Malam harinya, tuan Rey pulang ke rumah dan membawa sebuah kursi roda untuk anak kecil.
“Yonna,” panggilnya.
Aku yang sedang berada di dalam kamar langsung bergegas keluar. “Iya, Tuan.”
“Kesini, sebentar.”
“Ada apa, Tuan?”
Dia menyodorkan sebuah kotak besar padaku. “Ini, ambil untuk anakmu.”
Aku menatap kotak besar itu dan bertanya. “Apa ini?”
“Buka saja.”
Tanpa menunggu lama aku langsung membuka kotak besar itu, agak susah. Ketika melihat isinya aku langsung terkejut.
“Ini untuk anak saya, Tuan?”
“Iya, itu untuk anakmu, agar kamu lebih mudah untuk bekerja.”
“Terima kasih, Tuan Rey.”
“Sama-sama. Emmm,,,, apa Abang saya sudah pulang?”
“Sudah, Tuan. Itu di dalam kamar.”
“Ohh,,,, yasudah kamu boleh pergi. Saya mau menemui Abang saya dulu.”
“Baik, Tuan. Sekali lagi terima kasih.”
Aku tidak langsung pergi, aku melihat tuan Rey dari belakang, “baik sekali.” Gumamku dalam hati.
Ketika aku sampai di dalam kamar, aku lupa. Daffa masih bersama dengan tuan Roy. Aku pun keluar dan langsung menuju kamar tuan Roy. Tiba di depan pintu kamar tak sengaja aku mendengar percakapan mereka berdua.
“Bang, anak siapa ini?”
“Ini anak, Yonna. Kenapa?”
“Hah! Berarti kamu sudah tau?”
“Tau apa, Rey?”
“Tau kalau Yonna sudah punya anak.”
“Hem, aku tau.”
“Maaf, Bang. Aku tidak bermaksud membawanya kesini namun, karena dia menceritakan semua yang dia alami, aku merasa kasihan.”
Roy mengangguk, “Sudah, tidak apa-apa. Awalnya aku juga tidak setuju karena, ia membawa seorang anak tetapi, setelah mengetahui hal yang sebenarnya, aku merasa kasihan.”
“Jadi dia sudah cerita?” Tanya Rey terkejut.
“Iya, dia sudah mengatakan yang sebenarnya.”
Rey terdiam, ia memperhatikan abangnya asyik menimang anak Yonna.
“Lihat anak ini, lucu sekali.” Ujar Roy.
Rey merasa terpancing untuk menggendongnya.
“Berikan padaku, Bang.”
Roy terkejut. “ Bukankah, kamu tidak suka anak kecil?”
“Entahlah, tetapi anak ini begitu lucu. Aku tertarik ingin menggendongnya.”
“Baiklah, ini. Awas hati-hati.” Ujar Roy saat memberikan Daffa pada Rey.
Rey tampak senang, baru kali ini ia menggendong anak kecil. “Bang, dia lucu sekali. Akan aku bawa ke kamarku.”
Roy melotot sekakan tak percaya. “Ha,,,, kamu mau membawanya ke kamarmu?”
Rey mengangguk dan tersenyum ke arah Daffa. “Iya, Bang. Coba lihat! Dia tidak menangis saat aku gendong.”
“Hahaha, yasudah kamu bawa saja, tetapi hati-hati. Nanti kalau dia menangis, langsung berikan pada Yonna.” Jelas Roy, langsung membiarkan Rey pergi.
Mendengar percakapan itu Yonna sangat bahagia, hampir saja ia menangis.
Tiba-tiba, “Kriettttt,,,,”
Rey sangat terkejut ketika membuka pintu ada Yonna di depannya.
“eh,,,, kamu, Yonna. Ngagetin saja.”
“Ma,,,, maaf, Tuan. Saya hanya ingin mengambil, anak saya.”
Rey melihat wajah Daffa. “Emm,,,, nanti saja, ya. Aku masih ingin bermain dengannya. Nanti kalau dia menangis, langsung aku berikan padamu.”
Aku tersenyum mendengarnya. “Baiklah, Tuan. Kalau begitu saya titip dia, Ya.”
“Baik. Oh iya, siapa nama anakmu ini?”
“Namanya Daffa, Tuan.”
“Ohh,,,, oke. Ayo Daffa ikut sama, Om.” Ucap tuan Rey pada Daffa.
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, hatiku sangat bahagia saat ini.
Aku pergi ke dapur untuk membuatkan makan malam, tidak lupa juga aku membuatkan susu untuk Daffa.
Hampir satu jam lebih aku di dapur namun, tidak sekalipun aku mendengar Daffa menangis. Aku membawa sebotol susu dan pergi ke kamar tuan Rey.
Belum sampai aku ke kamarnya, ternyata tuan Rey sudah lebih dulu menemui aku di dapur dengan Rey di gendongannya.
