Share

Bab 7

Author: Lathifah Nur
last update Last Updated: 2024-05-15 07:58:32

Zain meletakkan peralatan kebersihan yang dibawanya di luar ruangan Amisha. Ia baru ingat pesan Seno untuk tidak membersihkan ruangan bosnya itu saat Amisha sedang berada di dalam ruangan. Amisha sangat membenci itu. Jadi, Zain memutuskan untuk memastikan keberadaan Amisha terlebih dulu.

Zain mengetuk pintu beberapa kali. Tak ada sahutan. Ia mendorong daun pintu pelan dan melangkah masuk dengan hati-hati. Kekosongan dan kesunyian menyambut kehadiran Zain di ruangan itu. Ia melirik jam dinding. Pukul 8.17.

“Bukankah rumornya Amisha Harist adalah wanita yang sangat disiplin waktu? Kenapa dia belum muncul?” Zain bertanya heran.

Tatapan jeli Zain menyapu seisi ruang kerja Amisha. Alisnya terangkat saat melihat tas Amisha sudah teronggok manis di atas meja.

“Ah! Ternyata dia sudah datang, tapi … di mana dia?” 

Zain masih mempertanyakan keberadaan bosnya itu. Entah kenapa kecemasan menyergap hatinya. Membayangkan kemungkinan hal buruk telah menimpa Amisha. Bukankah kemarin malam hujan sangat deras? Zain masih ingat ia melihat sekilas wanita itu di jalanan, bermandikan derasnya hujan.

Jangan-jangan dia pingsan!

Zain berlari, menerobos masuk menuju lorong sempit. Lorong itu sepertinya mengarah pada toilet pribadi Amisha.

GREP!

Zain menangkap tubuh Amisha yang berjalan terhuyung sembari meraba dinding. Gadis itu tiba-tiba jatuh pingsan setelah keluar dari toilet. Zain mengangkat Amisha dalam gendongannya dan membaringkannya di atas sofa. Dirabanya kening Amisha.

Oh My God! Panas sekali!” Zain memekik pelan.

Saat membuka mata, Amisha mendapati dirinya berada di ruangan asing serba putih. Sesaat ia terlihat linglung.

“Di mana aku?” tanya Amisha, bingung. 

Aroma obat menusuk tajam indra penciuman Amisha. Ia pun menyadari bahwa dirinya sedang terbaring tak berdaya di atas ranjang sebuah rumah sakit. Rasa nyeri pada tangannya yang tertusuk jarum infus membuat Amisha meringis.

“Syukurlah Nona sudah sadar,” seru Gianna lega, menghampiri Amisha dengan sisa kecemasan yang masih melekat di wajahnya.

“Nona tadi pingsan. Untung ada Dede,” imbuh Gianna sambil memijat ringan lengan Amisha.

“Dede? Siapa dia?”

Amisha merasa asing dengan nama itu. Seingatnya, tidak ada karyawan perusahaannya yang bernama Dede. Bahkan, ia juga tidak memiliki kenalan dengan nama itu. Lalu, bagaimana lelaki itu bisa muncul tiba-tiba menjadi malaikat penolongnya?

Aku tidak hidup di negeri dongeng, ‘kan?’ tanya Amisha pada diri sendiri.

Andai ia benar-benar hidup di negeri dongeng, tentu ia akan sangat bahagia dapat bertemu dengan seorang pangeran berkuda putih, yang menyelamatkan nyawanya dan berakhir dengan kisah cinta seindah cerita Cinderella atau Putri Tidur, yang terjaga dari tidur panjangnya dan hidup kembali karena ciuman seorang pria.

Sayang, ia tidak hidup di negeri dongeng. Ia hidup di dunia nyata, yang penuh carut-marut dan kejam. Sebuah dunia di mana yang kuat menindas yang lemah. Yang baik dan jujur akan ditipu. Yang bijaksana akan binasa, dan yang berkuasa punya hak di atas segalanya untuk menyingkirkan siapa pun yang menjadi batu sandungannya.

Pun tak berbeda halnya dalam urusan cinta. Keluguan dan kesetiaan menjadi santapan empuk sang predator cinta, yang hanya memburu harta dan takhta. Wanita menjadi alat untuk memperebutkan keduanya. Sungguh menyedihkan!

