Share

Legenda Pendekar Arya Dewantara
Legenda Pendekar Arya Dewantara
Penulis: HANACARAKA

Pembantaian Di Desa Cikulon 

AAAARRRHHH!!!

Teriakan orang-orang yang kabur dari kejaran sekelompok pria bertopeng berbentuk barong membuat seluruh desa berada di situasi mencekam. Mereka semua dibunuh secara brutal tanpa ampun bahkan anak-anak dan wanita menjadi korban dari kebengisan para kelompok bertopeng ini. 

"Apa kau tahu di mana kitab Dhanwantari berada?" Teriak salah satu bandit bertopeng menarik rambut seorang wanita dan berteriak kepadanya.

Wanita itu terus saja menangis dan hanya menggelengkan kepalanya. Akhirnya golok tajam menyayat lehernya hingga putus. 

Desa Cikulon yang berada diujung barat dari wilayah Yawadwipa diduga sebagai tempat seseorang menyembunyikan kitab sakti Dhanwantari yang merupakan pusaka langsung dari Dewa Dhanwantari. Para kelompok bertopeng ini mengejar kitab tersebut untuk mendapatkan keabadian. 

"Apa maksudmu? Kami tidak memiliki kitab itu!" Teriak salah satu wanita bersikeras melindungi anaknya yang masih berumur dua puluh tahun. 

Ia berdiri di paling depan dan memasang dada untuk melindungi putra satu-satunya yang bernama Arya Dewantara. 

Para bandit bertopeng memasuki rumahnya dan menghunuskan golok tepat di leher wanita paruh baya berumur empat puluh lima tahun itu. 

"Aku tahu kau memiliki kitab Dhanwantari! Kami tahu bila keluargamu yang merupakan tabib di desa ini adalah keluarga yang diwariskan sebuah kitab pengobatan yang maha sakti!" Ujar salah satu bandit bertopeng itu yang semakin menyudutkan Dewi Sekar Harum. 

"Jangan bercanda! Aku bahkan tidak tahu tentang kitab yang kau sebutkan itu! Lalu bagaimana mungkin kami bisa memilikinya?!" Dewi Sekar Harum meradang dengan perkataan dari salah satu bandit itu. 

"Kalau begitu, coba tunjukkan benda yang dipegang oleh pemuda di belakangmu?" Ucap bandit itu sambil  tersenyum. 

Arya Dewantara yang sedang memeluk sebuah benda yang dibungkus rapi dengan selendang hitam langsung melirik ke arah bandit itu. Ia berusaha sekuat mungkin mendekapnya lebih erat. 

"I–itu bukan apa-apa, hanya kumpulan baju saja." ujar Dewi Sekar Harum berusaha mengalihkan pembicaraan.

Namun sayangnya, bandit itu tidak percaya. Ia langsung menarik paksa pemuda lugu itu dan mendorong Dewi Sekar Harum hingga terjatuh. Mereka merebut bungkusan hitam yang dipeluk Arya Dewantara dan setelahnya malah mendorong pemuda itu hingga jatuh ke tanah. 

"Ini apa?!"

"Kau bilang tadi ini hanya baju!"

Bandit itu menemukan sebuah kumpulan kertas-kertas yang tertata rapi menjadi satu buku berwarna coklat tua. Tertulis di bagian depannya, "Kitab Obat Dhanwantari." 

Melihat tulisan Dhanwantari, para bandit langsung sumringah. Mereka mengambil kitab tersebut dan langsung menghampiri Dewi Sekar Harum. 

"Dasar pembohong!" Timpal bandit tersebut.

JLEB!!!

JLEB!!!

Dua kali golok karatan milik salah satu bandit itu menusuk dada Dewi Sekar Harum. 

IBU!!!

Arya Dewantara langsung lari menuju tempat ibunya. Ia mendorong para bandit dan memukul wajah mereka secara asal. Ia berdiri sambil menghunuskan potongan batang kayu runcing ke arah bandit itu. 

"Pergi!"