“Eh, Tuan. Baru saja saya mau ke kamar, Tuan untuk memberikan susu ini untuk Daffa. Kenapa, Tuan kemari? Anak saya rewel ya, Tuan,” tanyaku merasa tidak enak.
“Ah tidak, dia tidak menangis. Memangnya kamu ada mendengar Daffa menangis?”
Mendengar pertanyaannya aku menggelengkan kepala. “Tidak, Tuan.”
“Nah, tidak kan. Hemm,,,, aku kesini karena mencium bau masakan. Aku lapar.”
Mataku membulat. “Oh iya, Tuan. Saya hampir lupa, saya sudah siapkan makanan untuk, Tuan Rey dan tuan Roy.”
Tuan Rey mendekati meja makan. “Kamu masak apa?”
“Silahkan di lihat saja, Tuan.”
“Hem,,,, dari baunya, sepertinya sangat enak.”
Aku tersenyum malu. “Kalau begitu, Tuan silahkan makan, saya akan panggilkan tuan Roy.”
“Baiklah.”
Mataku tertuju pada Daffa yang berada di dalam dekapannya. “Berikan Daffa padaku, Tuan. Saya takut nanti dia mengganggu, Tuan makan,” pintaku sambil mengulurkan kedua tangan.
“baiklah.” Ucapnya sambil memberikan Daffa padaku.
Aku memberikan susu yang telah aku buat untuk Daffa, ia langsung meminumnya dengan cepat, kelihatan sangat haus setelah beberapa jam aku tinggal.
"Haus ya, Sayang," ucapku pada Daffa yang belum mengerti apa-apa ini.
“Tok,,,, tok,,,, tok,”Aku mengetuk pintu kamar tuan Roy, mencoba untuk membangunkannya.“Krieeett,,,,”Suara pintu terbuka, hatiku berdegup kencang seakan belum siap melihat ketampanannya.“Iya, Yonna. Ada apa?” Tanyanya yang saat itu sudah berdiri di depanku.“Emm,,, Tuan saya sudah siapkan makanan untuk malam ini,”“Oh, ya? Kamu sudah memberi tahu, Rey?”“Sudah, Tuan. Sekarang tuan Rey sedang menunggu tuan di meja makan.”“Wah! Aku keduluan , nih,” ucapnya sambil bergegas menutup pintu kamar dan berlari ke meja makan.“Hati-hati, Tuan!” Seruku ketika melihatnya berlari.Sesampainya di meja makan.“Wah, sudah duluan aja, nih.” Ujar Roy.“Abang lama, sih. Aku dari tadi sudah nungguin disini,”Roy menyerngitkan dahinya. “Nungguin? Kok itu Abang lihat s
Ku pandangi wajah Daffa anakku yang sedang tertidur lelap, tampak jelas wajah yang sangat mirip dengan ayahnya. Sekilas aku benci namun, terpikir lagi olehku bahwa Daffa adalah hartaku satu-satunya.“Jadi anak pintar ya, Sayang. Ibu akan melakukan apapun demi membuatmu bahagia.” Bisikku di telinga Daffa yang sedang tertidur lelap.Aku tidak tau perjuanganku sampai dimana, yang aku tau hanya bekerja siang dan malam demi hidup kami berdua.Baru saja aku memejamkan mata tiba-tiba. “Tok,,, tok,,, tok,” suara ketukan pintu terdengar sangat nyaring dari luar.“Yonna, apa kamu sudah tidur?” Suara yang tidak asing di dengar.“Tuan Roy. Ada apa, Tuan?” Tanyaku ketika membuka pintu, mendapati tuan Roy yang sudah berada di depan pintu kamarku.“Eh, belum tidur? Emm,,,, maaf mengganggu, Yon. Bisa tolong buatkan saya kopi?”“Kopi? Bukankah ini sudah malam, Tuan? Setau saya
“Ada apa, Tuan? Sepertinya Tuan Rey bingung.”“Iya saya bingung, Soalnya Abang saya baru kali ini mau minum kopi.”Mataku langsung membulat. “Jadi selama ini Tuan Roy, tidak pernah minum kopi?”“Emm,,,, bukan, bukan itu maksud saya, Yon. Dia sedikit trauma dengan kopi.”Aku semakin bingung. “Maksud Tuan?”“Akh, sudah lupakan. Apa kopinya sudah siap?”“Sudah, Tuan.”“Biar saya saja yang mengantarnya.”“Tapi, Tuan,”“Sudah, tidak apa-apa. Kamu kembali saja ke kamar,”“Kalau begitu baiklah, Tuan.”“Sudah kamu beri gula?”Aku terkejut mendengar pertanyaan Tuan Rey yang terakhir.“Su,,,, sudah, Tuan.”“Oh, saya kira belum. Soalnya dia trauma Pahit.”Aku langsung terkejut seketika, teringat kesalahan yang baru saja aku l
