“Apa?! Rumah?” tanya Kalila pura-pura kaget.
“Jangan pura-pura tidak mengerti, Kalila!” bentak Dewa kesal.Kalila tersenyum jahat, dia sudah tahu Dewa pastinya sangat mengincar hartanya. Karena tidak ada yang dicari oleh orang miskin seperti Dewa melainkan sebuah harta kekayaan. Apalagi Dewa adalah seorang mantan narapidana, tidak akan mudah mencari pekerjaan yang layak yang bisa menghasilkan uang yang banyak."Enak sekali kau minta rumah. Kau pikir beli rumah itu seperti beli kacang goreng," jawab Kalila dengan tersenyum sinis.Dewa menatap lekat mata Kalila. Dia tersenyum miring melihat tingkah sang istri. Kalila seolah memang sengaja memancing emosi Dewa."Sesuai dengan janji yang pernah kau ucapkan, kalau kau akan menjamin kehidupan yang layak untukku dan ibuku," jawab Dewa dengan santai namun dengan penuh penekanan.Dewa tidak mau terpancing emosi. "Kita baru saja sah menjadi suami istri, kau langsung meminta rumah. Apakah tidak bisa menunggu besok, atau di hari lain. Masih banyak hal yang harus aku kerjakan. Kau benar-benar seperti benalu yang hanya bisa menghisap dan menggerogoti inangnya," ujar Kalila pelan.Kalila benar-benar dibuat kesal, seolah-olah yang ada di dalam pikiran Dewa itu hanyalah harta dan harta."Apakah artinya kau tidak mau membelikannya? Dan mau mengingkari janji? Sungguh kau manusia yang munafik!" teriak Dewa kesal."Kau yang tidak tahu malu! Dan kau benar-benar seorang lelaki miskin yang tidak berguna dan hanya bisa mengincar hartaku saja!" jawab Kalila tidak mau kalah."Baiklah kalau begitu, aku akan mengajak ibuku tinggal disini kalau kau tidak mau membelikan rumah untuknya!" teriak Dewa kesal dan menggebrak meja.Tidak ada pilihan lain bagi Dewa, dia harus segera mengajak ibunya untuk pergi dari sana. Karena, kalau masih tinggal di lokalisasi ibunya pasti akan tetap melayani pelanggan secara diam-diam. Mucikarinya tidak akan membiarkan orang tinggal di sana tanpa menghasilkan uang. Dan seluruh wilayah itu dibawah kekuasaan mucikari yang bekerja sama dengan preman daerah sana."Jangan sembarangan mengajak orang lain tinggal di rumah ini, Dewa!" teriak Kalila marah. Kalila sangat kenal siapa Rasti, tidak akan mungkin membiarkan dia tinggal satu rumah dan hidup bersama."Dia bukan orang lain, dia adalah ibuku!" jawab Dewa marah.Dewa begitu marah dan emosi ketika mendengar Kalila mengatakan Rasti adalah orang lain. Padahal dia sudah menikah dengan Dewa, dan itu artinya Rasti adalah mertua Kalila."Iya, dia juga adalah seorang perempuan jalang penjaja tubuh," jawab Kalila santai dan seolah dia tidak pernah mengatakan sesuatu yang menyakitkan bagi Dewa. Tangannya terus menyuapkan makanan ke mulutnya."Kalila, kau…!" teriak Dewa marah dengan tangan terkepal."Bukankah yang aku katakan benar?" tanya Kalila yang sengaja memancing kemarahan Dewa."Siapapun ibuku, kau tidak berhak menghinanya!" teriak Dewa yang semakin marah.Mata Dewa memerah menahan amarah. Apalagi saat melihat Kalila yang tampak santai. Kalila seolah tidak memiliki perasaan bersalah sama sekali setelah menghina mertuanya sendiri."Aku tidak menghinanya, Dewa. Tapi, aku mengatakan yang sebenarnya. Bukankah itu adalah kenyataannya!" jawab Kalila ketus."Kau benar-benar kurang ajar, Kalila! Apakah kau tidak pernah diajarkan sopan santun?!" tanya Dewa marah."Kau tidak perlu bertanya tentang pelajaranku! Karena bahkan yang tidak pernah kau pelajari sudah aku dapatkan!” jawab Kalila dengan berang."Aku tidak akan membiarkan orang yang menghina ibuku hidup dengan tenang!" teriak Dewa menunjuk muka Kalila dengan marah."Bagaimanapun kau mengingkarinya, yang aku katakan tidak salah. Aku tahu siapa ibumu! Bahkan aku sangat tahu, jangan lupa kalau aku tahu semuanya, Dewa!" teriak Kalila lagi tidak mau kalah dari Dewa.Braaaak!Dewa menggebrak meja hingga membuat beberapa makanan tumpah dan bahkan piring yang tadi digunakan untuk makan pecah berantakan di lantai. Dewa tidak peduli, dia sudah benar-benar emosi.Bi Karni, pembantu di rumah Kalila, tampak sangat terkejut ketika melihat Dewa yang sangat kasar seperti itu."Walaupun kita menikah hanya karena sebuah kontrak! Tapi bukan berarti kau bisa semena-mena denganku, Kalila. Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar, aku bukan pembantumu! Apapun nama pernikahan kita, kau tetap harus menghargai dan menghormati aku sebagai suamimu! Kau adalah istriku, dan ibuku adalah mertuamu yang wajib kau panggil ibu!" teriak Dewa tepat di depan muka Kalila.Bahkan terlihat Dewa mengangkat tangannya ingin menampar Kalila, saking kesalnya. Namun, Dewa mengurungkannya dan menurunkan kembali tangannya. Dia tidak akan pernah bermain kekerasan kepada seorang wanita, bagaimana pun emosinya.“Dan berhenti menghina ibuku, Kalila. Karena ibuku adalah ibumu juga, setidaknya sampai kontrak kita berakhir!” ujar Dewa dengan penuh penekanan.Dewa benar-benar marah, wajahnya terlihat sangat beringas. Bahkan sebenarnya di dalam hati Kalila merasa sangat ketakutan melihat wajah Dewa yang semarah itu.Pengawal yang sedari tadi memperhatikan mereka, tampak ingin mendekat ketika melihat Dewa yang terus-terusan berteriak kepada Kalila."Silakan tinggalkan kami, Desti. Ini hanyalah kesalahpahaman," ujar Kalila sambil melengos.Desti mengangguk, kemudian meninggalkan Dewa dan Kalila yang masih bertahan di meja makan dan dengan argumennya masing-masing."Bi, ambilkan minuman di lemari!" teriak Kalila dengan santainya meminta bi Karni untuk mengambilkan minuman beralkohol yang disimpan di lemari untuk stok di rumahnya.Dewa hanya menggeleng melihat gaya hidup Kalila yang sangat bebas dan membingungkan itu."Duduklah, Dewa!" teriak Kalila saat melihat Dewa masih berdiri memandang ke arahnya dengan pandangan yang tajam."Kok bisa seperti ini?" tanya Dewa pelan."Surat apa?" tanya Rasti yang heran melihat perubahan ekspresi di wajah Dewa. Seperti sedang menyimpan sesuatu yang sangat berat.Dewa memberikan selembar surat tersebut kepada Rasti. Dan dari membaca kop nya saja Rasti tahu kalau surat itu adalah dari pengadilan."Gugatan dari Kalila?" tanya Rasti lagi."Bukan.""Terus?""Ini surat putusan perceraian. Kalila begitu pintar, entah kapan dia memasukkan gugatan dan sidang tahu-tahu sudah ada keputusan seperti ini," ujar Dewa lagi sambil menggeleng.Bahkan Dewa sendiri sangat heran saat mendapati surat itu dikirimkan ke rumahnya, karena seharusnya yang bersangkutan harus mengambil sendiri."Betapa matangnya persiapan kamu, Kalila. Sehingga aku tidak sadar apa yang kamu lakukan," gumam Dewa lagi sembari berlalu menuju kamarnya."Dewa, suratnya kamu simpan. Dan lebih baik seperti ini. Kamu tidak pernah mengkhianatinya, dan ini adalah keputusan Kalila sendiri," ujar Rasti, dan dalam hatinya Rasti ter
“Terserah papa mau percaya atau tidak, yang pasti saya memiliki semua buktinya. Dan dibawa ke jalur hukum pun semua akan percuma. Karena saya memang memiliki bukti yang kuat, dan juga penjual perusahaan itu juga adalah pemilik perusahaan itu sendiri,” jawab Dewa pelan.“Kau pikir aku akan percaya!” teriak William.Dewa hanya bisa menghela nafas berat mendengar semua apa yang William katakan.“Kau tunggu saja, Dewa! Kau pasti akan hancur! Kembalikan KL Group biar aku maafkan engkau!” teriak William.“Akan aku kembalikan jika Kalila yang minta!” Tut!Setelah mengatakan demikian Dewa mematikan sambungan telepon kepada William. Dia tidak ingin melanjutkan pembicaraan kepada William. Karena dia tahu William tidak akan pernah percaya dengan apapun yang dia katakan. Dan William pastinya akan tetap menyalahkannya.“Dia baru tahu, dan ini artinya babak baru pasti akan di mulai,” gumam Dewa pelan.“Pekerjaan selanjutnya akan lebih berat, baik Deka maupun Kalilagara pastinya akan menjadi target
