunyi, seolah alam menahan napas, menantikan sesuatu yang besar akan terjadi. Di tepi jurang yang menjulang, Liang Feng berdiri dalam diam. Jubah abu-abu tuanya berkibar pelan tertiup angin pegunungan. Tatapannya tajam menembus jauh, seolah menantang dunia yang ingin menelannya hidup-hidup.Di hadapannya, Bai Zhen berdiri membawa secarik gulungan sutra berwarna putih kelam. Tak seperti biasanya yang santai atau menyindir, wajahnya pagi itu serius, hampir seperti sedang menghadiri pemakaman.“Teknik ini,” ucapnya lirih sambil mengangkat gulungan itu, “bukan untuk mereka yang masih menyimpan keraguan dalam hati.”Liang Feng mengangguk tanpa kata. Ia tahu. Sudah tahu sejak tadi malam, saat Bai Zhen memintanya untuk menyiapkan diri secara batin, bahwa pelatihan kali ini bukan sekadar latihan gerakan. Ini adalah jalan antara hidup dan mati, antara cahaya dan bayangan. Dan jika ia gagal, mu

    Last Updated : 2025-05-03
  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 9 – Jejak dalam Kegelapan

    Langit mulai mendung ketika hari kelima pelatihan tiba. Kabut tak lagi setipis kain tipis pagi hari—kini menggumpal seperti dinding bayangan yang menyembunyikan segala sesuatu di baliknya. Udara berubah. Tak hanya dingin, tapi juga berat. Seperti ada sesuatu yang menekan dari atas.Bai Zhen berdiri diam di tepi batu, memandangi lembah di bawah. Angin meniup jubahnya yang kusut, tapi ia tak bergeming. Tatapannya tajam, penuh waspada.Liang Feng muncul dari balik pepohonan, langkahnya tak bersuara. Gerakannya jauh berbeda dari saat pertama ia datang. Kini ia tidak meninggalkan jejak—tidak dalam tanah, tidak pula dalam udara.“Aku bisa merasakannya,” katanya pelan. “Sesuatu bergerak di bawah sana.”Bai Zhen mengangguk. “Mereka datang lebih cepat dari yang kuduga.”“Siapa mereka?”“Pemburu. Bukan manusia biasa. Bayangan yang dilepaskan oleh Sekte Bara Malam. Aku pernah menghabisi salah satu pemimpin mereka sepuluh tahun lalu.” Ia berhenti sejenak, lalu menatap Liang Feng. “Dan mereka tida

    Last Updated : 2025-05-03
  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 1: Jejak Takdir

    Hujan gerimis turun perlahan di atas desa Qinghe, menyelimuti atap-atap rumah kayu dengan lapisan embun tipis. Udara pagi terasa sejuk, dan aroma tanah basah bercampur dengan wangi teh dari kedai-kedai yang mulai buka. Di sudut desa, seorang pemuda dengan rambut hitam berantakan duduk di bawah pohon besar, matanya menatap langit yang kelabu.Liang Feng menghela napas panjang. Tangan kasarnya menggenggam sebilah pedang kayu yang ujungnya mulai tumpul akibat latihan bertahun-tahun. Sejak kecil, ia bercita-cita menjadi pendekar sejati seperti dalam kisah-kisah yang sering ia dengar dari para tetua desa. Namun, nasib seakan berkata lain—ia hanyalah anak seorang buruh biasa, tanpa kekayaan atau nama besar."Liang Feng!" suara seorang gadis memecah lamunannya.Ia menoleh dan melihat Mei Lin, sahabat kecilnya, berlari ke arahnya dengan napas tersengal. Wajahnya tampak cemas."Apa yang terjadi?" tanya Liang Feng sambil bangkit berdiri."Orang-orang dari Sekte Seribu Bayangan datang ke desa! M

    Last Updated : 2025-03-25
  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 2: Jejak di Pegunungan Kabut

