Share

2. Status Palsu

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-09-24 20:53:02

"Hei, kau itu ngomong apa sih?" tanya Elian dengan mata melotot dan suara berdesis, setelah dia menyeret Sebastian menjauh dari meja imigrasi.

"Aku lagi berusaha menyelamatkanmu," jawab Sebastian dengan suara yang lebih rendah. "Kau percaya saja padaku, atau kau harus ketinggalan pesawat dan meeting penting?"

Elian menggeram kesal, karena itu jelas saja pilihan yang sangat sulit. Dia bisa saja menyerahkan meeting itu pada bosnya, tapi itu tidak mungkin terjadi. Bosnya juga punya meeting lain yang harus dihadiri.

"Kalau kau sampai mengatakan hal tidak masuk akal lainnya, aku benar-benar akan membunuhmu," desis Elian pada akhirnya memilih untuk menyerah saja.

"Tenang saja kawan." Sebastian tersenyum lebar, sebelum kembali lagi ke meja imigrasi.

"Biar aku tebak." Pegawai imigrasi langsung bicara, ketika Sebastian sudah dekat. "Kalian sedang merencanakan sesuatu kan?"

"Sama sekali tidak." Sebastian menggeleng pelan, disertai dengan senyum lebar. "Istriku hanya lagi kesal saja, jadi dia marah padaku. Tapi kembali ke topik sebelumnya, dia itu istriku."

"Mana bukti yang menyatakan itu?" tanya si pegawai imigrasi dengan kening berkerut.

"Aku tidak mungkin membawa surat nikah ke mana-mana, tapi aku ada fotonya," balas Sebastian langsung melihat ponsel yang dia pegang sejak tadi. "Kalau kau mau lebih gampang, aku ini cukup terkenal di negaraku. Mungkin kau bisa langsung cari nama Sebastian Leclerc."

Sebelah alis pegawai imigrasi terangkat. Dia jelas tidak langsung percaya, tapi tetap mengambil ponsel dan mencari tahu. Bahkan dia juga meminta paspor lelaki di depannya, agar tidak salah ketik nama.

"Produser dan penulis lagu," gumam si pegawai imigrasi, melirik Sebastian dengan sebelah alis terangkat.

"Kalau kau mencari nama Elian Vollen, kau mungkin bisa dapat foto kami bersama," lanjut Sebastian masih tersenyum. "Lalu, ini adalah surat nikah kami."

Layar ponsel Sebastian menunjukkan selembar surat yang terlihat sangat meyakinkan. Ada logo pemerintahan, ada tanda tangannya juga dan kata-kata yang tidak sepenuhnya dimengerti oleh si petugas imigrasi.

"Itu bukan bahasa Inggris."

"Tentu saja bukan, karena aku berasal dari Prancis," balas Sebastian masih terus tersenyum. "Kau mungkin berpikir kalau itu palsu kan? Tapi percayalah itu asli."

Elian yang menatap percakapan Sebastian dan petugas imigrasi mulai tidak sabar. Dia yang berdiri agak jauh agar tidak mendengar hal yang bisa bikin naik darah, kini memilih untuk mendekat, bertepatan dengan si petugas imigrasi yang mengembalikan ponsel Sebastian.

"Untuk kali ini, aku akan membiarkan kalian."

"Oh, aku bisa berangkat?" tanya Elian yang terlihat sedikit kaget, bahkan nyaris memekik.

"Ya, tapi kau pastikan untuk perbaiki ini." Si petugas imigrasi, mengembalikan paspor dan tanda pengenal Elian dengan sedikit kasar. "Jangan sampai kejadian ini jadi masalah lagi."

"Tentu saja." Elian dengan cepat mengambil barangnya, dengan anggukan kepala antusias. "Begitu sampai nanti, aku akan mengurus ini."

"Merci," ucap Sebastian sambil melambaikan tangan dan bergegas mengikuti rekannya.

Elian melangkah dengan cepat dan terlihat sangat kesal, sementara Sebastian terlihat cukup santai. Tapi, langkah Sebastian yang lebih panjang, tentu saja mampu mengimbangi langkah Elian.

"Jadi, siapa yang membuat paspormu jadi seperti itu?" tanya Sebastian dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. "Padahal waktu aku lihat tadi, sepertinya paspormu itu baru."

"Sebaiknya kau tutup mulut saja, sebelum aku pukul kau," balas Elian tanpa menghentikan langkah.

"Aku sih tidak masalah dipukul olehmu, tapi kenapa mukamu jelek begitu?"

