MasukDi kediaman Ki Cokro Danursela, tetua Daeng Lambada masih memperhatikan cermin pusaka dengan seksama.
Sudah lama dia menatap cermin pusaka itu namun tetap tidak menemukan apa yang dicari.
“Apa benar putri sesepuh yang melaporkan prihal penyusup itu, tetua Daeng?” Ki Cokro mengerutkan kening mendapati cermin pusakanya tetap tidak bereaksi.
Tetua Daeng mengangguk, “Tidak mungkin Nyimas Ayu membohongiku.”
“Aku rasa juga demikian, tetapi sungguh ini benar-benar aneh.” Ki Cokro menggeleng.
Dia menjelaskan, tidak ada satupun mahluk yang dapat lolos dari pantauan cermin pusaka.
Dimana seluruh wilayah perguruan Awan Selatan telah ditutupnya dengan kubah gaib yang terhubung langsung dengan cermin itu.
Siapapun yang masuk tanpa izin, akan langsung terekam dan dapat dilihat melalui cermin pusaka, tidak terkecuali mereka pendekar tingkat tinggi sekalipun.
Hanya satu kemungkinan yang dapat membuat cermin pusaka tidak bereaksi, yaitu, jika yang melewati dinding tersebut adalah salah satu dari penghuni perguruan.
“Apa mungkin ada salah satu dari tetua kita yang keluar dan masuk dengan cara melompati dinding?” Ki Cokro kembali bertanya.
“Tidak mungkin, semua tetua tidak ada yang mendapat misi,” jawab tetua Daeng.
Dimana setiap orang yang mendapatkan misi dari sesepuh akan terlebih dahulu melaporkan diri kepada tetua Daeng.
Sebagai kepala keamanan perguruan, tentunya tetua Daeng mengetahui siapa saja yang masuk dan keluar dari Awan Selatan.
Bulan ini kebetulan tidak ada yang mendapatkan misi, semua tetua disibukan dengan mempersiapkan para murid untuk mengikuti turnamen bergelar.
Turnamen besar adalah ujian yang diselenggarakan oleh dewan tertinggi untuk mencari calon komandan yang nantinya akan memimpin pasukan pada perang besar.
200 murid terpilih akan mengikuti turnamen tersebut, terdiri dari para murid dalam dan murid inti.
Untuk itu para tetua akan mengadakan seleksi murid terlebih dahulu, rencananya seleksi itu akan dilaksanakan 2 bulan lagi dari sekarang.
Mereka yang terpilih nantinya akan diberangkatkan menuju wilayah kosong yang dijuluki pulau kehampaan, tempat dimana turnamen bergelar diselenggarakan.
Seleksi akan diikuti oleh seluruh murid Awan Selatan, baik itu murid inti, murid dalam, maupun murid luar.
Semua murid berhak mengikuti seleksi tidak ada kecuali, juri yang memantau jalannya seleksi akan didatangkan dari 2 perguruan besar yakni para tetua dari perguruan Tapak putih dan Es Abadi.
Itu sebabnya tetua Daeng begitu khawatir saat menerima laporan dugaan adanya penyusup yang masuk kewilayah perguruan.
Dia takut akan ada pihak lain yang hendak memanfaatkan situasi saat seleksi para murid digelar.
Dimana dari 11 perguruan besar yang tergabung dalam aliansi dewan tertinggi memiliki ambisi masing-masing untuk menjadi yang terbaik.
Terlebih jauh sebelum terbentuknya dewan tertinggi, perguruan awan selatan selalu berseteru dengan 4 perguruan lain yang kini juga bergabung kedalam aliansi.
Ke-empat perguruan itu yakni Tapak Racun, Langit Malam, Awan Tenggara, dan Singa Kumbang, mereka adalah 4 perguruan yang biasa memakai segala cara untuk mencapai ambisinya.
Terlebih perguruan tapak racun yang dari awal telah memiliki sejarah kelam dengan awan selatan.
Dimana salah satu tetua mereka dengan kejam telah membunuh istri Ki Ageng Jagat saat pertempuran di bukit Kelabang.
Karena perjanjian damai untuk berperang melawan iblis, perguruan awan selatan dengan berat hati bergabung dan memaafkan mereka.