    Liang Feng mengangguk, meski dalam hatinya masih berkecamuk perasaan bersalah karena meninggalkan desanya. Namun, ia tahu—untuk membalas dendam dan melawan Sekte Seribu Bayangan, ia harus bertahan hidup terlebih dahulu!Dingin pun menusuk tulang saat Liang Feng dan Mei Lin mendaki bukit berbatu di pinggiran desa Qinghe. Hutan lebat yang dulu tampak teduh kini terasa seperti labirin gelap yang bisa menyembunyikan bahaya kapan saja. Napas mereka tersengal, kelelahan setelah berlari sepanjang malam untuk menghindari kejaran Sekte Seribu Bayangan.Sesekali Ling Feng mencoba menengok kembali ke arah belakang, untuk memastikan tidak ada yang mengetahui pelarian mereka. Karena dia yakin jika semua tempat sudah berada di bawah pengawasan Yan Fei."Apa kita sudah cukup jauh?" tanya Mei Lin dengan suara bergetar. Ia merapatkan pakaiannya yang tipis, mencoba menahan dingin.Liang Feng berhenti sejenak, menajamkan pendengarannya. Tidak ada suara langkah kaki selain milik mereka sendiri. "Untuk se

    Last Updated : 2025-03-25
  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 3: Jalan Pendekar

    Udara pagi yang sejuk menyelimuti Gunung Wudang saat Liang Feng bangun dengan tubuh yang masih terasa sakit akibat pertempuran sebelumnya. Matahari mulai menampakkan diri dari balik pegunungan, memandikan dunia dengan cahaya keemasan. Ia merasakan nyeri di bahunya, mengingat serangan keras dari pendekar Seribu Bayangan malam itu.Di hadapannya, Bai Zhen duduk bersila di atas batu, matanya tertutup seolah sedang bermeditasi. Ketika Liang Feng mencoba bangkit, suara tenangnya terdengar."Sudah bangun? Bagus. Tapi jangan berpikir kau bisa bermalas-malasan di sini. Hari ini latihanmu dimulai."“Latihan…?”Liang Feng masih kebingungan. Ia tidak meminta dilatih, tapi setelah melihat bagaimana Bai Zhen mengalahkan musuh hanya dalam satu tebasan, ia tahu bahwa orang ini bukan pendekar biasa.Dengan tatapan penuh selidik, Liang Feng mendekat kearah pria yang telah menyelamatkannya itu. Ada sedikit keraguan terlihat dari ekspresi wajahnya, tapi dirinya bertekad untuk memastikan apa yang menjadi

    Last Updated : 2025-03-26
  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 4: Ujian di Puncak Wudang

    Pagi masih diselimuti kabut tipis ketika Bai Zhen membangunkan Liang Feng dari tidurnya. Udara di puncak Gunung Wudang terasa dingin, menusuk hingga ke tulang. Liang Feng menggigil sejenak sebelum menyadari Bai Zhen telah berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam."Hari ini, kau akan menghadapi ujian pertamamu," ujar Bai Zhen dengan suara tenang namun penuh tekanan.Liang Feng mengangkat alis. "Ujian? Aku bahkan belum mempelajari teknik bertarung apa pun."Bai Zhen tersenyum tipis. "Ujian ini bukan tentang bertarung, tetapi tentang ketahanan dan pemahamanmu terhadap tubuh serta chi-mu sendiri."Tanpa banyak penjelasan, Bai Zhen membawanya mendaki lebih tinggi ke atas gunung. Jalan setapak yang mereka lalui semakin sempit dan terjal. Setiap langkah terasa berat bagi Liang Feng yang masih belum sepenuhnya pulih dari luka-lukanya."Kau harus membawa ember ini berisi air dari mata air suci ke puncak tanpa menumpahkan setetes pun," kata Bai Zhen sambil memberikan dua ember besar yang penu

    Last Updated : 2025-03-26
  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 5: Menari dengan Angin

    Cukup lama Liang Feng mempelajari elemen tanah, bahkan di awal dirinya selalu gagal dan kekuatannya menjadi tidak terkendali.Untungnya Bai Zhen selalu memberi arahan secara perlahan, dan membuat Liang Feng berhasil menguasai diri kembali. Walaupun begitu, Liang Feng tidak terlihat putus asa sedikitpun dan kembali terus mencoba.“Aku berhasil!” Teriak Liang Feng kegirangan.“Bagus! Kau bisa berhasil memahaminya dengan cukup cepat di pelajaran pertama ini. Apa yang kau rasakan sekarang?” sahut Bai Zhen dengan senyum tulus dan bangga.“Entahlah, tubuhku terasa lebih ringan dibanding sebelumnya. Dan sepertinya pendengaran ku menjadi lebih tajam,” jawab Liang Feng ragu-ragu sambil melihat dan merasakan bagian tubuhnya yang mengalami perubahan.Bai Zhen hanya menanggapi dengan senyuman lebar. Dia cukup yakin dengan penilaian awalnya tentang Liang Feng. Mengingat kecepatannya dalam mempelajari sesuatu, membuatnya teringat kembali dengan masa mudanya.Setelah yakin Liang Feng berhasil memaha