Amisha memejamkan mata. Hatinya benar-benar miris, mengingat dirinya pernah menjadi objek seorang Kenzo demi mengincar sesuatu yang berlabel harta dan takhta itu.

“Nona! Nona baik-baik saja?” Gianna mengguncang lengan Amisha. Kekhawatirannya kembali meningkat.

“Aku belum mati, Bodoh!” umpat Amisha, kembali membuka mata.

“Aiyaaa … Nona membuatku hampir terkena serangan jantung!” Gianna terduduk lunglai di atas kursi, di samping ranjang Amisha.

“Bisa tidak kamu berhenti memanggilku, Nona? Atau memang hanya aku yang menganggapmu sebagai sahabat?” Amisha memalingkan muka, memasang wajah cemberut.

“Itu … aku selalu merasa sungkan.” Gianna mengaku jujur.

Gianna telah mengenal Amisha semenjak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Orang tua Gianna adalah pelayan setia keluarga Amisha. Sayangnya, mereka meninggal demi menyelamatkan Amisha dan Gianna saat terjadi peristiwa kebakaran puluhan tahun yang lalu. Saat itu Amisha dan Gianna masih duduk di kelas empat sekolah dasar.

Sejak saat itu, Gianna tinggal bersama Amisha dan menjadi tanggung jawab orang tua Amisha. Namun, Gianna sama sekali tidak melupakan statusnya. Meskipun ia mendapatkan fasilitas dan pendidikan yang sama dengan Amisha, ia tetap sadar diri bahwa ia hanyalah anak seorang pelayan. Gianna telah berjanji akan mendedikasikan hidupnya untuk keluarga Amisha.

“Ayolah, Gianna! Kamu tahu bagaimana watakku. Aku tidak peduli dengan semua status itu. Di mataku, semua manusia sama. Tuhan saja yang Maha Segalanya hanya membedakan manusia dari ketakwaannya, lalu kenapa aku yang bersifat fana ini harus memandang manusia dari status sosialnya? Kamu melukai harga diriku, Gianna!” Amisha mendengkus kesal.

“Maafkan aku, Nona … eh A–Amisha!” Gianna berkata gagap.

Lidah Gianna terasa kelu menyebut nama Amisha—teman sekaligus majikannya. Ia merasa bersalah karena selama ini ia seakan telah memberi jarak pada keakraban hubungan pertemanannya dengan Amisha. Di sisi lain, ia juga merasa tidak sopan jika hanya memanggil Amisha dengan nama.

“Nah, begitu dong … ‘kan lebih enak didengar!” puji Amisha, tersenyum senang. “Lagi pula, kita hanya berdua. Tidak ada yang mesti ditakutkan!”

Hati Gianna terasa nyaman melihat senyum tulus Amisha. Bagaimanapun, harus diakuinya bahwa keluarga Amisha memang tak pernah menilai dan memperlakukan orang lain dari status sosial mereka.

“Apa aku tidak diperhitungkan di sini?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 8

    Gianna dan Amisha saling lempar pandang, lalu serentak menoleh ke arah sumber suara yang menyela obrolan mereka.Seorang lelaki berpakaian seragam office boy datang menghampiri mereka sambil menenteng bingkisan berisi makanan dan minuman.“Dia Dede. Lelaki yang telah membawamu ke sini dalam gendongannya,” bisik Gianna di telinga Amisha.“Apa? Kamu pasti bercanda, ‘kan?” sergah Amisha, terperangah.Gelengan kepala Gianna membuat tatapan mata Amisha mendadak sayu. Ia merasa malu.“Aku membawa sesuatu. Nona Amisha dan Nona Gianna pasti lapar. Makanlah!” Dede mengeluarkan kotak makanan yang dibawanya da

