“Tok,,,, tok,,,, tok,”
Aku mengetuk pintu kamar tuan Roy, mencoba untuk membangunkannya.
“Krieeett,,,,”
Suara pintu terbuka, hatiku berdegup kencang seakan belum siap melihat ketampanannya.
“Iya, Yonna. Ada apa?” Tanyanya yang saat itu sudah berdiri di depanku.
“Emm,,, Tuan saya sudah siapkan makanan untuk malam ini,”
“Oh, ya? Kamu sudah memberi tahu, Rey?”
“Sudah, Tuan. Sekarang tuan Rey sedang menunggu tuan di meja makan.”
“Wah! Aku keduluan , nih,” ucapnya sambil bergegas menutup pintu kamar dan berlari ke meja makan.
“Hati-hati, Tuan!” Seruku ketika melihatnya berlari.
Sesampainya di meja makan.
“Wah, sudah duluan aja, nih.” Ujar Roy.
“Abang lama, sih. Aku dari tadi sudah nungguin disini,”
Roy menyerngitkan dahinya. “Nungguin? Kok itu Abang lihat sudah habis banyak, ya.” Ledeknya ketika melihat makanan Rey tinggal sedikit.
“Hehehe, abis makanan ini enak semua, Bang. Aku tidak bisa menahan lidahku,”
Roy tertawa mendengar jawaban adiknya yang terdengar konyol itu. “Hahaha, ada-ada saja kamu.”
“Yeee,,, kalau tidak percaya, cobain sendiri deh, Bang.”
Roy mengangkat sedikit bahunya. “Emm,,, oke, Abang coba sekarang.”
Roy mengambil makanan favoritnya yaitu sayur capcai, tanpa nasi ia langsung mencicipi sayur tersebut, ingin membuktikan apa yang dikatakan Rey padanya.
Matanya membulat setelah mencicipi sayur tersebut. “Wah! Enak sekali! Pintar masak juga ya si Yonna.” Seru Roy.
“Nah kan, apa aku bilang,” ucap Rey.
“Iya, iya kamu benar. Udah ah! Lanjutin makan sana.” Ujar Roy merasa sedikit malu pada adiknya itu.
Rey membalasnya dengan tertawa mengejek. “hahaha,”
Roy asyik menikmati makanan yang tersedia di atas meja tersebut, tiba-tiba ia berhenti dan bertanya. “Rey, si Yonna sudah makan?”
Rey yang saat itu sedang asyik makan pun terhenti mendengar pertanyaan abangnya tersebut. “Oh iya ya, Bang. Aku tidak tau.”
“Kamu panggil sana, Rey. Ajak makan bareng saja.”
“Baiklah, Bang,” tanpa berlama-lama Rey langsung menuju kamar Yonna.
“Tok,,,, tok,,,, tok,,,”
Mendengar ketukan pintu itu aku yang sedang menidurkan Daffa, langsung menjawab. “Iya, tunggu sebentar.”
“Yonna, kamu sudah makan?” Tanya Rey tanpa menunggu aku membuka pintu terlebih dahulu.
“Krieeettt,,,,”
“Eh, Tuan Rey. Ada apa, Tuan?” Tanyaku berpura-pura tidak mendengar perkataannya tadi.
“Kamu sudah makan?”
“Belum, Tuan.”
“Kebetulan kalau begitu, Abangku mengajakmu untuk makan bareng.”
Aku terbelalak mendengar ucapannya. “Akh, tidak usah, Tuan. Nanti saya makan sendiri saja dibelakang.”
“Sudah, tidak apa-apa, jangan merasa sungkan,”
“Tidak usah, Tuan. Saya makan nanti saja, setelah menidurkan anak saya,” ujarku beralasan.
“Anakmu belum tidur? Kalau begitu bawa saja, nanti aku yang jagain.”
Aku mencoba menolaknya dengan berbagai alasan. “Tidak usah, Tuan. Saya takut nanti Daffa rewel dan mengganggu kalian makan.”