"Karena aku jelas sedang kesal," hardik Elian pada akhirnya menatap lelaki yang mengikutinya itu. "Aku tidak suka alasan kau berikan pada petugas imigrasi tadi."

"Soal kita yang adalah pasangan suami istri?"

"Memangnya kau ada memberi alasan yang lain?" Elian masih saja menghardik, tidak peduli kalau ada orang yang menatapnya dengan heran.

"Alasan itu memang agak absurd, tapi nyatanya berhasil kan? Kau sekarang akhirnya bisa pulang, setelah ditahan cukup lama. Aku rasa, status yang tertulis di identitasmu memang harus diganti deh."

Kesal, Elian menghentikan langkah dan berbalik menunjuki lelaki yang tingginya tidak berbeda jauh itu. Tepat di wajahnya dan berucap, "Kau lebih baik berhenti bicara, atau aku benar-benar akan memukulmu sampai pingsan."

Sebastian mengangkat kedua tangan, tanda menyerah. Dia sebenarnya masih mau berdebat lagi, tapi terlalu banyak yang melihat. Biar bagaimana, Sebastian juga cukup terkenal dan tidak mau terkena skandal aneh.

Tapi sayangnya, Sebastian tidak bisa terus diam. Saat dia sudah boarding dan ternyata duduk di sebelah Elian, lelaki itu malah mengatakan hal yang lebih gila lagi.

"Karena sudah terlanjur aku bilang kita adalah pasangan, bagaimana kalau kita menikah beneran saja?" tanya Sebastian yang membuat Elian melotot mendengarnya. "Dan aku serius loh ya, bukan bercanda."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   11. Pasangan Menjijikkan

    Mata Elian tampak membesar, dengar rahang yang mengetat karena dia menggertakkan gigi dengan keras. Belum lagi kedua tangan yang mengepal erat, walau salah satunya memegang pulpen. Mata besar itu, kemudian melirik benda yang teronggok di atas mejanya. Sebatang cokelat yang sudah dimakan setengahnya dan tentu saja itu adalah pemberian Sebastian tadi. "Dasar sialan," desis Elian pelan. "Kenapa juga pada akhirnya aku terima benda sialan ini," lanjutnya malah mendorong batangan cokelat itu menjauh darinya. "Maaf, tapi apa ada yang salah?" Elian mendongak menatap perempuan yang memegang map di depannya. Hal yang membuatnya sadar kalau sekarang dia sedang bekerja dengan serius. "Tidak ada." Elian berdehem pelan, seraya menyugar pelan rambut super pendeknya. "Aku hanya menggerutu karena kesalahanku sendiri." "Memangnya Eli bisa bikin kesalahan?" tanya perempuan tadi dengan senyum tertahan. "Selain bos Ariana, kau itu masih termasuk orang yang perfeksionis loh. Tapi rambut yang sed

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   10. Berikan Semua Hartamu

    "Hei, jangan cemberut begitu dong," ucap Sebastian menengok ke arah kursi penumpang di sebelahnya. "Bukan aku loh yang bikin kau di-cancel sama taksi online sampai berulang kali." Elian yang duduk di kursi penumpang itu mendengus keras. Dia benar-benar tidak habis pikir, dengan aplikasi taksi online yang sejak tadi tidak mau menerima orderannya. Sudah lima kali cancel dari dua aplikasi yang berbeda dan sekarang dia mau tidak mau menerima tawaran menumpang Sebastian. "Apa ada yang eror dengan aplikasinya ya?" gumam Elian menatap ponselnya dengan kening berkerut, mencoba melihat apa yang salah. "Mau eror atau bukan, kau jadi menghemat ongkos kan?" tanya Sebastian yang sekarang lebih fokus pada jalanan di depannya. "Bonusnya, aku sekarang akan tahu kau tinggal di mana." "Kalau begitu, turunkan saja aku di sini." Elian langsung mengambil keputusan secepat kilat, bahkan langsung melepas sabuk pengaman yang dia pakai. "Loh, bukannya rumahmu masih jauh?" tanya Sebastian terlihat b