    Last Updated : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 9

    Seminggu telah berlalu semenjak Amisha diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia telah kembali ke kesibukan semula. Berjibaku dengan waktu dan berkutat dengan setumpuk berkas serta seribu satu agenda pertemuan dengan rekan bisnis.Amisha ingin sekali bisa menendang Dede hengkang dari perusahaannya. Namun, kenyataan bahwa Dede bukanlah seorang office boy biasa seperti rekan-rekannya memaksa Amisha untuk tidak pernah menjalankan niat hatinya itu.Cara kerja Dede sungguh cekatan. Ia juga memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Tak jarang Dede ikut memberi masukan kepada Amisha saat ia merasa otaknya buntu, tidak mampu memikirkan solusi terhadap permasalahan perusahaannya. Meski Amisha tidak ingin mengakui itu di hadapan Dede, jauh di lubuk hatinya ia memuji cara pikir Dede. Amisha baru saja selesai menghadiri pertemuan dengan beberapa orang kolega. Ia kembali ke kantor membawa setumpuk lelah di kedua pundaknya.BRAK!Amisha mengempaskan berkas yang dibawanya ke atas meja dengan kasar, lal

    Last Updated : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 10

    “Tangkap!” seru Amisha, melemparkan sesuatu kepada Dede tatkala mereka tiba di pelataran parkir.Dede memperhatikan benda yang dilempar Amisha dan kini berada dalam genggaman tangannya. Sebuah kunci mobil. Ia menatap Amisha dengan sorot mata penuh tanya.“Jangan bilang kamu tidak bisa menyetir mobil!” ujar Amisha, dingin.“Oh! Oke!”Buru-buru Dede menyusul Amisha yang sudah berjalan menuju mobil. Dede membukakan pintu untuk Amisha.Amisha mengenyakkan pantat di jok belakang dan menyandarkan kepala dengan santai. Sungguh hari yang sangat melelahkan. Ia harus menahan hati, bertemu dengan kolega yang menyebalkan dan haus akan pujian, sebelum akhirnya bersedia menandatangani kontrak kerja sama.

    Last Updated : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 11

    Amisha tak pernah menyangka akan ada hari untuknya bertemu lagi dengan Kenzo. Seseorang yang ingin dihindarinya seumur hidup. Lelaki yang telah memperkenalkannya pada indahnya cinta sekaligus menorehkan jejak luka yang mendalam di relung hatinya.Masih terbayang jelas pengkhianatan Kenzo bertahun-tahun silam. Juga senyum mencemooh yang baru saja dipertontonkan lelaki itu dengan pongah bersama perempuan jalang simpanannya. Perempuan yang tak memiliki rasa empati sedikit pun terhadap sesama wanita.Luka lama Amisha seakan berdarah kembali. Namun, air matanya tak lagi tersisa untuk menangisi semua kepedihan itu. Air matanya telah terkuras habis bersama derasnya hujan di malam itu. Malam ketika terik kehampaan membakar hangus keyakinannya akan adanya cinta suci di hamparan bumi ini.Dede berulang kali melirik Amisha dar

    Last Updated : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 12

    Kacamata hitam di tangan Amisha jatuh ketika tahu-tahu Dede sudah berdiri di depannya, menghidangkan secangkir cappuccino.Amisha mendongak. Pandangan mata kagetnya bersirobok dengan tatapan tajam Dede. Sesaat Amisha membatu kaku.Di usianya yang menjelang kepala tiga, untuk pertama kalinya seorang lelaki yang bukan keluarga dan orang terdekatnya melihatnya tanpa kacamata, mempertontonkan bentuk asli kedua netranya.‘Oh My God! Manik mata itu sungguh indah luar biasa!’ Dede berseru takjub dalam hati.Malam itu ia telah terpesona dengan kecantikan Amisha tanpa kacamata. Kini, dalam jarak yang begitu dekat ia seakan terbius oleh sepasang iris merah jambu keunguan, menatapnya dengan panca

    Last Updated : 2024-05-17
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 13

    “Apa? Mama diopname karena serangan jantung?” Amisha terlonjak kaget dari tempat duduknya.“Iya, Misha.” Suara berwibawa papanya menyahut lesu dari seberang telepon.“Kenapa bisa begitu, Pa?” tanya Amisha sedih.“Belakangan ini mamamu selalu memikirkan tentang pernikahanmu. Darah tingginya kambuh gara-gara stres.”“Maafkan aku, Pa.” Amisha merasa bersalah.Andai cinta suci dapat ia temukan di pasar loak, mungkin telah lama ia mencarinya di sana. Tak masalah ia bukan yang pertama. Selama ia menjadi pemilik terakhir, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia. Bukankah cinta terakhir hanya akan terpisahkan oleh kematian?“Sayang, papa sangat berharap kamu bisa menjenguk mam