“Sudah tidak apa-apa. Mana Daffa? Sini berikan padaku.” Ucapnya sedikit memaksaku.
Aku tidak dapat mengelak lagi, dengan berat hati aku memberikan Daffa dan menuju meja makan. Terlihat di sana tuan Roy sudah menunggu Kedatanganku.
“Yonna, sini makan bareng!” Serunya ketika melihatku berjalan mendekat.
Aku mengangguk malu. “Iya, Tuan. Terima kasih.”
“Jangan malu-malu. Saya sudah menganggapnya seperti keluarga saya sendiri.” Ujarnya sembari memberikan piring dan menyendokkan nasi ke piringku.
Melihat perlakuannya yang sangat manis aku langsung salah tingkah. “Ehh,,, Tuan! Biarkan saya sendiri saja!” Seruku.
Tuan Roy menatapku. “Kenapa? Sudah tidak apa-apa.”
Aku tidak dapat mencegahnya, aku hanya terdiam di kursi sambil memandangi piringku yang di isinya berbagai makanan.
“Sudah cukup, Tuan. Itu terlalu banyak untukku,”
“Sudah, Yonna. Tidak apa-apa kamu harus makan yang banyak,” sambung tuan Rey yang saat itu tengah menggendong Daffa di belakangku.
Tuan Roy menyodorkan nasi dengan berbagai lauk yang telah ia ambilkan untukku. “Ini, kamu habiskan, ya?”
Mataku melotot. “Sebanyak ini, Tuan? Aku tidak sanggup.”
Tuan Roy tersenyum mendengar perkataanku. “Sudah, Makan saja.”
Dengan malu-malu aku menyuapkan nasi ke dalam mulutku, tanganku sedikit gemetaran. Ternyata tuan Roy mengetahui hal itu.
“Yonna, kamu baik-baik saja, kan? Kenapa tangan kamu gemetaran?” Tanyanya dengan wajah yang terlihat khawatir.
“Aaam,,, tidak apa-apa, Tuan.”
“Jangan bohong, Yonna.” Ucapnya sambil meraih tanganku.
Jantungku berhenti berdetak saat itu juga, darahku mengalir deras. Dengan cepat aku menarik kembali tanganku. “akh! Ak,,,, aku tidak apa-apa, Tuan.” Jawabku dengan nada yang terbata-bata
Tuan Roy menatap ku dengan tajam, ia seperti sedang membaca pikiranku saat ini.
“Apa kamu malu? Sudah jangan malu, santai saja,”
Ucapannya seakan menampar wajahku. Aku menunduk. “Tidak, Tuan. Aku tidak malu, aku hanya merasa sedikit kedinginan,” ucapku terpaksa berbohong.
“Kedinginan? Disini tidak ada AC.” Jawabnya sambil memperhatikan ruangan di sekitar meja makan tersebut.
Aku hanya diam tidak menjawab, aku mempercepat suapanku agar dapat pergi lebih cepat dari situ.