    Last Updated : 2025-03-26
  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 6: Bayangan Masa Lalu

    Setelah latihan di tebing, Bai Zhen memberi Liang Feng waktu untuk merenung. Namun, malam itu, pikirannya masih dipenuhi oleh kegelisahan. Ia terbangun oleh suara langkah kaki di luar pondoknya.Dengan hati-hati, ia meraih pedangnya dan keluar. Bayangan-bayangan bergerak di antara pepohonan. Ia segera menyadari bahwa ia sedang diawasi."Keluarlah!" Teriak Liang Feng dengan suara tegas.Dari kegelapan, seorang pria bertopeng muncul. "Kau telah berkembang dengan baik, anak desa. Tapi kau belum cukup kuat."Liang Feng langsung mengenali simbol di jubah pria itu—Sekte Seribu Bayangan. Ia mencengkeram gagang pedangnya erat-erat dan merubah posisinya untuk bertahan dan bersiap menyerang."Ternyata benar dugaanku, kau bagian dari mereka," geramnya.Pria itu tersenyum tipis. "Aku hanya ingin menguji kemampuanmu."“Aku tahu bukan hanya itu maksud kedatanganmu. Aku tidak sebodoh itu untuk dapat mengetahui maksud sebenarnya dari Sekte Seribu Bayangan!” ucap Liang Feng dengan suara meninggi.Tanp

    Last Updated : 2025-03-26

Latest chapter

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 9 – Jejak dalam Kegelapan

    Langit mulai mendung ketika hari kelima pelatihan tiba. Kabut tak lagi setipis kain tipis pagi hari—kini menggumpal seperti dinding bayangan yang menyembunyikan segala sesuatu di baliknya. Udara berubah. Tak hanya dingin, tapi juga berat. Seperti ada sesuatu yang menekan dari atas.Bai Zhen berdiri diam di tepi batu, memandangi lembah di bawah. Angin meniup jubahnya yang kusut, tapi ia tak bergeming. Tatapannya tajam, penuh waspada.Liang Feng muncul dari balik pepohonan, langkahnya tak bersuara. Gerakannya jauh berbeda dari saat pertama ia datang. Kini ia tidak meninggalkan jejak—tidak dalam tanah, tidak pula dalam udara.“Aku bisa merasakannya,” katanya pelan. “Sesuatu bergerak di bawah sana.”Bai Zhen mengangguk. “Mereka datang lebih cepat dari yang kuduga.”“Siapa mereka?”“Pemburu. Bukan manusia biasa. Bayangan yang dilepaskan oleh Sekte Bara Malam. Aku pernah menghabisi salah satu pemimpin mereka sepuluh tahun lalu.” Ia berhenti sejenak, lalu menatap Liang Feng. “Dan mereka tida

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 8 – Langkah Seribu Bayangan

    Kabut belum surut ketika fajar mulai merangkak naik di balik barisan pegunungan Wuying. Suasana masih sunyi, seolah alam menahan napas, menantikan sesuatu yang besar akan terjadi. Di tepi jurang yang menjulang, Liang Feng berdiri dalam diam. Jubah abu-abu tuanya berkibar pelan tertiup angin pegunungan. Tatapannya tajam menembus jauh, seolah menantang dunia yang ingin menelannya hidup-hidup.Di hadapannya, Bai Zhen berdiri membawa secarik gulungan sutra berwarna putih kelam. Tak seperti biasanya yang santai atau menyindir, wajahnya pagi itu serius, hampir seperti sedang menghadiri pemakaman.“Teknik ini,” ucapnya lirih sambil mengangkat gulungan itu, “bukan untuk mereka yang masih menyimpan keraguan dalam hati.”Liang Feng mengangguk tanpa kata. Ia tahu. Sudah tahu sejak tadi malam, saat Bai Zhen memintanya untuk menyiapkan diri secara batin, bahwa pelatihan kali ini bukan sekadar latihan gerakan. Ini adalah jalan antara hidup dan mati, antara cahaya dan bayangan. Dan jika ia gagal, mu