Tetapi sifat licik dan haus akan kekuasaan Tapak Racun tidak pernah pudar, mereka beberapa kali berbuat curang berusaha menyingkirkan perguruan lain agar dirinya dapat berdiri dipuncak tertinggi.
Bersama perguruan Langit Malam, Awan Tenggara, dan Singa Kumbang, mereka berniat merebut kekuasan Brahma Arya sebagai pemimpin dewan tertinggi.
Tujuannya hanya satu, yaitu menjadi penguasa dunia, tapi sampai sekarang, niat mereka harus tertunda karena Brahma Arya terlalu kuat.
Desas-desus itu sudah terdengar sejak lama bahkan telah sampai di telinga Brahma Arya, sayangnya pemimpin dewan tertinggi itu terlalu bijak.
Dia lebih memilih perdamaian dunia dari pada mempermasalahkan hal yang belum jelas adanya.
Brahma Arya adalah seorang petapa sepuh, pemilik perguruan Lembah Suci yang merupakan perguruan terbesar sekaligus perguruan terkuat diantara semua perguruan.
Dia sadar pertahanan umat manusia masih terlalu lemah jika harus menghadapi invasi besar kaisar iblis.
Untuk itu Brahma Arya tidak dapat berbuat banyak dalam menyikapi desas-desus tapak racun.
Sebetulnya mudah bagi Brahma Arya andai dia ingin membumi hanguskan tapak racun, namun karena adanya ancaman invasi kaisar iblis, setiap kekuatan umat manusia sangat dia butuhkan.
Tidak terkecuali dia berasal dari golongan hitam maupun dari golongan putih, setiap kekuatan, akan berperan penting dalam menghadapi perang besar.
Selama mereka mematuhi perjanjian damai dewan tertinggi, Brahma Arya tidak bisa menghakimi mereka, namun akan berbeda jika mereka mengingkari perjanjian, hukumannya adalah kematian.
Kembali pada tetua Daeng yang kini telah meninggalkan kediaman Ki Cokro Danursela, dia begitu marah karena tidak bisa menemukan penyusup yang sebelumnya Masayu laporkan.
Dia menemukan jejak penyusup itu memang benar adanya, terlihat dari sirig tanah dibawah dinding benteng dengan beberapa percikan darah yang semakin membuatnya bingung.
Dimana darah itu merupakan darah seekor rusa, sangat tidak mungkin jika ada seekor rusa yang dapat melompat tinggi melewati dinding dan jatuh keras menghantam tanah.
Tetua Daeng selanjutnya mengumpulkan para murid dalam agar memperketat penjagaan di wilayah perguruan.
**
Empat hari berlalu, Lintang kembali mengunjungi Ki Ageng, Lintang meminta ijin untuk meminjam beberapa kitab jurus, dia mengatakan ingin kembali belajar ilmu kanuragan.
Permintaannya membuat Ki Ageng senang, dia menawarkan diri untuk mengajari Lintang secara langsung seperti dulu, namun Lintang kembali menolaknya secara halus.
Senyum kakek tua itu kembali pudar, “Bocah bodoh, kau tidak bisa belajar jurus tanpa dibimbing, itu akan membahayakan dirimu.” ucap Ki Ageng, dia tidak mau meminjamkan kitabnya jika tidak ada yang membimbing Lintang.
Ki Ageng Jagat tahu tidak akan ada tetua yang mau membimbing pemuda itu selain dirinya, dimana semua tetua disana sangat membenci Lintang karena kondisi tubuhnya yang tidak memiliki inti energi.
Bahkan mustahil untuk Lintang bisa menjadi pendekar karena setiap pendekar membutuhkan inti energi untuk menampung tenaga dalamnya.
Pemuda itu kemungkinan hanya dapat belajar jurus-jurus dasar yang tidak menggunakan tenaga dalam, itupun tetap harus dalam bimbingan seorang guru, karena jika tidak, akibatnya bisa vatal.
Melihat Lintang yang nampak sedih, Ki Ageng Jagat akhirnya mau meminjamkan salah satu kitabnya kepada pemuda itu.
