LOGINLintang berjalan lemas menuju kediaman miliknya yang tidak lebih dari sebuah gudang, selama dua hari dia kembali kerutinitas semula, menjadi juru masak bagi 6000 murid perguruan.
untuk sementara kelompok Bangga Sora tidak lagi bisa mengganggu Lintang, mereka masih terbaring lemah diruang medis.
Sepertinya gadis cantik dari salah satu murid inti tempo hari terlalu berlebihan menghajar mereka.
Di hari ketiga saat Lintang tengah melamun memikirkan semua yang terjadi pada tubuhnya, gadis itu datang menemui dirinya.
Dia memberikan salinan kitab pengolahan tenaga dalam yang dipinjamnya secara diam-diam dari tempat penyimpanan Ki Ageng Jagat.
Masayu sengaja menyalin sendiri kitab itu untuk diberikan pada Lintang, dia juga akan membimbing pemuda itu dalam melalui tahapan kitab agar tidak terjadi kecelakaan.
Dimana setiap tahap pengolahan tenaga dalam membutuhkan konsentrasi tinggi, selain itu juga dibutuhkan fisik yang kuat, agar tubuh dapat bertahan dari kelebihan beban yang ditimbulkan.
Tahapan awal, tenaga fisik akan ditarik secara paksa dan dimasukan kedalam inti energi untuk selanjutnya di ubah menjadi tenaga dalam.
Pada tahap pertama ini akan sangat menyakitkan, dimana semua tenaga dikumpulkan disatu titik pada tubuh dalam waktu yang lama.
Efek kegagalannya yaitu, hancurnya organ dalam hingga bisa menyebabkan kematian, Masayu tidak mau itu terjadi kepada Lintang.
Ada 7 tahapan pada pengolahan tenaga dalam, dan tahapan ke-7 lah langkah paling sulit bagi setiap pendekar.
Dalam tahapan tersebut, seorang pendekar harus bisa mengendalikan energi tenaga dalam dan menyebarkannya keseluruh tubuh.
Membuka setiap jalur sel energi, hingga tenaga dalam bisa bergerak kesetiap anggota tubuh, gagal dari proses ini akan menyebabkan pecahnya semua pembuluh darah, membuat pemilik tubuh akan berakhir tewas secara mengenaskan.
“Ambilah, itu untukmu,” Masayu melemparkan kitab hasil salinannya kearah Lintang.
“Ini ….” mata Lintang berbinar, tetapi sejurus kemudian, dia mengembalikan salinan kitab itu kepada Masayu.
“Aku tau kau pasti mencurinya, dasar gadis nakal, tidak! aku tidak mau,” ucap pemuda itu mengumpati Masayu.
“Dasar bodoh, andaikan kau menangis darahpun dihadapannya, bopo tetap tidak akan meminjamkan kitab ini, tahu! ayo ambil.” gadis itu menyakinkan Lintang.
“Aku sendiri yang akan membimbing mu,” sambung Masayu.
Lintang terlihat bimbang, dia takut sang guru mengetahui perbuatannya, dirinya pasti akan sangat malu tidak berani lagi menghadap Ki Ageng Jagat.
“Ayo ikut aku,” Masayu menarik paksa tangan Lintang, membawanya melesat keluar dari perguruan.
“Oiii, tu-tu-tunggu, Ka-kau mau ba-bawa Aku kemana?” Lintang terkaget, entah kemana gadis itu akan membawanya.
“Sudah diam, ikut saja!” tukas Masayu yang terus berlari menarik Lintang.
Pemuda itu hanya bisa pasrah mengikuti kemana Masayu pergi, kekuatan misterius pada tubuhnya telah kembali hilang sejak beberapa hari yang lalu.
Itulah alasan kenapa Lintang ingin sekali belajar ilmu pengolahan energi, dia menyakini ada sesuatu yang sangat besar yang tertanam jauh di dalam tubuhnya yang sendiri tidak tahu.
Dengan belajar pengolahan energi, Lintang berharap dapat menyibak misteri kekuatan aneh yang beberapa kali pernah melindunginya.
Dia sadar dengan tanpa memiliki inti energi, akan sangat mustahil dapat belajar tenaga dalam.
Kemungkinan besar tubuhnya akan terluka bahkan berakhir dengan kematian, namun Lintang sudah siap akan hal itu.
Keduanya melesat bagaikan anak panah melewati pintu rahasia yang membawa mereka ke sebuah padang ilalang yang terlihat sangat indah.
