Tuan Jaffan menggeleng. Tersenyum meyakinkan. "Tidak, Sayang. Kebahagiaanmu adalah hal terpenting dalam hidupku. Aku menikahimu bukan untuk membuatmu mencemaskan aku."Aku ingin membina keluarga kecil yang bahagia bersamamu. Sayang, maafkanlah suamimu yang tak peka ini! Aku terlalu sibuk mengejar dolar hingga mengabaikan perasaanmu."Nyonya Jaffan menanggapi permintaan maaf suaminya dengan menyatukan bibir mereka.Setelah lumatan penuh perasaan itu terhenti, Tuan Jaffan berkata, "Sayang, tabunganku mungkin belum cukup untuk membeli lahan dan membangun rumah impianmu.""Tidak apa. Kita bisa menggunakan sisa uang pembelian lahan dengan membangun rumah papan seadanya saja."Seminggu setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya, Tuan Jaffan menjual apartemennya, lalu membeli lahan yang tidak terlalu luas di daerah subur. Harga lahan pertanian di daerah subur seperti itu sangat tinggi. Nyaris menghabiskan semua uang tabungan dan hasil penjualan apartemen miliknya.Uang yang tersisa hanya cu
Karel dan Tuan Jaffan terus hanyut dalam perasaan yang mengharu biru.Sementara di kediaman Tuan De Groot, lelaki berwajah sangar itu meraung. Melempar segala benda yang ada di atas meja kerjanya kepada si tanpa alis."Bodoh! Mengurus satu orang tua yang sudah lemah saja kau tak mampu. Untuk apa aku menggajimu, hah?!"Prang!Cangkir kopi di atas meja Tuan De Groot menghantam lantai akibat bantingan keras dari Tuan De Groot.Serpihannya ada yang melambung tinggi, menggores wajah si tanpa alis. Darah segar mengalir deras.Lelaki yang masih sangat lemah setelah menjadi bulan-bulanan Karel itu hanya bisa meringis menahan perih."M–maaf, Tuan. Lelaki tua itu dilindungi oleh seorang pemuda yang sedang berlibur. D–dia sangat kuat.""Pecundang! Kau dan anak buahmu tak mampu mengalahkan seorang pemuda yang sedang liburan? Apa kau banci?"Tok! Tok!Kemarahan Tuan De Groot terjeda karena mendengar suara ketukan pintu.Seorang lelaki berbadan kurus masuk dengan kepala menunduk."Maaf, Tuan! Saya
"Kalian tunggu di sini! Aku akan memeriksa ke belakang!"Clark merasa kasihan pada Jack dan anak buahnya. Seharusnya mereka beristirahat untuk memulihkan tenaga, tapi siapa yang berani melawan titah Tuan De Groot? Membantah sama saja dengan cari mati.Tuan De Groot manusia berhati iblis. Tak punya rasa belas kasihan. Ia hanya peduli pada nama baik dan keuntungan pribadinya saja.Clark mengitari rumah papan milik Tuan Jaffan. Berharap lelaki tua itu sedang berada di halaman belakang.Sepi.Tidak ada siapa-siapa di rumah itu.Clark kembali ke depan. Binar mukanya suram. "Tidak ada orang."Jack dan anak buahnya tertunduk lesu. Desah kecewa mengudara dari bibir keduanya."Mau apa lagi kalian ke sini? Sampai mati pun aku tidak akan menjual lahanku pada Tuan De Groot!"Tiga orang yang nyaris putus asa itu serentak mengangkat kepala begitu mendengar suara tegas Tuan Jaffan.Mereka balik badan. Tersenyum ramah pada Tuan Jaffan.Jack seakan baru saja menemukan oase di tengah gurun pasir. Matan
Clark meraih sebuah koper yang ia selipkan di sela pot bunga. Ia melangkah maju, menyerahkan koper itu kepada Tuan Jaffan setelah lebih dulu membukanya."Ada juga uang tunai senilai lima ratus ribu dolar untuk Anda, Tuan. Terimalah!"Jack dan anak buahnya meneguk ludah melihat gepokan uang di dalam koper.Tuan De Groot telah berubah. Kali ini dia benar-benar sangat murah hati.Lelaki yang terkenal pelit itu rela membelikan hadiah berharga mahal untuk seorang petani miskin. Selain itu, ia juga memberinya uang tunai.Nilainya bahkan lebih besar dari gaji mereka bekerja pada Tuan De Groot selama dua tahun. Ada apa ini?Bukankah itu agak berlebihan bila hanya untuk menghargai seorang Deon? Mungkin otak Tuan De Groot sedikit bermasalah setelah nyaris menjadi korban begal.Tuan Jaffan bengong. Ia sama terkejutnya dengan anak buah Tuan De Groot. Sepertinya matahari benar-benar terbit dari Barat, dilihat dari titik rumah Tuan De Groot."Aku tidak akan masuk ke dalam jebakan kalian!"Tuan Jaff