Ku pandangi wajah Daffa anakku yang sedang tertidur lelap, tampak jelas wajah yang sangat mirip dengan ayahnya. Sekilas aku benci namun, terpikir lagi olehku bahwa Daffa adalah hartaku satu-satunya.“Jadi anak pintar ya, Sayang. Ibu akan melakukan apapun demi membuatmu bahagia.” Bisikku di telinga Daffa yang sedang tertidur lelap.Aku tidak tau perjuanganku sampai dimana, yang aku tau hanya bekerja siang dan malam demi hidup kami berdua.Baru saja aku memejamkan mata tiba-tiba. “Tok,,, tok,,, tok,” suara ketukan pintu terdengar sangat nyaring dari luar.“Yonna, apa kamu sudah tidur?” Suara yang tidak asing di dengar.“Tuan Roy. Ada apa, Tuan?” Tanyaku ketika membuka pintu, mendapati tuan Roy yang sudah berada di depan pintu kamarku.“Eh, belum tidur? Emm,,,, maaf mengganggu, Yon. Bisa tolong buatkan saya kopi?”“Kopi? Bukankah ini sudah malam, Tuan? Setau saya
“Ada apa, Tuan? Sepertinya Tuan Rey bingung.”“Iya saya bingung, Soalnya Abang saya baru kali ini mau minum kopi.”Mataku langsung membulat. “Jadi selama ini Tuan Roy, tidak pernah minum kopi?”“Emm,,,, bukan, bukan itu maksud saya, Yon. Dia sedikit trauma dengan kopi.”Aku semakin bingung. “Maksud Tuan?”“Akh, sudah lupakan. Apa kopinya sudah siap?”“Sudah, Tuan.”“Biar saya saja yang mengantarnya.”“Tapi, Tuan,”“Sudah, tidak apa-apa. Kamu kembali saja ke kamar,”“Kalau begitu baiklah, Tuan.”“Sudah kamu beri gula?”Aku terkejut mendengar pertanyaan Tuan Rey yang terakhir.“Su,,,, sudah, Tuan.”“Oh, saya kira belum. Soalnya dia trauma Pahit.”Aku langsung terkejut seketika, teringat kesalahan yang baru saja aku l
Pagi ini aku sengaja membawa Daffa anakku untuk melihat-lihat taman di depan rumah, setelah menyelesaikan pekerjaan dan memandikan Daffa, aku bersiap-siap untuk mengajarinya berjalan. Tidak terasa umur Daffa sekarang sudah masuk satu tahun, ia sudah bisa berjalan walaupun masih tertatih-tatih.“Sayang, Sini.” Seruku pada Daffa, aku meletakkannya sedikit jauh dariku, dan menyuruhnya untuk berjalan mendekat.Dengan langkah yang sedikit gemetaran, Daffa mendekatiku, selangkah, dua langkah dan akhirnya ia sampai di pelukanku.“Anak ibu sangat pintar!” Teriakku ketika melihatnya berhasil mendekatiku tanpa terjatuh.Daffa tertawa bahagia melihatku, walaupun aku tidak mengerti apakah dia senang atau hanya merasa lucu ketika mendengar teriakanku.Tanpa aku sadari, Tuan Rey memperhatikanku dari kejauhan. Ketika aku melihat ke samping ia tersenyum kepadaku.“Daffa, sini sama, Om!” Teriaknya dari kejauhan.&ld
“Daffa, Sayang. Kamu ganteng banget sih,” ujar Roy.“Haha, iya dong, Om Roy.” Jawab Rey, kala itu sedang menggendong Daffa di dalam mobil.Daffa yang tidak mengerti apa-apa itu terlihat mengemut salah satu jarinya.“Eh, sayang. Jangan di makan jarinya.” Ujar Rey ketika mengetahui Daffa mengemut salah satu jarinya.Roy sedikit terkejut. “Kenapa, Rey?”Menunjukkan tangan Daffa yang basah karena air liur. “Lihat, Bang.”Roy hanya tertawa. “Ohh,, hahaha. Biasalah anak kecil,”“Emm,,,, apa dia haus ya, Bang?”Roy mengangguk. “Mungkin, Rey. Coba kamu berikan susu yang sudah disiapkan oleh Yonna tadi,”Tanpa menunggu lama Rey langsung mengeluarkan susu dari dalam tas yang sudah di siapkan Yonna.Rey memberikan botol susu itu pada Daffa. “Ini, Sayang.”Daffa langsung meminum susu tersebut. Tidak butuh waktu l
