Bimala mendekat pada Tanaka dengan haru.“Terima kasih telah menyelamatkanku,” ucap Bimala.Tanak kikuk.“Sudah menjadi kewajiban umat manusia untuk melindungi sesama manusia,” jawab Tanaka gugup.“Katanya kau pergi?” tanya Bimala.Tanaka salah tingkah, dia takut Bimala mengetahui bahwa saat dia menghilang darinya tadi sebenarnya tidak pergi, melainkan mengikutinya diam-diam dari atas pohon dengan jurus Mengibas-Ngibas Angin dalam Kendi. Jurus yang bisa membuatnya seperti berjalan di atas udara. Hingga kakinya yang melompati pohon demi pohon tak terdengar suara pijakannya.“Malam membuat telingaku lebih jeli mendengar suara,” jawab Tanaka gugup. “Makanya aku tahu ada yang menyerangmu.”Bimala tersenyum. “Kau mengikutiku ya?”“Tidak!” jawab Tanaka gugup.“Bilang saja kalau kau diam-diam mengikutiku,” ucap Bimala tersenyum.“Sumpah! Aku tidak mengikutimu!” ucap Tanaka gugup, untung saja dia mengenakan topeng hingga kegugupannya tidak dapat terbaca oleh gadis itu.“Ya sudah,” ucap Bimala
Prajurit itu rubuh di hadapan Yosadana, sang Putra Mahkota di kerajaan Manggala. Yosadana heran. “Mana Bimala?” tanyanya geram. “Kami tidak berhasil membawanya ke sini, Yang Mulia,” ucap prajurit itu memegangi dadanya yang sakit akibat terkena jurus Tendangan Angin Duduk dari Tanaka. Mendengar itu Yosadana malah menginjak dada prajuritnya. “Kenapa kalian tidak bisa membawanya ke sini?!” tanya Yosadana dengan geram. Prajuritnya tak bisa bicara kaki Putra Mahkota terlalu kuat menginjak dadanya. Yosadana pun menujuk kaki Putra Mahkota agar diangkat supaya dia bisa bicara padanya. Putra Mahkota pun mengangkat kakinya. “Ada seorang pendekar bertopeng yang menyelamatkannya,” jawab prajurit itu. Yosadana terbelalak mendengarnya. “Siapa dia?” “Saya tidak tahu, Yang Mulia!” Putra Mahkota kembali menginjak perut prajurit itu hingga dia kesakitan lalu tidak bisa benapas lagi. Putra Mahkota semakin menekan telapak kakinya hingga kini prajuritnya memuntahkan darah lalu tak lagi bernapas.
Istana Kerajaan Banggala tampak megah. Bagunan-bangunan tinggi terbuat dari kayu dan bambu begitu tinggi menjulang. Di alasi bebatuan pipih yang dijadikan sebagai lantainya. Pagar istana terbuat dari bebatuan yang diukir dan dikunci dengan memasukkan paku batu dengan cara melubangi bagian batu untuk penguncunyinya. Atap-atapnya terbuat dari anyaman jerami yang menghitam. Tahan dari panas dan hujan. Istana itu begitu luas. Dikelilingi pagar batu yang tinggi. Untuk memasuki istana itu harus memasuki tujuh gerbang berlapis-lapis. Pagar istana juga dibuat berlapis-lapis agar menjadi pertahanan yang kuat dan tidak gampang dimasuki penyusup. Setiap gerbangnya dijaga ketat oleh para prajurit terbaik kerajaan itu.Bagunan yang paling tengah adalah bangunan utama. Tempat Raja berkumpul dengan para pembesar istana untuk berunding atau memberikan titah pada para pejabat istana. Bagunan itu adalah bangunan yang paling besar dari bangunan lainnya. Di sebelah kanannya adalah kediaman Raja dan Perma
Angin berembus cukup kencang saat Tanaka dan Bimala berhasil turun dari bukit kedua. Bimala tampak lelah, sementara hari sudah hampir petang. Tanaka tampak kasihan melihatnya.“Apa sebaiknya kita istirahat dulu saja?” tanya Tanaka.Bimala menoleh dengan napas tak beraturan pada Tanaka.“Kita istirahat di perkampungan saja,” jawab Bimala. Dia ingin segera tiba pada tujuannya. Dia tak ingin berlama-lama dalam perjalanan. Dia yakin, saat ini pasukan yang dikirim oleh Putra Mahkota pasti sedang mengejarnya.“Memangnya dekat sini ada perkampungan?” tanya Tanaka heran.“Kau belum pernah ke sini sebelumnya?” tanya Bimala heran. Kini dia berhenti.Tanaka ikut berhenti lalu menggeleng.Bimala menunjukkan senyum indahnya. “Pantas saja,” celetuk Bimala.Tanaka heran. “Pantas saja bagaimana?”“Kau tidak tahu kalau di sini ada perkampungan yang sangat terkenal di seluruh penjuru Kerajaan Banggala?” jawab Bimala.Tanaka mengernyit mendengarnya. “Perkampungan terkenal?”“Iya!” jawab Bimala, “Perkamp
