Share

Bab. 2. Petir Yang Membunuh

Bayangan jari emas dan petir kesengsaraan surgawi segera beradu dengan sengit di udara. Ledakan keras terdengar dan mengguncang seluruh pegunungan. 

Petir itu memang terlalu ganas, bayangan jari yang dilepaskan Fang Han tidak dapat menghentikan petir itu. Bayangan jari emas retak dengan cepat dalam penglihatan mata. Fang Han hanya bisa memanfaatkan tubuh fisiknya yang kuat untuk menahan gelombang petir surgawi itu.

Boom! ….

Busur perak dengan kejam menghantam si Pemuda. Ribuan rune petir yang telah bergabung dan membentuk wujud naga melaju ke arah Fang Han dengan mulut yang terbuka lebar. Itu kejam dan penuh dengan hawa pembunuh.

Praktisi lain yang ada di tempat tersebut mengernyitkan dahi, dan berkata di dalam hati, “Anak muda itu pasti mati sekarang. Siapa juga dari praktisi Ranah Formasi Inti yang dapat bertahan terhadap serangan penghancur dari busur petir seperti itu?”

Namun, apa yang terlihat di mata sebagian orang tidak sama dengan apa yang dapat diperhatikan oleh orang lain.

Hawa murni di dalam tubuh Fang Han semakin keras bergejolak. Meridian di dalam tubuh terasa tersayat-sayat.

Ribuan jarum-jarum petir menusuk tubuh si Pemuda. Setiap titik akupuntur tidak ada yang terlewatkan. Itu berusaha merusak dan menghancurkan semua aliran tenaga dalam yang susah payah dipupuk oleh Fang Han selama bertahun-tahun.

Fang Han menyadari harus segera mengambil tindakan jika tidak ingin mati. “Apakah tidak ada cara lain sama sekali?!”

“Persetan! Aku harus hidup. Jika tidak dapat menembus Ranah Inti Emas, aku harus menghancurkannya, tidak apa-apa mengalami penurunan Ranah Kultivasi, selama nyawa masih melekat tidak terlambat untuk kembali memupuk kekuatan, selangkah demi selangkah.” Fang Han telah memantapkan pilihan hatinya.

Ya, ini memang terlihat kejam dan tidak masuk akal. Tapi, dia benar-benar tidak memiliki solusi lain. Pada saat itu nyawa merupakan hal yang utama.

Fang Han menggertak gigi dan mengepalkan tangan dengan erat, sedikit enggan pada keputusan yang ia ambil. Namun, itu tidak dapat ditunda.

Ribuan rune petir yang menyerang tubuhnya dituntun ke arah dantian dimana bola kecil berwarna keemasan terbentuk.

Fang Han tahu di sanalah hawa murni miliknya berkumpul. Rune petir yang berbentuk jarum-jarum itu dengan cepat menghantam Inti Emas miliknya.

Suara raungan keras yang membelah langit terdengar. Rasa sakit tak terhingga dirasakan oleh Fang Han. Itu membuat ia merasa seperti akan gila.

Inti Emas yang sangat keras sekarang berwarna cerah perak. Hanya setelah penderitaan yang terus berkelanjutan selama setengah dupa terbakar, rasa sakit karena Inti Emas yang diserang oleh ribuan rune petir, akhirnya itu memperlihatkan retakan.

Di tengah-tengah raungan keras itu. Fang Han memuntahkan darah berkali-kali. Raut wajah si Pemuda memutih seperti salju. Itu tidak ada darah sama sekali. Dia terlihat seperti mayat hidup.

Pembudidaya lainnya yang ada di sekitar tempat tersebut mulai menyadari adanya keanehan.

“Sial! Apa yang terjadi?”

“Dia belum mati! Apakah dia berhasil menembus Ranah Inti Emas?”

Ya, bagaimana tidak orang-orang mulai berspekulasi. Langit yang sangat gelap perlahan menyurut dan terlihat di mata semua pembudidaya yang ada di sana. Intensitas petir di dalam awan hitam dengan cepat berkurang.

“Ini sangat luar biasa! Usianya juga masih sangat muda. Sial! bakat seperti ini tentu tidak akan disia-siakan oleh sekte besar. Anak itu pasti akan memiliki pencapaian yang besar.”

“Aih! Andai saja, dari keluarga ku ada pemuda yang memiliki bakat kultivasi seperti anak ini.”

“Yah. Ini juga tidak menutup kemungkinan akan ada beberapa wanita muda dari berbagai keluarga kuno ingin menarik pemuda itu. Aku sangat yakin kegemparan yang terjadi hari ini pasti dengan cepat akan menyebar.”

Pada saat itu praktisi yang tidak terlalu memahami keadaan sesungguhnya yang telah terjadi di sana mulai berbicara dengan iri, kagum dan kecemburuan yang besar.