"Kalian sudah mendapatkan apa yang kalian mau, bukan?!" 

Arya Dewantara menatap tajam mereka semua. 

"Dasar, anak bocah!" Teriak salah satu bandit menyerang Arya Dewantara dan mencekik leher pemuda itu. 

BRAK!!!

Tubuh pemuda itu di dorong sampai ke dinding. Golok yang bekas menusuk Dewi Sekar Harum langsung ditusukkan ke dada Arya Dewantara berulang kali. 

Setelah bersenang-senang dengan pemuda lugu itu, para bandit yang telah mendapatkan kitab tersebut akhirnya pergi dan meninggalkan keduanya dengan keadaan sekarat. 

UUOK!!!

Arya Dewantara memuntahkan darah segar dari mulutnya. Saat bandit itu telah melepaskan genggamannya dari leher kecil pemuda itu. Arya Dewantara langsung jatuh terduduk di lantai. Pandangannya mulai membayang. Kedua telinganya mulai berdengung keras. 

ARYA?

ARYA!!!

Dewi Sekar Harum terus memanggil anaknya. Ia merangkak menghampiri Arya Dewantara. Wanita itu melihat bola tubuh anaknya sudah bersimbah darah. Wajah dari Arya Dewantara pun kian pucat. 

"I–ibu… maafkan Arya…," ucap Arya Dewantara masih berusaha meraih wajah cantik dari ibunya. 

Ia berusaha mengusap air mata yang jatuh dari kedua mata ibunya. 

"Tidak! Ibu tidak rela kamu mati, Nak…."

"Ibu akan berikan ini kepadamu. Salah satu lembaran dari kitab Dhanwantari yang asli. Pelajari lembaran ini dan carilah kitab Dhanwantari yang sesungguhnya! Jadilah titisan sang dewa obat! Dan balaskan dendam ibu kepada mereka!" Ucap Dewi Sekar Harum menggunakan tenaga terakhirnya untuk memanggil lembaran emas yang merupakan bagian dari kitab Dhanwantari yang asli. 

"I–ibu…? Ja–jadi selama ini ibu memilikinya?" Arya Dewantara terkejut. 

"Ini adalah warisan keluarga kita. Kitab yang dibawa oleh para bandit itu adalah yang palsu. Ibu akan mengobatimu. Pergi dari sini dan menghilanglah sejauh mungkin. Cari Ki Semar Ismaya, ia akan membantumu," ucap Dewi Sekar Harum menggunakan ilmu kanuragan miliknya untuk menutup luka dan meregenerasi sel dari Arya Dewantara.

Perlahan-lahan, luka akibat tusukan dari golok mulai menutup. Namun Arya Dewantara malah menggenggam erat tangan ibunya yang sedang mengobati dirinya. 

"To–tolong hentikan, Bu…."

"Ibu bisa mati!"

"Lebih baik ibu saja yang pergi dan cari Ki Semar Ismaya…."

"Tinggalkan Arya di sini!" 

Arya Dewantara memilih untuk membiarkan ibunya yang pergi. Namun rasa sayang seorang ibu lebih besar dari milik putranya. Dewi Sekar Harum tersenyum untuk yang terakhir kalinya ke arah putranya. 

"Jaga baik-baik lembaran emas itu, seperti ibu menjaga dirimu sedari ke… cil…." 

Dewi Sekar Harum ambruk ke lantai. Ia langsung tidak sadarkan diri. Darah dari luka di dadanya menggenang di lantai. 

"Ibu…?"

"Ibu!" 

IBU!!!

Luka dari Arya Dewantara telah pulih sepenuhnya dengan ilmu kanuragan milik ibunya. Namun sayangnya ia harus menyaksikan kematian sang ibu yang sungguh merenggut hatinya. Arya Dewantara berteriak sangat keras dan memeluk erat tubuh sang ibu. 

AAAAAARRRHHHH!!!

AAAAAARRRHHHH!!!

Berkali-kali ia berteriak untuk meluapkan kesedihan dan rasa amarahnya. 