"Kali ini bukan jebakan, Ayah. Aku yakin dia tidak akan berani melakukan hal seperti itu. Dia sangat menyayangi putri tunggalnya.""Apa hubungannya semua hadiah ini dengan putrinya?""Sudahlah, Ayah. Tidak usah terlalu dipikirkan. Nikmati saja!"Karel tak bisa menceritakan kemungkinan ada kaitan antara hadiah yang dikirim Tuan De Groot dengan tugasnya sebagai pengawal pribadi Xela.Tuan Jaffan pun tak ingin memaksakan diri untuk mencari jawab dari ketidakmengertiannya. Biar saja semua berjalan seperti air mengalir.Karel benar. Dia hanya perlu menikmati berkah yang telah ia terima dengan penuh rasa syukur.Barang siapa yang senantiasa bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah akan menambah nikmat itu dengan berlipat ganda.Lagi pula, uang tunai dari Tuan De Groot akan sangat membantu dalam mewujudkan rumah impian mendiang istrinya.Selepas makan malam, Tuan Jaffan tidur lebih awal. Begitu pula dengan Karel.Namun, saat tengah malam, ketika keduanya terlelap, telinga sensitif Karel menden
Pagi-pagi sekali, raung sirene memecah sunyi. Cahaya merah dari lampu sirene berdisko, menembus kabut pagi.Sebagian petani bangun lebih awal gara-gara mendengar bunyi yang memekakkan telinga itu.Desa Terrariant yang biasanya hening di kala rerumputan menggeliat bangun, mendadak heboh. Suara nguing-nguing meraung di sepanjang jalan, lalu berhenti di halaman rumah Tuan Jaffan."Ada apa lagi?""Kenapa selalu timbul masalah di rumah itu?""Rumah itu dikutuk! Tidak ada hal baik yang terjadi di rumah itu semenjak istri Tuan Jaffan meninggal."Desas-desus tak sedap menebar secepat kilat dari mulut ke mulut di antara orang-orang yang datang berkerumun, menonton adegan polisi menangkap para pencuri yang menyatroni kediaman Tuan Jaffan.Enam aparat kepolisian menyeret tiga orang lelaki bersebo dengan kedua tangan diborgol.Setelah menutup pintu mobil, salah satu dari polisi itu mendekati Karel."Terima Kasih, Tuan! Anda telah berjasa membantu tugas polisi. Kami harap Anda tidak keberatan meme
Wajah Clark memucat. Ia berkata dalam hati, 'Aku harus mencari cara agar terlepas dari masalah ini.'"Sudah jelas, kan?" tanya Tuan De Groot disertai tatapan yang menyorot tajam.Clark menyembunyikan kegugupannya. Ia manggut-manggut. Paham apa yang harus ia lakukan."B-baik, Tuan. Saya undur diri.""Hem!"Di saat bersamaan, di kediaman Tuan Jaffan, Karel sedang berkemas, siap untuk meninggalkan rumah ayahnya."Kau tidak ingin menginap lebih lama?"Tuan Jaffan berdiri di pintu, bersandar lesu pada bingkainya yang rapuh. Sebagian dari bingkai kayu itu bahkan telah dimakan rayap.Ia memperhatikan Karel melipat pakaian di atas kasur, kemudian menyusunnya ke dalam ransel. Ada rasa sesak yang menyeruak ke dalam dadanya."Besok aku harus menghadiri acara penting di Rumah Sakit, Ayah. Aku juga belum melapor. Tidak mungkin aku bolos pada hari pertama masuk kerja.""Katamu kau hanya akan dipanggil untuk menangani kasus serius. Itu artinya kau tidak harus berkantor di Rumah Sakit, bukan?""Betul
Apa? Komplotan pencuri?Karel dan Kevin sama-sama mengerutkan kening. Tak percaya ada orang asing yang begitu berani menuduh mereka sebagai komplotan pencuri.Polisi yang terlihat dua tahun lebih tua dari Kevin dan Karel tercenung sejenak saat melihat wajah Kevin.Ia merasa tidak asing dengan wajah tampan itu. Selama beberapa detik ia berpikir keras, mengingat sosok yang tegak diam di depannya itu, tetapi tak ada kilas ingatan yang muncul di kepalanya."Pak! Ayo! Tangkap mereka!" Wanita bawel itu mendesak sang polisi untuk meringkus Karel dan Kevin."Anda siapa, Nona?" tanya Kevin. Nada suaranya terdengar tidak ramah. "Tiba-tiba masuk ke pekarangan rumah orang, lalu seenaknya memerintah polisi untuk menangkap kami. Apa rumah ini milik Anda?"Tak menyangka Kevin akan menyerang balik dirinya, wanita itu murka."Hei, Bung! Anda tidak punya hak untuk mengetahui siapa pemilik rumah ini. Aku atau bukan, apa untungnya bagi Anda?"Wanita itu menelanjangi Kevin dengan tatapan garang. "Cih, pena