Tiba-tiba seorang tetua paruh baya yang lebih memahami berkata dengan tegas. “Omong kosong!” Dia mulai menjelaskan pemahamannya dengan pertanyaan-pertanyaan ambigu tidak membutuhkan jawaban. “Apakah untuk menembus Ranah Inti Emas semudah ini? Berapa banyak pembudidaya Ranah Inti Emas yang pernah kalian lihat? hal yang paling penting, bagaimana mungkin kesengsaraan surgawi hanya terjadi dua-tiga kali sambaran petir saja?”

Mendengar perkataan itu, semua praktisi yang telah berspekulasi sebelumnya tercengang dan berpikir sejenak. Mereka tidak dapat membantah kebenaran tersebut. Ya, itu telah dipahami oleh semua pembudidaya, meskipun tetap ada beberapa pengecualian tertentu.

Akan tetapi, hanya melihat intensitas dari kesengsaraan surgawi ini, tentu bukanlah pengecualian khusus—berkah langit dan bumi—tidak! Ini hanyalah penolakan dari langit dan bumi.

Tapi, kenapa dia tidak mati? Kenapa kesengsaraan surgawi telah menyurut dengan sangat cepat?

Semua pembudidaya tidak dapat menemukan kepastian dari hal aneh ini. 

Ketika tiba-tiba laki-laki paruh baya itu kembali berkata, “Ini hanya memberikan satu kemungkinan saja. Anak muda itu dengan sengaja menghentikan peningkatan kultivasi dan menghancurkan Inti Emas yang mulai terbentuk. Ya, tentu dalam hal ini dia akan mendapatkan efek samping yang sangat merugikan.”

Perkataan tersebut kembali membuat semua praktisi merasa kulit kepala masing-masing terbakar. 

Mereka menghela nafas dan menggelengkan kepala. “Haiih! Ini benar-benar hal yang sangat disayangkan. Berapa lama proses kultivasi, tapi ketika hampir mencapai puncak malah harus mendapatkan pukulan balik seperti ini. Langit benar-benar memainkan peran dengan sangat baik.”

Diskusi itu memberikan kepastian bagi semua praktisi yang ada di area kesengsaraan surgawi. Mereka benar-benar telah memahami dengan sangat jelas.

Semua pembudidaya telah yakin bahwa pemuda yang sedang melewati kesengsaraan surgawi itu benar-benar gagal melewati kesengsaraannya.

Mereka tidak dapat membantu dan hanya bisa menyayangkan saja, bakat yang baik tapi harus gagal.

“Sangat disayangkan dengan bakat dan usianya yang masih sangat muda harus mengalami kegagalan. Langit tidak menerima bakat seperti dia.” Seseorang diantara kerumunan berkata.

“Ya ... Walaupun begitu, itu baik bagi dirinya untuk tidak mati di bawah kesengsaraan surgawi masih dianggap keberuntungan.” Pembudidaya lain menghela nafas dalam penyesalan.

Semua praktisi juga paham, bahwa untuk dapat hidup setelah kegagalan dan menghancurkan Inti Emas sendiri pada saat melewati kesengsaraan surgawi adalah hukuman yang lebih buruk daripada kematian. 

Praktisi mana yang rela kultivasi mereka dilucuti dan menurun secara drastis? Apalagi, jika mereka memiliki musuh-musuh kuat yang terikat hutang piutang berdarah. Dengan kondisi seperti itu, menjadi kelinci di antara para serigala merupakan kondisi terjelek.

Para  praktisi—masing-masing memiliki pemikiran tersendiri bagi Fang Han. Sebagian besar dari mereka tidak diragukan lagi adalah bentuk penyesalan. 

Mereka benar-benar melupakan fakta bahwa Fang Han adalah orang yang tidak mereka kenal.

Pembudidaya di sana juga benar-benar tidak tahu bahwa; Pemuda yang mereka belas kasihani itu adalah pendatang baru di Alam Tiga Puluh Delapan Provinsi Dao Surgawi. 

Si Pemuda jelas tidak memiliki musuh yang terikat karena hutang darah.

Akan tetapi, untuk menyayangkan kondisi si Pemuda karena dia adalah kultivator liar yang tidak terikat dengan sekte ataupun akademi merupakan satu hal yang berbeda.

Terlepas dari berbagai hal yang sedang dipikirkan oleh para pembudidaya itu. Fang Han sendiri juga sangat menyayangkan nasib dirinya—seolah-olah tidak diterima oleh alam ini. Ya, siapa juga yang senang dengan penurunan ranah kultivasi secara signifikan.

“Apakah ranah kultivasi yang telah susah payah aku bangun selama bertahun-tahun ini benar-benar akan menurun?”

....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status