Malam sudah datang. Tanaka tampak lelah mengejar langkah pamannya Se yang begitu cepat. Tanaka heran, jalanan yang mereka lalui sepertinya bukan jalan menuju kediamannya.“Tunggu!” teriak Tanaka.Se berhenti melangkah.“Ada apa keponakanku? Sudah paman bilang, jangan dulu banyak tanya! Nanti aku jelaskan padamu kenapa aku mengikutimu ketika kita sudah sampai di rumah,” ujar Se sedikit geram.“Ini bukan jalan pulang,” ujar Tanaka dengan bingung.“Kau pikir hanya jalan yang dilalui gadis itu saja yang harus dilewati?” tanya Se geram.Tanaka memejamkan matanya. Dia menggunakan ajiannya. Se menghela napas. Dia tahu apa yang dilakukan keponakannya itu. Keponakannya pasti sedang menggunakan jurus kucing mengendus. Ajian yang mampu membaui sesuatu yang mencurigakan.“Paman bohong padaku,” ucap Tanaka.“Memangnya apa yang kau endus hingga bisa mengatakan aku berbohong?” tanya Se mencoba memastikan.“Paman tidak membawaku ke rumah, tapi paman mencoba memutar arah untuk kembali ke arah perkampu
Bimala duduk termenung di teras rumahnya. Malam kian larut. Kakek dan Neneknya datang dari dalam rumah menghampirinya. Sepiring ubi rebus dan segelas teh manis dibawa Neneknya lalu dihidangkan di dekat Bimala.“Takdir telah datang kepada ayahmu. Jangan kau bersedih lagi. Sekarang ada Kakek dan Nenek yang akan selalu bersamamu,” pinta Kakeknya.Bimala mencoba tersenyum pada Kakeknya. Dia tidak ingin kesedihannya terbaca di mata Kakek dan Neneknya itu.“Aku sudah menerima takdirnya meski sulit, Kek,” sahut Bimala.Kakeknya tersenyum lega melihatnya.“Makan dan minumlah dulu,” pinta Neneknya. “Setelah ini ada sesuatu yang ingin Kakek dan Nenek lakukan untukmu.”Bimala mengernyit heran mendengarnya.“Apa itu, Nek?” tanya Bimala heran.“Makan dan minumlah dulu,” pinta Neneknya.Bimala langsung meraih gelas teh hangat lalu menyeruputnya. Dia membiarkan sepiring ubi di dekatnya.“Aku sudah kenyang, bukan kah tadi kita sudah makan. Jika ada sesuatu yang ingin Nenek dan Kakek katakan, katakanl
“Mau tidak mau kita harus melawan mereka,” jawab Se.“Jumlah mereka sangat banyak,” keluh Si.Su mengitari tempat itu. Putra Mahkota dan ratusan prajuritnya tampak sudah mengepung tempat itu. Putra Mahkota telah membawa prajurit terbaiknya.“Bukan kah kita sudah terbiasa menghadapi orang banyak?” tanya Si dengan percaya dirinya.Putra Mahkota tertawa.“Pucuk dicinta ulam pun tiba,” ucap Putra Mahkota. “Rupanya musuh lamaku tengah berada di sini. Sepertinya Dewata sengaja mengirimkan kalian pada kami!”Se, Si dan Su tampak bersiap menghadapi mereka.“Kau pikir kami takut?” tanyang Se.Putra Mahkota kembali tertawa.“Ada urusan apa kalian dengan calon ratuku?” tanya Putra Mahkota kemudian. Dia heran mereka ada di sana dan rumah itu tiba-tiba lenyap berikut penghuninya.“Bukan urusanmu!” teriak Su geram.Putra Mahkota tertawa lagi. “Kalian berada di tempat Ratuku, itu artinya kalian menjadi urusanku!” Putra Mahkota pun melihat tiga prajurit terbaiknya. “Cari Bimala sampai ketemu!”“Siap
Cahaya begitu terang dari celah-celah gua. Sa terbangun karena sorot cahaya matahari itu. Di melihat Tanaka sedang tertidur lelap di sebelah kirinya, sementara di sebelah kanannya, Laras masih tampak terlelap. Dia kelelahan menunggu Tanaka. Sa terkejut saat melihat Si, Su dan Se berdiri di hadapan mereka. Melihat itu, Sa langsung mengajak Si, Su dan Se keluar dari dalam gua itu untuk menanyakan apakah mereka berhasil mendapatkan benda pusaka itu.Sa Sa sudah berada di luar bersama ketiga adik-adiknya. Dia langsung memandang mereka bertiga dengan curiga ketika melihat benda pusaka itu tidak berada di tangan mereka.“Mana benda pusaka itu?” tanya Sa.“Kami gagal mendapatkannya, Kakak Pertama,” ucap Se.Sa geram mendengarnya.“Kenapa kalian bisa gagal? Benda pusaka itu berada di rumah yang penghuninya tidak memiliki ilmu bela diri yang mumpuni. Harusnya kalian dengan mudah mendapatkannya,” kecewa Sa.“Kami sudah berhasil menyandera seisi rumah itu. Tiba-tiba cucu perempuan mereka berhasi