Padang itu terletak dibawah bukit jauh dari pegunungan wilayah awan selatan.
Bunga ilalang yang lembut berwarna putih bertebaran bagaikan salju terhempas hembusan angin di sore hari.
Pakaian Masayu yang panjang menjuntai tertiup angin membelai wajah kasar Lintang seakan itu tangan seorang dewi yang tengah memanjakannya.
Lintang terasa terbang, menatap punggung Masayu dari belakang, betapa jantungnya berdebar kencang ketika sesekali Masayu berbalik seraya senyum meyakinkan Lintang.
Sungguh senyuman terindah yang pernah pemuda itu lihat, Lintang benar-benar telah jatuh cinta pada gadis manja yang satu ini.
Andai dia bisa, ingin rasanya mengungkapkan rasa itu sekarang juga, namun bibirnya kelu tidak dapat berkata-kata.
Lamunan Lintang seketika sirna ketika Masayu lagi-lagi menggetok kepalanya, “Apa yang kau pikirkan, pemuda bodoh, cepat duduk di sana.”
Masayu begitu kesal melihat Lintang, dimana saat tiba di atas bukit, pemuda itu hanya senyum-senyum sendiri layaknya orang gila.
Lintang yang kaget mengumpati Masayu panjang di dalam hati “Dasar gadis menyebalkan, kau seperti nenek-nenek yang cerewet.”
Pemuda itu menggeleng, kenapa dirinya bisa jatuh cinta pada gadis manja dan menyebalkan seperti itu.
“Apa yang kau tunggu, cepat duduk,” bentak Masayu, dia heran kenapa temannya ini belakangan menjadi sering melamun.
“I-iya, iya, dasar cerewet,” Lintang duduk setengah menjatuhkan diri.
“Cepat singsingkan lengan bajumu,” pinta Masayu, dia akan membantu proses penarikan energi fisik Lintang dengan cara mendorongnya dengan tenaga dalam.
Lintang segera mengikuti intruksi dari Masayu, dengan cepat dia menggulung lengan bajunya, kini keduanya duduk saling berhadapan.
Masayu kembali meminta Lintang untuk memberikan dua telapak tangannya, membuat kedua telapak tangan mereka saling menyatu.
Masayu memejamkan mata berkonsentrasi mengalirkan tenaga dalam, cahaya kuning perlahan masuk ketubuh Lintang.
Berbeda dengan Masayu yang tengah memulai meditasi, Lintang malah mematung terpesona menatap wajah cantik Masayu yang kini berada tepat di depannya.
Merasa tidak ada perubahan pada tubuh Lintang, Masayu kembali membuka mata, dia terkejut melihat pemuda bodoh itu malah memandanginya .
Dengan ujung sarung pedang, Masayu lagi-lagi menggetok kepala Lintang membuat pemuda itu meringis kesakitan.
“Dasar Bodoh, apa yang kau lihat, cepat tarik energi fisikmu, kau harus berkonsentrasi,”
Dia mengumpati Lintang panjang pendek sebelum akhirnya kembali memejamkan mata untuk berkonsentrasi.
Kali ini Lintang mengikuti apa yang dilakukan Masayu, seperti apa yang telah dijelaskan, dirinya perlahan menutup mata dan mulai berkonsentrasi menarik paksa energi fisik untuk dikumpulkan di satu titik tepat dipangkal hati.
Sensasi panas dan sakit mulai terasa oleh Lintang, ini adalah kali pertamanya pemuda itu merasakan tubunnya sangat tersiksa.
Tubuh keduanya melayang setinggi ½ depa, namun saat Lintang mulai merasakan aliran energi, batu jingga di pinggangnya kembali bereaksi, membuat aliran energi pemuda itu menjadi kacau.
Tidak hanya Lintang, Masayu juga ternyata mengalami hal yang sama, aliran energinya berputar berbalik arah membuat gadis itu kesakitan dan jatuh menghantam tanah.
Lintang dua kali memuntahkan darah merah, sementara Masayu tergeletak tidak sadarkan diri.
“Aneh, apa ini batas tubuhku,” sudah dua kali Lintang kehilangan kendali atas tubuhnya.
Pertama saat dia melompati dinding bersama Limo, kedua adalah kali ini ketika dia belajar ilmu pengolahan tenaga dalam bersama Masayu.
