Share

Bab 5

"Pertama, aku paling nggak suka kotor. Kamu harus menjaga rumah ini tetap bersih dan rapi. Sama sekali nggak boleh merokok di rumahku!"

"Kedua, barang-barang di rumahku mahal, kamu dilarang menyentuh apa pun!"

"Ketiga, kamarmu ada di lantai satu. Kamarku di lantai dua. Kamu nggak boleh menginjakkan kaki di lantai dua tanpa izin dariku. Sama sekali nggak boleh!"

Rina menatap langsung ke arah Teguh dengan mata indahnya. "Teguh, apa kamu paham?" tanya Rina memastikan.

Sudut bibir Teguh berkedut mendengarnya. "Apa wanita kaya di kota-kota besar semuanya sangat sulit diladeni seperti dia?" gumamnya dalam hati.

Hanya dalam hati saja.

Di luar, dia mengangguk setuju.

Rina menghela napas lega dan bangkit berjalan menuju tangga.

Ketika hendak menginjak anak tangga, dia berbalik lagi menambahkan, "Ada lagi. Kita cuma pura-pura, kamu boleh cari wanita sesukamu."

"Tentu saja, jangan sampai dilihat orang-orang yang kenal, termasuk aku juga jangan sampai lihat!" Selesai bicara, Rina bergegas menaiki tangga.

Rina naik semakin tinggi dan semakin tinggi. Sepasang kaki yang tinggi ramping menari-nari di pandangan Teguh.

Kaki jenjang Rina yang dibalut stoking sutra hitam itu seperti anugerah terindah dari Tuhan.

Sempurna!

Ramping!

Elegan!

Orang yang biasanya tenang seperti Teguh pun tidak bisa menahan ketertarikannya.

Rina naik ke lantai dua.

Teguh mulai menyibukkan diri di lantai satu, membersihkan kamar tamu dan merapikan baju-bajunya.

Berbaring di tempat tidur nyaman, dia mengeluarkan ponsel spesialnya dan mulai mengerjakan urusan militer hari ini.

Sebelum pergi dari markas besar Pasukan Serigala, dia sudah mengatur teman-teman terdekatnya untuk mengelola urusan militer. Namun, tetap saja dia masih perlu turun tangan membuat keputusan untuk beberapa urusan penting.

Setelah selesai, Teguh mendongak. Pandangannya terpaku ke luar jendela.

Bulan yang bulat terang merayap ke atas pepohonan.

Cahaya bulan yang cerah menyinari Kota Senggigi.

Pertanda larut malam.

Teguh pun meletakkan ponselnya dan bersiap tidur.

Tiba-tiba, pancaindranya yang tajam menangkap sebersit kejanggalan. Sesosok bayangan muncul dari tengah kegelapan di halaman dan naik ke lantai dua dengan gerakan cepat.

Teguh segera membuka pintu kamar dan berjalan menaiki tangga ke lantai dua.

Sesampainya di ruang tamu lantai dua, bayangan hitam tersebut langsung menyerangnya.

Mata Teguh langsung terkunci. Tangannya terulur menyerang secepat kilat ke arah bayangan hitam itu, mengejutkan si bayangan hingga terpental ke belakang.

Bayangan hitam yang terhempas ke dinding segera berbalik menstabilkan tubuh.

Telapak tangannya menepuk dinding dengan kuat, mengerahkan kekuatan untuk menyerang Teguh sekali lagi. Tangannya menekuk dan menegang dengan gerakan mencakar. Secepat kilat ia mulai menerkam.

Keseluruhan gerakannya mengalir mulus, cepat bak seekor harimau turun dari gunung.

"Terlalu lamban!" ucap Teguh pelan.

Setelah mengatakannya.

Tubuhnya segera berlari bagai citah, secepat kilat menyerbu ke arah bayangan hitam.

"Pfft!"

Keduanya bersentuhan.

Bayangan hitam seketika terhempas terbang, menubruk balkon di ruang tamu.