“Baiklah, aku akan meminjamkan kitab dasar kepadamu, tapi tetap kau harus mencari pembimbing terlebih dahulu.”
“Tidak guru, yang ingin aku adalah ilmu pengolahan energi.” pinta Lintang yang bersikeras ingin meminjam kitab penguasaan tenaga dalam.
“Bocah ngeyel, aku tidak akan meminjamkan kitab itu padamu, tubuhmu akan terluka parah jika belajar tenaga dalam.” jawab Ki Ageng tegas.
Lintang hanya bisa pasrah menerima keputusan Ki Ageng Jagat, dirinya kembali pulang menuju kediamannya di komplek murid luar.
Masayu yang mendengar percakapan Lintang dengan ayahnya merasa kasihan, sepulangnya pemuda itu, dirinya mencoba membujuk Ki Ageng Jagat agar meminjamkan kitab tersebut.
Tetapi Ki Ageng Jagat tetap pada pendiriannya, dia tidak akan membiarkan Lintang merusak tubuhnya hanya karena berambisi menjadi pendekar.
**
Rahasia asal usul Limo memang masih menjadi misteri, tiada yang tahu entah dari alam mana dia berasal.Jangankan orang lain, Lintang sendiri-pun yang memungut dan merawatnya sedari kecil tidak tahu menahu entah dari mana Limo berasal.Dia menemukan beruang itu tengah terluka parah di kedalaman hutan terlarang di wilayah perguruan Awal Selatan tempo dulu.“Apa mungki …!” gumam Lintang.“Aku juga berpikir demikian kakang,” ungkap Anantari.Keduanya saling berpandangan sebelum berakhir menatap Limo secara bersamaan.“Hahaha, sudah kubilang serangan kita pasti berhasil, benar kan Limo!” seru Asgar senang menepuk punggung Limo dengan ujung ekornya.“Kwi, kwi, kwiii,” ungkap Limo menanggapi Asgar.“Hahaha, aku tahu, aku tahu,” kembali Asgar tertawa.Mereka terlalu awal merayakan kemenangan yang sejatinya belum mereka dapatkan, di saat Asgar dan Limo sedang tertawa, kemudian Lintang dan Anantari sedang berbalik memandangi Limo, gurita raksasa yang marah dengan cepat melancarkan 7 serangan en
Seiring kemunculan 8 tentakel raksasa, gelombang air naik semakin besar membuat perahu yang di tumpangi Lintang terseret sejauh ratusan depa.Selanjutnya dari dalam air terdengar suara gauman sangat keras yang memekakkan telinga, hingga Lintang dan Anantari segera menutup telinganya menggunakan energi tenaga dalam.“Gumm, gummm!” suaranya begitu nyaring dan mengerikan.“Celaka, sepertinya dia hewan penjaga lain yang menghuni lautan,” ungkap Anantari.Sebelumnya memang Anantari telah menceritakan bahwa ada dua hewan penjaga dunia yang menghuni lautan, satu di antaranya ada kura-kura raksasa yang pernah mereka jumpai, dan satu lagi kemungkinan ini, hewan pemilik tentakel raksasa.“Sial, mengapa kita harus bertemu hewan seperti ini lagi,” umpat Asgar.“Kwii, Kwii, Kwii!” ungkap Limo.“Aku bukan penakut, berengssek! hanya saja ini akan sangat merepotkan.” bela Asgar, dia tidak mau kehilangan kewibawaan-nya di depan Limo.“Tidak kusangka ternyata dia berada disini, pantas saja tidak ada ya
Semburat Jingga mulai menyeruak di cakrawala pertanda pagi akan segera datang.Lintang bersama Anantari tengah berdiri berdampingan di geladak sebuah perahu layar di tengah lautan.Keduanya berangkat meninggalkan pulau Manarah sesaat setelah rembulan naik di atas kepala.“Kwii, kwii, kwii,” seekor beruang kecil berlari dari dalam kabin menghampiri mereka.“Hahaha, kesinilah Limo,” seru Lintang.“Dia jadi sangat lucu, kakang,” puji Anantari pada Limo.“Hahaha, kau benar, jika melihat wujudnya sekarang, aku selalu teringat saat pertama kali bertemu dengannnya di hutan terlarang perguruan Awan Selatan,” Lintang tertawa.“Kwii, Kwii, Kwii,” ujar Limo seraya naik keatas pundak Lintang.“Hahaha, aku tahu,” tanggap Lintang.Anantari hanya mengerutkan kening tidak mengerti entah apa maksud dari kata-kata yang Limo lontarkan.“Berapa lama kira-kira kita sampai di Kuil Teratai Putih, Kakang?” tanya Anantari.“Entahlah, sepertinya sekitar beberapa bulan,” jawab Lintang.Lintang memilih perjalana