Lintang kurang memahami tentang energi dan kanuragan, yang dia tahu hanyalah berbagai jenis tanaman obat dan anatomi tubuh manusia.
Julukan sampah menurut Lintang sangat pantas disematkan kepadanya karena memang dia lemah dalam ilmu kanuragan.
Perubahan pada tubuhnya selama beberapa hari membuat pemuda itu menemukan secercah harapan.
Namun harapan itu kembali sirna saat energi besar yang sempat dirasakannya kembali hilang entah kemana.
Bisa dibilang Lintang memang bodoh dalam olah kanuragan, terlepas dari memiliki inti energi atau tidak, dirinya tetap sulit memahami rangkaian jurus beladiri.
Itu sebabnya dulu dia berhenti berlatih dengan Ki Ageng Jagat, dia sadar bahwa dirinya memang tidak berbakat menjadi seorang pendekar.
“Tidak, aku tidak boleh menyerah,” Lintang bangkit memeriksa keadaan Masayu, dia menarik nafas lega ketika mendapati gadis itu hanya kelelahan.
“Syukurlah, kau baik-baik saja,” gumam Lintang sebelum kembali memuntahkan darah segar.
“Sial, sepertinya lukaku cukup parah, ini sangat berbahaya, aku tidak bisa lagi melibatkan mu, Ayu.”
Dengan susah payah Lintang mengangkat tubuh Masayu, menggendongnya pulang ke perguruan.
Sakit yang dideritanya membuat langkah Lintang terseok dan beberapa kali terjatuh, namun dia terus bangkit dengan membawa Masayu diatas punggungnya.
**
Rahasia asal usul Limo memang masih menjadi misteri, tiada yang tahu entah dari alam mana dia berasal.Jangankan orang lain, Lintang sendiri-pun yang memungut dan merawatnya sedari kecil tidak tahu menahu entah dari mana Limo berasal.Dia menemukan beruang itu tengah terluka parah di kedalaman hutan terlarang di wilayah perguruan Awal Selatan tempo dulu.“Apa mungki …!” gumam Lintang.“Aku juga berpikir demikian kakang,” ungkap Anantari.Keduanya saling berpandangan sebelum berakhir menatap Limo secara bersamaan.“Hahaha, sudah kubilang serangan kita pasti berhasil, benar kan Limo!” seru Asgar senang menepuk punggung Limo dengan ujung ekornya.“Kwi, kwi, kwiii,” ungkap Limo menanggapi Asgar.“Hahaha, aku tahu, aku tahu,” kembali Asgar tertawa.Mereka terlalu awal merayakan kemenangan yang sejatinya belum mereka dapatkan, di saat Asgar dan Limo sedang tertawa, kemudian Lintang dan Anantari sedang berbalik memandangi Limo, gurita raksasa yang marah dengan cepat melancarkan 7 serangan en
Seiring kemunculan 8 tentakel raksasa, gelombang air naik semakin besar membuat perahu yang di tumpangi Lintang terseret sejauh ratusan depa.Selanjutnya dari dalam air terdengar suara gauman sangat keras yang memekakkan telinga, hingga Lintang dan Anantari segera menutup telinganya menggunakan energi tenaga dalam.“Gumm, gummm!” suaranya begitu nyaring dan mengerikan.“Celaka, sepertinya dia hewan penjaga lain yang menghuni lautan,” ungkap Anantari.Sebelumnya memang Anantari telah menceritakan bahwa ada dua hewan penjaga dunia yang menghuni lautan, satu di antaranya ada kura-kura raksasa yang pernah mereka jumpai, dan satu lagi kemungkinan ini, hewan pemilik tentakel raksasa.“Sial, mengapa kita harus bertemu hewan seperti ini lagi,” umpat Asgar.“Kwii, Kwii, Kwii!” ungkap Limo.“Aku bukan penakut, berengssek! hanya saja ini akan sangat merepotkan.” bela Asgar, dia tidak mau kehilangan kewibawaan-nya di depan Limo.“Tidak kusangka ternyata dia berada disini, pantas saja tidak ada ya