    Last Updated : 2024-05-17
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 14

    Amisha mengira Dede akan dengan senang hati menyetujui kontrak yang ditawarkannya. Mengingat ia sudah sangat royal memberikan kompensasi sepuluh kali lipat dari gajinya sebagai office boy, ditambah dengan beragam fasilitas mewah lainnya selama ia menjadi tunangan kontrak. Ia benar-benar tak menduga jika lelaki itu akan jual mahal dan mencoba bernegosiasi dengannya.‘Apa dia tidak takut dipecat?’ pikir Amisha, semakin heran dengan sosok Dede.“Terserah Nona kalau memang Nona keberatan. Aku hanya mencoba menciptakan suasana kerja yang nyaman untukku, supaya aku bisa menjalankan peranku dengan baik. Hak Nona untuk menolak persyaratanku, tapi jika mau Nona seperti itu, maaf, aku tidak bisa membantu Nona.”Selesai berkata begitu Dede b

    Last Updated : 2024-05-17
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 15

    Begitu menginjakkan kaki di Bandar Udara Heathrow, Amisha disambut langit musim semi Kota London yang berwarna biru cerah. Rasa lelah setelah melakukan perjalanan hampir dua puluh empat jam penerbangan ditambah dengan dua kali transit seakan lenyap seketika.Seorang lelaki muda dan sebuah mobil BMW i8 warna silver telah menanti kedatangan Amisha begitu ia keluar dari pintu bandara. Lelaki itu berlari menyongsong Amisha dan mengambil alih koper di tangannya.Amisha masuk ke mobil tanpa menunggu lelaki itu membukakan pintu untuknya. Sementara Dede masih menyimpan kopernya di bagasi bersama sang sopir.“Are you going to visit your mom right away, Miss Harist?” tanya si sopir, melirik Amisha dari kaca spion beberapa menit kemudian.

    Last Updated : 2024-05-17

Latest chapter

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 236

    “Pak, Tunggu!” teriak seseorang, menghentikan langkah Zain yang hendak memasuki lobi kantornya.Ia memang selalu melewati lobi untuk menuju ruang kerjanya jika tidak sedang dalam kondisi terburu-buru atau sedang ingin menghindari sesuatu.Ia sengaja membudayakan kebiasaan itu agar bisa menyapa para karyawan yang ditemuinya, sebagai bentuk apresiasi atas kedisiplinan mereka untuk selalu hadir tepat waktu.Kebiasaan sepele itu cukup ampuh untuk meningkatkan hubungan baik antara atasan dan bawahan. Mengendurkan kekakuan hubungan yang sudah sangat lazim di kalangan pekerja dan bosnya. Selain itu, keramahan seorang atasan juga mampu menyuntikkan semangat kerja pada karyawannya. Ya, hal positif juga akan memberikan dampak positif. Kebaikan itu menyebar lebih cepat dari yang dapat diperkirakan.Zain menoleh ke belakang. Sepasang netra gelapnya langsung mengenali sosok lelaki yang berjalan terburu-buru menyusulnya. Wajah lelaki itu tampak pucat dengan ker

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 235

    “Pelan-pelan dong … sakit!” rungut Amisha, sedikit menjauh dari Zain sambil meringis.“Iya. Maaf! Ini sudah pelan,” sahut Zain, memperlambat gerakannya. Bagaimanapun, ia tak pernah berniat untuk menyakiti Amisha.Ia seorang pria tulen. Tentu saja setiap gerakan tangan ataupun langkah kakinya tak segemulai wanita.“Bagaimana? Kau suka?” tanya Zain, menatap mata Amisha yang memantul dari cermin.Ia baru saja membantu Amisha menyisir rambut panjangnya usai mandi dan mengenakan pakaian. Ia menjalinnya dengan mencontoh gaya rambut yang belakangan ini sering dipelajarinya dari tutorial tata cara menata rambut panjang di channel y*u*u*e.Hampir satu jam ia menghabiskan waktu berkutat dengan perjuangannya. Untung Amisha sedang ingin bermanja-manja dengannya. Kalau tidak, mungkin ia tidak akan mau menjadi kelinci percobaan Zain.“Lumayan rapi. Suka kok, tapi tadi kamu menariknya terlalu kuat. Rasanya sakit sekali,” aku Amisha jujur, terus