Tidak ada yang tidak membelalakan mata saat melihat sosok kesatria Naga Gerbang Nirwana, termasuk Bawana.“Dia benar-benar layak menjadi seniorku, tidak kusangka kekuatan senior bisa jauh berkembang seperti itu hanya dalam waktu beberapa saat,” gumam Bawana terkagum.Saat pertempuran melawan pasukan iblis di wilayah gunung Merapi, Bawana memang tidak menyaksikan pertarungan Lintang karena dirinya tidak sadarkan diri setelah mendapatkan luka parah dari energi Anantari.Ki Cokro mematung tidak dapat berkata-kata, dia memandang Lintang layaknya seorang dewa, hatinya begitu bangga memiliki murid yang akan menjadi legenda.Dia percaya Lintang masih akan terus berkembang, andai Ki Ageng jagat masih hidup, orang tua itu juga pasti akan menangis haru mendapati Lintang telah mencapai apa yang menjadi harapannya.Beda Ki Cokro beda lagi dengan semua pendekar golongan hitam dan para pasukan kerajaan Manarah, nafas mereka tertahan menyaksikan Lintang.Keringat becucuran dan wajah tampak memucat,
Lintang dan dua panglima iblis bersaudara bertarung jauh di atas langit, dia melakukan itu karena tidak mau merusak kerajaan Manarah.Jika dia bertarung di daratan, maka tidak hanya kerajaan Manarah, semua orang yang ada di sana juga akan terancam bahaya.Maha Prabu Antareja menyaksikan pertarungan itu dengan perasaan harap-harap cemas, jika kedua panglima iblis yang menjadi pengawalnya kalah, maka habis sudah riwayat dirinya, dia sudah menyiapkan sebuah pisau kecil agar dirinya bisa langsung bunuh diri andai kedua panglimanya kalah.“Hahaha, kau memang sakti anak manusia, namun kesaktianmu tidak cukup untuk melawan kami,” Karpala tertawa, dia sesumbar menyombongkan kekuatan besarnya di hadapan Lintang.Sementara Gupala masih menimbang-nimbang sejauh mana kekuatan Lintang, dari tadi pemuda yang menjadi lawannya hanya bertahan saja dan tidak berbalik memberikan serangan. Membuat Gupala sedikit merasa risih, entah apa maksud dari kedatangannya kesini.Melawan dua panglima iblis yang sud
Bawana bertarung sengit dengan Ki Suta, meski kanuragan kakek tua itu tidak seberapa, namun jurus ilusinya sangat merepotkan.Dua kali Bawana tenggelam dalam ilusinya, saat ini dia sedang berada di dunia antah berantah yang di dalamnya terdapat banyak mahluk aneh berukuran besar.Memiliki kepala botak, dengan tubuh penuh bulu seperti kera, para mahluk itu tidak ada habisnya menyerang Bawana, dan yang paling sialnya, mereka tidak bisa di bunuh.Sekali mati, maka akan hidup lagi, lagi, dan lagi, membuat Bawana kewalahan dan hampir kehabisan energi.Jika Bawana tewas di dunia ilusi, maka akan tewas pula jiwanya, Bawana akan tamat selamanya, dia terus mencoba bertahan untuk menghemat energi.Di alam nyata, Ki Suta tertawa terbahak bahak mendapati musuhnya kembali terperangkap, bisa saja dia langsung membunuh Bawana dengan memenggal tubuh pisiknya, namun tidak dia lakukan karena ingin menyaksikan penderitaan lawan terlebih dahulu.“Dasar bodoh, tidak ada pendekar yang mampu menandingi ilus