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 7 – Gema dari Dendam Lama

    Suara seruling Bai Zhen masih terdengar lembut saat angin malam menyapu pelataran pondok. Liang Feng duduk bersila di bawah pohon besar di sisi barat halaman, namun meditasinya tak tenang. Wajah pria bertopeng yang ia lawan semalam terus melintas di benaknya—dingin, tanpa ekspresi, menyimpan aura pembunuh yang akrab namun mengusik.Semakin ia mencoba mengosongkan pikiran, semakin dalam ingatannya menyeretnya ke masa lalu.Dan malam itu, mimpi lama kembali menghantam.Ia berdiri di tengah desa yang terbakar, cahaya api menari di genangan darah. Jeritan terdengar di mana-mana, diselingi suara tawa kejam dan derap langkah yang berat. Liang Feng kecil bersembunyi di balik tumpukan kayu, tubuhnya bergetar tak terkendali. Ibunya menutup mulutnya rapat-rapat agar ia tak mengeluarkan suara, sementara dari celah sempit, ia menyaksikan ayahnya bertarung sendirian hingga tubuhnya rubuh.Kemudian, muncul seorang pria. Bertopeng hitam perak, jubah gelap yang menyapu tanah, dan langkah yang tenang.

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 6: Bayangan Masa Lalu

    Setelah latihan di tebing, Bai Zhen memberi Liang Feng waktu untuk merenung. Namun, malam itu, pikirannya masih dipenuhi oleh kegelisahan. Ia terbangun oleh suara langkah kaki di luar pondoknya.Dengan hati-hati, ia meraih pedangnya dan keluar. Bayangan-bayangan bergerak di antara pepohonan. Ia segera menyadari bahwa ia sedang diawasi."Keluarlah!" Teriak Liang Feng dengan suara tegas.Dari kegelapan, seorang pria bertopeng muncul. "Kau telah berkembang dengan baik, anak desa. Tapi kau belum cukup kuat."Liang Feng langsung mengenali simbol di jubah pria itu—Sekte Seribu Bayangan. Ia mencengkeram gagang pedangnya erat-erat dan merubah posisinya untuk bertahan dan bersiap menyerang."Ternyata benar dugaanku, kau bagian dari mereka," geramnya.Pria itu tersenyum tipis. "Aku hanya ingin menguji kemampuanmu."“Aku tahu bukan hanya itu maksud kedatanganmu. Aku tidak sebodoh itu untuk dapat mengetahui maksud sebenarnya dari Sekte Seribu Bayangan!” ucap Liang Feng dengan suara meninggi.Tanp

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 5: Menari dengan Angin

    Cukup lama Liang Feng mempelajari elemen tanah, bahkan di awal dirinya selalu gagal dan kekuatannya menjadi tidak terkendali.Untungnya Bai Zhen selalu memberi arahan secara perlahan, dan membuat Liang Feng berhasil menguasai diri kembali. Walaupun begitu, Liang Feng tidak terlihat putus asa sedikitpun dan kembali terus mencoba.“Aku berhasil!” Teriak Liang Feng kegirangan.“Bagus! Kau bisa berhasil memahaminya dengan cukup cepat di pelajaran pertama ini. Apa yang kau rasakan sekarang?” sahut Bai Zhen dengan senyum tulus dan bangga.“Entahlah, tubuhku terasa lebih ringan dibanding sebelumnya. Dan sepertinya pendengaran ku menjadi lebih tajam,” jawab Liang Feng ragu-ragu sambil melihat dan merasakan bagian tubuhnya yang mengalami perubahan.Bai Zhen hanya menanggapi dengan senyuman lebar. Dia cukup yakin dengan penilaian awalnya tentang Liang Feng. Mengingat kecepatannya dalam mempelajari sesuatu, membuatnya teringat kembali dengan masa mudanya.Setelah yakin Liang Feng berhasil memaha

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 4: Ujian di Puncak Wudang

    Pagi masih diselimuti kabut tipis ketika Bai Zhen membangunkan Liang Feng dari tidurnya. Udara di puncak Gunung Wudang terasa dingin, menusuk hingga ke tulang. Liang Feng menggigil sejenak sebelum menyadari Bai Zhen telah berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam."Hari ini, kau akan menghadapi ujian pertamamu," ujar Bai Zhen dengan suara tenang namun penuh tekanan.Liang Feng mengangkat alis. "Ujian? Aku bahkan belum mempelajari teknik bertarung apa pun."Bai Zhen tersenyum tipis. "Ujian ini bukan tentang bertarung, tetapi tentang ketahanan dan pemahamanmu terhadap tubuh serta chi-mu sendiri."Tanpa banyak penjelasan, Bai Zhen membawanya mendaki lebih tinggi ke atas gunung. Jalan setapak yang mereka lalui semakin sempit dan terjal. Setiap langkah terasa berat bagi Liang Feng yang masih belum sepenuhnya pulih dari luka-lukanya."Kau harus membawa ember ini berisi air dari mata air suci ke puncak tanpa menumpahkan setetes pun," kata Bai Zhen sambil memberikan dua ember besar yang penu