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 234

    “Jadi, yang meninggal itu si penjaga makam?” tanya Yoshi dengan nada prihatin begitu Zain selesai menjabarkan kronologis kejadian yang berhubungan dengan dirinya.Zain menggeleng lemah dengan kepala tertunduk lesu. Membuat semua yang mendengar ceritanya saling lempar pandang dengan tatapan heran.“Terus siapa?” Gianna ikut penasaran.Lagi-lagi Zain menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan kencang, seolah-olah ia ingin melonggarkan impitan beban dari dadanya.“Aku juga tidak mengenalnya, tapi menurut pihak kepolisian dia adik ipar si penjaga makam,” sahut Zain lirih.Ketiga orang yang menanti jawabannya kembali ternganga. Mereka ikut merasakan kesedihan si penjaga makam.“Kasihan sekali lelaki itu,” gumam Gianna tanpa sadar.“Ajal memang tak bisa ditebak. Semua nyawa makhluk di muka bumi ini milik Allah semata. Dan Dia berhak mengambilnya kapan saja tanpa bisa ditunda barang sedetikpun,” jelas Zain.Amis

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 233

    Amisha masih mengulurkan tangannya untuk meraih kain putih di hadapannya. Getaran jari-jarinya makin kentara. Sejenak ia memejamkan mata, sekuat hati memberanikan diri untuk menyibak kain penutup sosok yang sedang terbujur kaku.Perlahan helai demi helai rambut hitam menyembul dari ujung kain yang mulai tersibak. Menambah berat beban emosi yang mengimpit dada Amisha. Rasa sedih, rasa kehilangan dan ketakutan menyatu dalam kalbu. Namun, semua rasa itu terkalahkan oleh rasa penasaran yang menggelayuti hatinya.Detak jantung Amisha makin berpacu kala puncak kening yang berlumuran darah mulai mengintip dari ujung Kain. Gianna dan Yoshi bahkan ikut menarik napas dalam saking deg-degannya mereka menanti apa yang akan terpampang di depan mata mereka.“Amisha!” teriak seseorang, berseru lantang menghentikan gerakan tangan Amisha.“Suara itu ….” Sesaat Amisha tercekat mendengar suara yang menyerukan namanya. Ia merasa sangat mengenal suara itu.Ta

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 232

    “Amisha ada di ruangannya sekarang?” tanya Yoshi, tanpa tedeng aling-aling dari seberang telepon begitu Gianna mengangkat panggilannya.Pandangan mata Gianna segera bergerak menembus dinding kaca yang memisahkan ruangannya dan ruang kerja Amisha. Tampak Amisha sedang sibuk dengan dokumen-dokumennya.“Ada. Kenapa?” Gianna balik bertanya dengan dada yang tiba-tiba berdebar tidak enak.“Baguslah. Jauhkan dia dari semua akses berita,” perintah Yoshi, tanpa menjawab pertanyaan Gianna.“Beritahu aku alasannya!” Nada bicara Gianna sedikit meninggi, merasa agak kesal lantaran Yoshi mengabaikan pertanyaannya.“Aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya sekarang. Lakukan saja perintahku! Aku harus segera pergi,” sergah Yoshi, dengan nada tegas. Terdengar jelas bahwa ia sedang terburu-buru. Terlebih lagi setelah ia memutuskan sambungan telepon tanpa menanti respons dari Gianna.Gianna mengernyit memandangi ponsel di tangannya.“Ada