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   9. Sopir Pribadi

    Elian menatap selembar foto yang terlihat lusuh. Sebagian dari foto itu sudah terbakar, tapi dia tahu siapa yang ada dalam foto itu. Hal yang membuat Elian menatap foto yang sudah nyaris tidak terlihat apa pun itu dengan sendu. "Kau datang lebih cepat ya." "Akhirnya kau datang juga." Elian dengan cepat menyimpan foto lusuh itu ke dalam tas laptop-nya. "Aku sudah pegal menunggumu, Ariana." "Mungkin kau yang aneh." Ariana tentu saja akan protes. "Ini adalah kantormu juga dan kau ada ruangan sendiri, jadi kenapa malah menunggu di lobi dan sambil berdiri menatap barang lusuh tidak jelas?" "Itu tadi barang berharga untukku," jawab Elian mengikuti langkah atasannya dengan santai. "Lagi pula, aku langsung ke sini dan tidak pulang ke rumah. Aku tidak bawa kunci ruanganmu." "Kau tidak bawa kunci ruanganku?" tanya Ariana yang segera menoleh menatap Elian dengan sebelah alis terangkat, sebelum naik lift. "Apa kau yakin kau itu asistenku?" "Aku asistenmu, tapi aku tidak ada uang lagi u

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   8. Berhenti Berbohong

    Elian menatap lelaki yang duduk di sebelahnya dengan kening berkerut. Itu sudah dia lakukan agak lama, sampai Sebastian jadi ikut mengerutkan kening. Biar bagaimana, adu tatap itu rasanya tidak nyaman. "Maaf menunggu lama." Tiba-tiba saja Pierre muncul dan membuat dua orang yang saling tatap itu langsung menoleh. Lebih tepatnya, Elian yang langsung menoleh dan itu membuat Sebastian tersenyum. "Apa aku mengganggu?" tanya Pierre dengan kedua alis yang terangkat. "Sama sekali tidak." Elian dengan cepat menggeleng dan langsung beranjak dari duduknya. "Kenapa kau malah berdiri?" tanya Sebastian dengan sebelah alis yang terangkat. "Tadinya aku mau bermalam, tapi sepertinya tidak bisa." Elian menjelaskan pada pemilik rumah. "Aku harus pulang dan kerja lagi." "Oh, sayang sekali." Pierre langsung terlihat kecewa. "Padahal aku mau ngobrol lama denganmu." "Kalau kau buru-buru pulang karena aku." Tiba-tiba saja Sebastian ikut berdiri. "Biar aku saja yang pulang." "Ini tidak ada

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   7. Bukan Rahasia

    [Sebastian Leclerc: Boleh aku nyusul ke sana?][Sebastian Leclerc: Karena kau lama tidak menjawab, aku anggap itu iya.]Elian menggenggam erat ponselnya. Bahkan dia melakukan itu dengan dua tangan, seolah mau membelah benda persegi panjang dan pipih itu jadi dua bagian. Tapi, itu jelas percuma.Sebastian sudah terlihat berjalan melintasi padang, dengan latar belakang helikopter. Rambut pendek lelaki itu bahkan ikut tertiup angin dari baling-baling."Bonjour," sapa Sebastian dengan senyum lebar. "Aku harap aku tidak mengganggu.""Tentu saja tidak." Pierre tentu akan menggeleng, bahkan menyambut Sebastian yang baru datang itu dengan tangan terbuka. "Apa kau pacarnya Elian.""Bukan.""Oh, senang disebut begitu."Balasan dari Elian dan Sebastian datang nyaris bersamaan. Membuat si tua Pierre sedikit bingung, bahkan melirik dua orang muda di depannya secara bergantian."Mungkin kita semua harus duduk dulu." Pada akhirnya, Pierre memutuskan untuk menjamu Sebastian juga. "Kebetulan

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   6. Malaikat Penolong

    "Aku mau cuti." Elian mengatakan hal itu dengan ponsel yang menempel di telinga."Kau bilang apa?" Suara teriakan yang cukup keras, terdengar dari ponsel."Aku mau mengambil cuti, Ariana." Elian memperjelas apa yang dia ucapkan tadi. "Setelah dua tahun lebih bekerja tanpa cuti, sekarang aku mau cuti.""Tapi tidak lama kan?" tanya Ariana terdengar agak panik."Hanya satu atau dua hari saja. Belum pasti, tapi tidak lama dan maaf karena tiba-tiba." Elian tidak lupa menambah kata maaf itu. "Aku butuh waktu sendiri.""Ya sudahlah." Suara embusan napas terdengar cukup keras dari sambungan telepon. "Tapi aku beneran tidak bisa memberi cuti lama, karena belakangan ini aku gampang sekali capek.""Itu karena hormon ibu hamil dan aku bisa mengerti." Elian mengangguk pelan. "Aku usahakan semua selesai paling lama dua hari.""Oh, jangan lupa kasih tahu aku kau mau ke mana." Ariana menambahkan sebelum menutup telepon. "Siapa tahu aku tiba-tiba perlu bantuanmu, jadi bisa langsung kirim heli

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status