“Rey, Rey! Lihat, Daffa sudah bangun. Sekarang saatnya kita ajak dia bermain,”“Wah sini, Bang. Biarkan aku saja yang menggendongnya.”Roy memerikan Daffa pada Rey. “Hati-hati, Rey.”“Sudah, tenang saja.”Terlihat Daffa sangat senang, ketika Rey dan Roy mengajaknya menaiki wahana permainan, sudah seperti dua ayah dan satu anak.Tiba-tiba Daffa menangis, ternyata ia lapar Rey dan Roy sangat kebingungan. Di saat kepanikan mulai melanda, Rey teringat akan makanan yang dibawakan oleh Yonna di dalam tas tadi.“Bang, aku baru ingat! Yonna memberikan makanan di dalam tas,”“Di dalam tas? Bukankah tas itu di dalam mobil?”“Iya, Bang. Di dalam mobil, akan aku ambil sekarang.”“Eh, biarkan saja di mobil. Kita akan pulang.”“Pulang?“Iya pulang, sudah sore juga, Rey. Nanti kita mampir ke toko baju khusus anak-an
Aku melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan rumah, segera aku berlari menghampiri mobil tersebut, ketika aku menuruni tangga, tanpa hati-hati aku terpeleset dan terjatuh. Akibatnya aku berjalan pincang.“Yonna, sini keluar.” Teriak Tuan Rey dari luar.Aku mempercepat langkah kakiku. “Iya, Tuan.”Dengan kaki terpincang-pincang aku menghampiri mereka berdua.Ternyata dari kejauhan, Tuan Roy melihat aku berjalan dengan kaki yang pincang, ia lantas bertanya dengan raut wajah yang khawatir.“Yonna, kaki kamu kenapa?”Aku berusaha menyembunyikan rasa sakit yang ku rasakan. “Oh, tidak apa-apa, Tuan. Hanya keseleo sedikit saja,”“Mana, coba saya lihat.”“Sungguh tidak apa-apa, Tuan. Ini hanya sebentar, nanti juga sembuh lagi, Tuan.”Tanpa mendengarkan perkataan ku, Tuan Roy langsung menurunkan badannya dan memegang kakiku. Aku terdiam kaku melihat perl
“Yonna! Awas!”Tanpa sadar aku terjatuh, dan kali ini aku benar-benar tidak kuat lagi untuk berjalan. Tuan Roy langsung menjatuhkan barang-barang yang ia bawa, ia menggendongku lagi, kali ini aku tidak menolak, aku benar-benar pasrah karena, kakiku ini benar-benar sakit sekali.“Bang!”“Sudah diam!”Terdengar jelas di telingaku Tuan Roy membentak adiknya sendiri yaitu Tuan Rey.“Kamu jangan banyak bicara, Rey. Yonna ini sakit! Apa kamu tega melihat dia seperti ini, kamu lihat Kakinya!”Tuan Roy tanpa ragu menunjukkan kakiku yang telah membiru.“Baiklah, Bang. Terserah Abang saja,”Setelah berkata seperti itu, Tuan Rey langsung masuk ke kamarku dan meletakkan Daffa di atas tempat tidur. Dan ia berlalu begitu saja tanpa memperdulikan kami.“Rey!” Dengan emosi Tuan Roy memanggil Rey yang seakan tak peduli.“Urus saja dia, Bang!”
Di tengah-tengah adegan tersebut, tiba-tiba Tuan Roy menghampiri dan bertanya seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat.“Apa yang kalian lakukan?”Tuan Rey langsung tersentak, tak terkecuali denganku, mendengar suaranya aku langsung menarik kakiku yang saat itu masih di obati oleh Tuan Rey.“Aaa,,,,, ammm,,,, aku, aku sedang melihat kaki Yonna, Bang. Aku,,,, aku kasihan melihatnya.”Tuan Roy menyerngitkan dahinya. “Loh, bukankah semalam kamu tidak perduli?”“Ak,,,, aku baru lihat kalau ternyata benar-benar bengkak,”Aku tidak berani berkata sepatah kata pun, aku hanya terdiam di sudut meja dapur.“Yonna,”Aku tak berani menatap wajah Tuan Roy yang memanggilku. “Iya, Tuan.”“Bagaimana kakimu? Masih sakit?”“Ma,,,, masih, Tuan.”“Mana, coba saya lihat,”“Tidak usah, Tuan. Sudah tidak apa