Semburat Jingga mulai menyeruak di cakrawala pertanda pagi akan segera datang.Lintang bersama Anantari tengah berdiri berdampingan di geladak sebuah perahu layar di tengah lautan.Keduanya berangkat meninggalkan pulau Manarah sesaat setelah rembulan naik di atas kepala.“Kwii, kwii, kwii,” seekor beruang kecil berlari dari dalam kabin menghampiri mereka.“Hahaha, kesinilah Limo,” seru Lintang.“Dia jadi sangat lucu, kakang,” puji Anantari pada Limo.“Hahaha, kau benar, jika melihat wujudnya sekarang, aku selalu teringat saat pertama kali bertemu dengannnya di hutan terlarang perguruan Awan Selatan,” Lintang tertawa.“Kwii, Kwii, Kwii,” ujar Limo seraya naik keatas pundak Lintang.“Hahaha, aku tahu,” tanggap Lintang.Anantari hanya mengerutkan kening tidak mengerti entah apa maksud dari kata-kata yang Limo lontarkan.“Berapa lama kira-kira kita sampai di Kuil Teratai Putih, Kakang?” tanya Anantari.“Entahlah, sepertinya sekitar beberapa bulan,” jawab Lintang.Lintang memilih perjalana
Tidak ada yang tidak membelalakan mata saat melihat sosok kesatria Naga Gerbang Nirwana, termasuk Bawana.“Dia benar-benar layak menjadi seniorku, tidak kusangka kekuatan senior bisa jauh berkembang seperti itu hanya dalam waktu beberapa saat,” gumam Bawana terkagum.Saat pertempuran melawan pasukan iblis di wilayah gunung Merapi, Bawana memang tidak menyaksikan pertarungan Lintang karena dirinya tidak sadarkan diri setelah mendapatkan luka parah dari energi Anantari.Ki Cokro mematung tidak dapat berkata-kata, dia memandang Lintang layaknya seorang dewa, hatinya begitu bangga memiliki murid yang akan menjadi legenda.Dia percaya Lintang masih akan terus berkembang, andai Ki Ageng jagat masih hidup, orang tua itu juga pasti akan menangis haru mendapati Lintang telah mencapai apa yang menjadi harapannya.Beda Ki Cokro beda lagi dengan semua pendekar golongan hitam dan para pasukan kerajaan Manarah, nafas mereka tertahan menyaksikan Lintang.Keringat becucuran dan wajah tampak memucat,
Lintang dan dua panglima iblis bersaudara bertarung jauh di atas langit, dia melakukan itu karena tidak mau merusak kerajaan Manarah.Jika dia bertarung di daratan, maka tidak hanya kerajaan Manarah, semua orang yang ada di sana juga akan terancam bahaya.Maha Prabu Antareja menyaksikan pertarungan itu dengan perasaan harap-harap cemas, jika kedua panglima iblis yang menjadi pengawalnya kalah, maka habis sudah riwayat dirinya, dia sudah menyiapkan sebuah pisau kecil agar dirinya bisa langsung bunuh diri andai kedua panglimanya kalah.“Hahaha, kau memang sakti anak manusia, namun kesaktianmu tidak cukup untuk melawan kami,” Karpala tertawa, dia sesumbar menyombongkan kekuatan besarnya di hadapan Lintang.Sementara Gupala masih menimbang-nimbang sejauh mana kekuatan Lintang, dari tadi pemuda yang menjadi lawannya hanya bertahan saja dan tidak berbalik memberikan serangan. Membuat Gupala sedikit merasa risih, entah apa maksud dari kedatangannya kesini.Melawan dua panglima iblis yang sud
Bawana bertarung sengit dengan Ki Suta, meski kanuragan kakek tua itu tidak seberapa, namun jurus ilusinya sangat merepotkan.Dua kali Bawana tenggelam dalam ilusinya, saat ini dia sedang berada di dunia antah berantah yang di dalamnya terdapat banyak mahluk aneh berukuran besar.Memiliki kepala botak, dengan tubuh penuh bulu seperti kera, para mahluk itu tidak ada habisnya menyerang Bawana, dan yang paling sialnya, mereka tidak bisa di bunuh.Sekali mati, maka akan hidup lagi, lagi, dan lagi, membuat Bawana kewalahan dan hampir kehabisan energi.Jika Bawana tewas di dunia ilusi, maka akan tewas pula jiwanya, Bawana akan tamat selamanya, dia terus mencoba bertahan untuk menghemat energi.Di alam nyata, Ki Suta tertawa terbahak bahak mendapati musuhnya kembali terperangkap, bisa saja dia langsung membunuh Bawana dengan memenggal tubuh pisiknya, namun tidak dia lakukan karena ingin menyaksikan penderitaan lawan terlebih dahulu.“Dasar bodoh, tidak ada pendekar yang mampu menandingi ilus