Dari arah luar, para bandit yang tahu akan teriakan Arya Dewantara segera mendatangi rumah lagi karena berarti Arya Dewantara masih hidup di desa Cikulon. 

BRAK!!!

"Di mana bocah cengeng itu?" tanya salah satu bandit.

Dan saat bandit mendobrak pintu, mereka tidak menemukan siapa pun. Yang ada hanyalah mayat dari Dewi Sekar Harum yang tergeletak dan telah ditutupi oleh selendang hitam.

"Cepat cari pemuda itu! Ia pasti belum jauh dari desa ini!" 

"Bila sudah ketemu, bunuh dan bawa kepalanya kepadaku!" Teriak salah satu bandit yang merupakan pemimpin kelompok tersebut.

Para bandit bertopeng langsung menyebar memeriksa setiap sudut desa.  Namun, untungnya Arya Dewantara menggunakan jalur rahasia untuk menuju ke hutan selatan dan terus berlari menuju ke arah pantai, sambil membawa lembaran emas dari kitab Dhanwantari, ia berlari dengan air mata menetes di pipinya. 

"Ibu, aku bersumpah akan membalaskan dendammu!" Ucap Arya Dewantara mengutuk para bandit tersebut. 

Saat berhasil menjauh dari desa Cikulon, tubuhnya yang baru saja pulih dari luka tusuk langsung merasakan efek sampingnya. Sejujurnya, butuh waktu pemulihan untuk luka serius seperti milik Arya Dewantara. Luka tersebut memang sudah ditutup, namun regenerasi sel di dalam luka tersebut masih berlangsung jadi Arya Dewantara seharusnya beristirahat dahulu sekitar tiga hari untuk penyembuhan total dari luka tersebut.

"Ke–kenapa tiba-tiba kepalaku pusing?" 

"Tubuhku seperti goyang…."

Arya Dewantara berpegangan pada pohon di dekatnya. Ia memegang kepalanya. Tanpa sadar, pandangannya langsung buram, kabur dan gelap. Tubuhnya terjatuh ke tanah, namun ia kedua matanya masih terbuka. 

"Se–sepertinya Arya akan mati di sini, Bu…."

Perlahan kedua mata Arya Dewantara menutup. Namun sebelum menutup sepenuhnya, Arya Dewantara melihat ada seseorang yang datang berlari menuju ke arah dirinya. 

Tubuhnya yang langsing dan mengenakan selendang di pundaknya. Ia yakin bila yang dilihatnya adalah sosok seorang wanita. Namun ia tidak tahu, siapa sosok wanita itu?

"Hei, Arya?"

"Arya!"

"Sadarlah!"

Suara lembut nan lantang terus memanggil dirinya. Semakin lama suara itu semakin memudar. Arya pun terpaksa melepaskan fokusnya pada suara tersebut dan setelahnya ia tidak sadarkan diri.

"Siapa yang sedari tadi terus-menerus memanggilku?"  pikir Arya Dewantara sambil berusaha memfokuskan pendengarannya. 

Dengung keras yang ia dengar di kedua telinganya perlahan mulai menghilang. Matanya pun perlahan terbuka. Ia masih mencerna pantulan cahaya matahari dan mencoba untuk memfokuskan pandangannya ke benda yang ada di depannya. 

"Di–di mana aku?" 

Pemulihan luka Arya Dewantara masih berlangsung. Dalam posisinya yang sedang berada di keadaan sadar dan tidak sadar, Ia mendengar dengan seksama suara pelan dari seorang wanita yang terus-menerus meneriaki namanya. Arya berusaha untuk membuka kedua matanya dan melihat sosok wanita itu.  

Arya Dewantara mulai melihat sekitar. Ia menoleh ke sosok wanita muda yang sedang mendekap erat tubuhnya. Wajahnya begitu cantik, matanya yang berwarna coklat terus memandangi dirinya dengan raut wajah khawatir. 

"Arya?"

"Arya! Kau sudah sadar?" Teriak wanita itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status