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 231

    “Yaaah … hujannya makin deras,” keluh Amisha, mengintip dari balik tirai jendela kamar.“Kenapa memangnya? ‘Kan malah bagus! Jadi lebih adem,” sahut Zain, berjalan menghampiri Amisha dan berdiri tepat di belakangnya. Ia ikut mengintip keluar melewati pundak Amisha. Tangan kanannya bertengger manis di pinggul istrinya.“Tapi, aku pengin menyaksikan bintang-bintang,” rengek Amisha, bersandar manja di dada Zain.Tangan kanannya bergelayut pada tengkuk sang suami. Sementara pandangan matanya berusaha menembus kaca jendela yang berembun.“Hem … bintang ya?” tanya Zain, berbisik lirih di telinga Amisha. Amisha mengangguk.“Kita bisa menghadirkan ribuan, bahkan jutaan bintang dengan cara kita,” bisik Zain lagi dengan nada menggoda, menggigit pelan daun telinga Amisha.“Ish! Geli tahu!” protes Amisha seraya mendorong mundur wajah Zain dari telinganya. Zain terkekeh pelan.“Sengaja!” sahutnya, mendekatkan kembali wajahnya ke teli

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 230

    Gianna melangkah gontai memasuki lift apartemennya. Menyelesaikan tumpukan tugas yang menggunung seharian penuh di kantor benar-benar menguras tenaga. Ia merasa sangat lelah. Satu-satunya keinginannya saat ini hanyalah menikmati berendam diri dalam air hangat sembari menghirup wanginya aroma terapi.“Tunggu!” Pintu lift yang akan segera menutup tiba-tiba ditahan oleh sepasang tangan.HAH!Gianna terperangah ketika mengenali wajah sang penahan pintu lift.“Sonny? Kok kamu ke sini?” tanya Gianna, tanpa membalas senyuman manis Sonny.Ia menggeser posisi berdirinya sedikit ke kanan agar tercipta cukup jarak antara dirinya dan Sonny yang berdiri di sebelah kirinya.Sonny tak merespons pertanyaan heran Gianna. Ia hanya tersenyum misterius sembari membungkuk hendak memencet tombol lift. Di saat bersamaan, Gianna juga bergerak ingin menekan tombol dengan angka yang sama. Tanpa sengaja jari mereka menyatu.Baik Sonny maupun Giann

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 229

    Belakangan ini cuaca Jakarta sangat tak menentu. Terkadang panas, lalu mendadak hujan dalam sekejap. Tak ingin terjebak pergantian cuaca yang sulit diprediksi, Amisha dan Gianna memutuskan untuk menikmati makan siang di kantin kantor daripada pergi ke kafe terdekat.Mereka memilih duduk di meja pojok agar tidak terlalu mencolok dan menarik perhatian karyawan lainnya yang juga bersantap siang di kantin itu.“Kamu kencan sama Yosh, Gi?” tanya Amisha, menyesap jus naga merah dengan pipet yang terselip di antara jari-jari lentiknya.UHUK!Gianna yang tengah menyeruput jus jeruknya terbatuk kecil mendengar pertanyaan Amisha yang tak terduga. Ia menatap Amisha dengan mata membulat sempurna lantaran kaget.“Aiyyaaa … siapa bilang? Jangan suka asal menyimpulkan deh!” rungut Gianna, sedikit kesal.Ia tak habis pikir mengapa Amisha sampai menafsirkan hubungannya dengan Yoshi sejauh itu. Mukanya mengeras ketika kemungkinan Yoshi yang mengak

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 228

    Waktu bergulir bagai mata air yang terus mengalir. Dua minggu paska Gianna dirawat di rumah sakit, hubungan Sonny dan Gianna tampak semakin akrab. Melihat itu, Yoshi seperti kebakaran jenggot karena merasa kalah start. Ia pun makin mempergencar serangan pendekatannya pada Gianna.“Hai!” sapa Yoshi begitu tiba di hadapan meja kerja Gianna. Ia masuk tanpa mengetuk pintu.Gianna mendongak dengan sorot mata dingin, menunjukkan ketidaksenangannya akan kebiasaan Yoshi yang masuk tanpa permisi.“Kebiasaan jelek dipelihara. Ketuk pintu dulu kenapa!” ketus Gianna, bersungut-sungut.“Sengaja. Surprise!” kilah Yoshi, dengan nada berkelakar.“Maksud kamu, kamu sengaja ingin membuatku terkena serangan jantung?” semprot Gianna, dengan nada sewot. Baginya kelakar Yoshi tidak lucu sama sekali. Malah ia sangat membenci itu.“Ya ampun, Gianna! Mana mungkin aku berniat begitu. Tuduhanmu terasa sangat menyakitkan di hatiku,” bantah Yoshi, sedikit le

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status