Saat bayangan hitam itu ingin menyerang lagi, suara ringan Teguh berkata perlahan, "Bayangan, belum cukup juga mainnya?"

"Mungkin kamu merasa butuh pelajaran?"

"Mau dibantai?"

Teguh mendekat ke hadapan bayangan hitam dan menatapnya dengan mata tidak suka.

Disinari cahaya bulan, bayangan hitam itu menampakkan wajah aslinya, seorang pria dengan tubuh kurus dan berkulit gelap.

Pria itu langsung tertawa gugup, menggaruk kepalanya. "Raja Serigala!"

Pria itu adalah Serigala Hitam, yang diberi julukan "Bayangan".

Dia adalah kapten dari pengawal bayangan eksklusif Raja Serigala!

Teguh meliriknya sekilas. "Ada apa kamu di sini?"

Bayangan memberi laporan, "Raja Serigala, markas besar menerima pesan rahasia. Kelicikan negara-negara di barat masih terus berlanjut. Mereka mengirim Nagendra untuk menyusupi negara kita. Markas besar mengadakan rapat darurat dan menugaskan aku untuk mengawalmu setiap saat!"

"Mengawalku?"

Penjelasan ini seperti lelucon di telinga Teguh. "Siapa di dunia ini yang bisa mengusikku?" ujarnya dengan penuh arogansi.

Penuh wibawa!

Tak tertandingi!

Tentu saja Bayangan paham betul akan kekuatan Teguh.

Namun, dia tetap menjawab, "Raja Serigala, kamu sudah bertahun-tahun bertarung di perbatasan barat. Cara bekerjamu nggak cocok dengan kota-kota di dalam negeri. Kalau ada aku di sini, aku bisa bantu!"

Teguh berpikir sejenak. "Kita sedang di dalam negeri, bukan di perbatasan barat lagi. Jangan panggil aku Raja Serigala."

"Baik."

Bayangan langsung merasa gembira begitu mendengar Teguh setuju.

"Kamu pergi dulu sekarang!"

Teguh memerintah, "Ini wilayah Rina. Jangan sembarangan pergi ke lantai dua."

"Eh ..."

Bayangan menepuk dahinya, bertanya, "Kak Teguh, kamu 'kan Raja Serigala yang memimpin sejuta Pasukan Serigala. Kamu beneran menikahi keluarga Yulianto demi balas budi?"

"Ini sudah perintah dari Guru. Aku bisa apa?"

Teguh berkata tanpa daya, "Cuma tiga atau empat bulan saja, kok, nanti Rina juga akan menceraikan aku."

"Huh ..."

"Kak Teguh, kalau begitu aku pamit dulu!"

Bayangan berbalik dan melompat pergi, menyatu dengan kegelapan.

Baru saja Teguh akan melangkah kembali ke lantai satu.

Tiba-tiba, pandangan matanya tertuju pada sebuah gantungan baju yang terjatuh dan celana dalam renda seksi tergeletak di lantai.

Tentu saja.

Ini pasti milik Rina ...

Ketika Bayangan terpental ke belakang tadi, dia menabrak rak jemuran yang berisi baju, membuat sebuah celana dalam jatuh ke lantai.

Teguh membungkuk hendak mengambil celana dalam renda itu dan menggantungnya kembali di jemuran.

Tiba-tiba, dia merasa ada pandangan mata mengarah padanya.

Dia pun berbalik.

Entah sejak kapan Rina sudah berada di sana dengan membawa sebuah tongkat kejut listrik, tatapan yang sengit terarah pada tangan Teguh.

Oh, tidak!

Ini ... ini sangat memalukan!

"Aku ... aku bisa jelasin ..." Teguh tergagap, mencoba menjelaskan.

"Szzt ..."

Rina menyalakan tongkat kejut listrik itu, suara sengatan listrik mendesing.

"Dasar cabul, pergi dari sini!" Teriakan amarah dan terhina bergemuruh mengagetkan burung-burung yang bertengger di pohon.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status