“Kenapa? Apa ibu salah? Ibu rasa semua yang ibu katakan itu benar, dan kamu juga sudah mengetahuinya. Tapi, kamu selalu menepisnya dan seolah-olah kamu tidak tahu!”Ternyata Rasti semakin menjadi, bukannya dia berhenti saat mendengar Dewa mulai emosi malah Rasti semakin meninggikan suaranya.“Untuk apa kamu sedih dengan kepergian mereka, seharusnya ini adalah awal yang baik untuk kamu! Kamu bisa menjadi seperti kamu yang seharusnya!”“Ibu, tolong berhenti. Biarkan Dewa berpikir untuk semua ini,” ujar Dewa pelan dengan pandangan Dewa yang memelas meminta Rasti untuk tidak lagi melanjutkan perkataannya.Dewa tahu kalau Rasti memang tidak merestui dengan Kalila, namun selama ini Rasti tidak pernah mengungkapkan keberatannya secara langsung. Mungkin saat ini Rasti merasa takut karena sumber kekayaan mereka berasal dari Kalila.“Ibu sudah mencoba untuk menerima Kalila dalam beberapa tahun ini, ibu sudah mencoba untuk mengerti perasaan kamu. Namun, belakangan ibu tahu kalau dia adalah penyu
"Aku tidak bisa menahanmu lagi," ujar Dewa pelan sembari memegang tangan Kalila dengan erat. Dia tidak menyangka kalau ternyata hubungannya dengan Kalila akan seperti ini."Jangan lupa hidup bahagia," ujar Kalila dengan suara yang serak.Sebenarnya dalam hati Kalila terasa begitu berat meninggalkan Dewa. Karena jujur dalam hatinya dia sudah jatuh cinta kepada Dewa. Namun, Kalila terus berusaha menyangkalnya.Dia jatuh cinta bersamaan dengan Danaya juga jatuh cinta kepada lelaki yang sama. Sehingga tidak ada pilihan baginya selain pergi meninggalkan Dewa. Dia tidak ingin Danaya semakin menjadi-jadi mengharapkan Dewa karena dia juga tidak ikhlas meskipun Danaya adalah anaknya sendiri.Disamping menjauhkan Danaya dari Dewa, kepergian Kalila juga untuk menjauhkan Danaya dari ambisi William. Kalila tidak akan membiarkan anaknya menjadi korban keserakahan keluarganya."Jangan lupa hubungi aku dimanapun kamu berada. Aku butuh kabar dari kamu yang akan membuat aku tenang," ujar Dewa sambil me
"Aku harus menyusulnya" teriak Kalila marah dan segera berbalik arah.Bahkan Kalila lupa kalau dia ingin berganti pakaian tujuannya pulang.Hap!Dewa menahan tangan Kalila dan kemudian menggeleng, dia tidak ingin Kalila menyelesaikan masalah dalam keadaan emosi."Biarkan saja dulu," ujar Dewa pelan.Kalila menepis tangan Dewa dengan erat."Biarkan gimana? Kamu dengar sendiri kan apa yang akan papa lakukan kepada Danaya? Bagaimana kamu akan membiarkannya? Atau kamu memang setuju dan mendukung papa agar aku tidak pergi?" tanya Kalila yang meluapkan amarah yang tidak terbendung itu.Pikirannya saat ini benar-benar kalut. Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepada anaknya itu? Dia tidak mau anaknya yang tidak mengerti apapun menjadi korban kakeknya. Dia tidak ingin Danaya dimanfaatkan oleh William.Dewa membimbing Kalila untuk duduk di sofa depan televisi, dengan menggenggam tangan Kalila, Dewa mulai berbicara secara lembut dan pelan."Tidak mungkin papa akan memaksa Danaya sekarang. Papa pas
“Aku tidak gila, cobalah kamu lihat video itu. Mungkin itu tidak dengan kualitas bagus, tapi cukup puas sebagai kenang-kenangan,” jawab Dewa dengan kembali menarik selimut dan kembali memejamkan matanya.Kalila tidak menjawab, dia sedang mengunduh video yang dikirimkan oleh Dewa. Walaupun dia sangat marah dengan apa yang dilakukan oleh Dewa memvideokan aktivitas mereka bercinta, namun Kalila sangat penasaran apakah memang dia berhasil melakukannya. Kalila merasa tidak percaya kalau dia akhirnya bisa mengatasi segala ketakutannya, dan bisa menghilangkan traumanya saat berhubungan badan dengan lelaki.Akhirnya video yang dikirimkan oleh Dewa sudah selesai terdownload, dan Kalila melihat video yang berdurasi beberapa menit itu membuatnya tercengang. Dia melihat bagaimana liarnya dia saat bermain bersama Dewa, bahkan terlihat kalau Kalila yang lebih banyak mendominasi permainan.Suara desahan dan erangannya terdengar jelas di dalam video tersebut, membuat wajah Kalila memerah. Dia merasa