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 3: Jalan Pendekar

    Udara pagi yang sejuk menyelimuti Gunung Wudang saat Liang Feng bangun dengan tubuh yang masih terasa sakit akibat pertempuran sebelumnya. Matahari mulai menampakkan diri dari balik pegunungan, memandikan dunia dengan cahaya keemasan. Ia merasakan nyeri di bahunya, mengingat serangan keras dari pendekar Seribu Bayangan malam itu.Di hadapannya, Bai Zhen duduk bersila di atas batu, matanya tertutup seolah sedang bermeditasi. Ketika Liang Feng mencoba bangkit, suara tenangnya terdengar."Sudah bangun? Bagus. Tapi jangan berpikir kau bisa bermalas-malasan di sini. Hari ini latihanmu dimulai."“Latihan…?”Liang Feng masih kebingungan. Ia tidak meminta dilatih, tapi setelah melihat bagaimana Bai Zhen mengalahkan musuh hanya dalam satu tebasan, ia tahu bahwa orang ini bukan pendekar biasa.Dengan tatapan penuh selidik, Liang Feng mendekat kearah pria yang telah menyelamatkannya itu. Ada sedikit keraguan terlihat dari ekspresi wajahnya, tapi dirinya bertekad untuk memastikan apa yang menjadi

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 2: Jejak di Pegunungan Kabut

    Liang Feng mengangguk, meski dalam hatinya masih berkecamuk perasaan bersalah karena meninggalkan desanya. Namun, ia tahu—untuk membalas dendam dan melawan Sekte Seribu Bayangan, ia harus bertahan hidup terlebih dahulu!Dingin pun menusuk tulang saat Liang Feng dan Mei Lin mendaki bukit berbatu di pinggiran desa Qinghe. Hutan lebat yang dulu tampak teduh kini terasa seperti labirin gelap yang bisa menyembunyikan bahaya kapan saja. Napas mereka tersengal, kelelahan setelah berlari sepanjang malam untuk menghindari kejaran Sekte Seribu Bayangan.Sesekali Ling Feng mencoba menengok kembali ke arah belakang, untuk memastikan tidak ada yang mengetahui pelarian mereka. Karena dia yakin jika semua tempat sudah berada di bawah pengawasan Yan Fei."Apa kita sudah cukup jauh?" tanya Mei Lin dengan suara bergetar. Ia merapatkan pakaiannya yang tipis, mencoba menahan dingin.Liang Feng berhenti sejenak, menajamkan pendengarannya. Tidak ada suara langkah kaki selain milik mereka sendiri. "Untuk se

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 1: Jejak Takdir

    Hujan gerimis turun perlahan di atas desa Qinghe, menyelimuti atap-atap rumah kayu dengan lapisan embun tipis. Udara pagi terasa sejuk, dan aroma tanah basah bercampur dengan wangi teh dari kedai-kedai yang mulai buka. Di sudut desa, seorang pemuda dengan rambut hitam berantakan duduk di bawah pohon besar, matanya menatap langit yang kelabu.Liang Feng menghela napas panjang. Tangan kasarnya menggenggam sebilah pedang kayu yang ujungnya mulai tumpul akibat latihan bertahun-tahun. Sejak kecil, ia bercita-cita menjadi pendekar sejati seperti dalam kisah-kisah yang sering ia dengar dari para tetua desa. Namun, nasib seakan berkata lain—ia hanyalah anak seorang buruh biasa, tanpa kekayaan atau nama besar."Liang Feng!" suara seorang gadis memecah lamunannya.Ia menoleh dan melihat Mei Lin, sahabat kecilnya, berlari ke arahnya dengan napas tersengal. Wajahnya tampak cemas."Apa yang terjadi?" tanya Liang Feng sambil bangkit berdiri."Orang-orang dari Sekte Seribu Bayangan datang ke desa! M

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status