Pagi ini aku sengaja membawa Daffa anakku untuk melihat-lihat taman di depan rumah, setelah menyelesaikan pekerjaan dan memandikan Daffa, aku bersiap-siap untuk mengajarinya berjalan. Tidak terasa umur Daffa sekarang sudah masuk satu tahun, ia sudah bisa berjalan walaupun masih tertatih-tatih.“Sayang, Sini.” Seruku pada Daffa, aku meletakkannya sedikit jauh dariku, dan menyuruhnya untuk berjalan mendekat.Dengan langkah yang sedikit gemetaran, Daffa mendekatiku, selangkah, dua langkah dan akhirnya ia sampai di pelukanku.“Anak ibu sangat pintar!” Teriakku ketika melihatnya berhasil mendekatiku tanpa terjatuh.Daffa tertawa bahagia melihatku, walaupun aku tidak mengerti apakah dia senang atau hanya merasa lucu ketika mendengar teriakanku.Tanpa aku sadari, Tuan Rey memperhatikanku dari kejauhan. Ketika aku melihat ke samping ia tersenyum kepadaku.“Daffa, sini sama, Om!” Teriaknya dari kejauhan.&ld
“Daffa, Sayang. Kamu ganteng banget sih,” ujar Roy.“Haha, iya dong, Om Roy.” Jawab Rey, kala itu sedang menggendong Daffa di dalam mobil.Daffa yang tidak mengerti apa-apa itu terlihat mengemut salah satu jarinya.“Eh, sayang. Jangan di makan jarinya.” Ujar Rey ketika mengetahui Daffa mengemut salah satu jarinya.Roy sedikit terkejut. “Kenapa, Rey?”Menunjukkan tangan Daffa yang basah karena air liur. “Lihat, Bang.”Roy hanya tertawa. “Ohh,, hahaha. Biasalah anak kecil,”“Emm,,,, apa dia haus ya, Bang?”Roy mengangguk. “Mungkin, Rey. Coba kamu berikan susu yang sudah disiapkan oleh Yonna tadi,”Tanpa menunggu lama Rey langsung mengeluarkan susu dari dalam tas yang sudah di siapkan Yonna.Rey memberikan botol susu itu pada Daffa. “Ini, Sayang.”Daffa langsung meminum susu tersebut. Tidak butuh waktu l
“Rey, Rey! Lihat, Daffa sudah bangun. Sekarang saatnya kita ajak dia bermain,”“Wah sini, Bang. Biarkan aku saja yang menggendongnya.”Roy memerikan Daffa pada Rey. “Hati-hati, Rey.”“Sudah, tenang saja.”Terlihat Daffa sangat senang, ketika Rey dan Roy mengajaknya menaiki wahana permainan, sudah seperti dua ayah dan satu anak.Tiba-tiba Daffa menangis, ternyata ia lapar Rey dan Roy sangat kebingungan. Di saat kepanikan mulai melanda, Rey teringat akan makanan yang dibawakan oleh Yonna di dalam tas tadi.“Bang, aku baru ingat! Yonna memberikan makanan di dalam tas,”“Di dalam tas? Bukankah tas itu di dalam mobil?”“Iya, Bang. Di dalam mobil, akan aku ambil sekarang.”“Eh, biarkan saja di mobil. Kita akan pulang.”“Pulang?“Iya pulang, sudah sore juga, Rey. Nanti kita mampir ke toko baju khusus anak-an
Aku melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan rumah, segera aku berlari menghampiri mobil tersebut, ketika aku menuruni tangga, tanpa hati-hati aku terpeleset dan terjatuh. Akibatnya aku berjalan pincang.“Yonna, sini keluar.” Teriak Tuan Rey dari luar.Aku mempercepat langkah kakiku. “Iya, Tuan.”Dengan kaki terpincang-pincang aku menghampiri mereka berdua.Ternyata dari kejauhan, Tuan Roy melihat aku berjalan dengan kaki yang pincang, ia lantas bertanya dengan raut wajah yang khawatir.“Yonna, kaki kamu kenapa?”Aku berusaha menyembunyikan rasa sakit yang ku rasakan. “Oh, tidak apa-apa, Tuan. Hanya keseleo sedikit saja,”“Mana, coba saya lihat.”“Sungguh tidak apa-apa, Tuan. Ini hanya sebentar, nanti juga sembuh lagi, Tuan.”Tanpa mendengarkan perkataan ku, Tuan Roy langsung menurunkan badannya dan memegang kakiku. Aku terdiam kaku melihat perl
“Yonna! Awas!”Tanpa sadar aku terjatuh, dan kali ini aku benar-benar tidak kuat lagi untuk berjalan. Tuan Roy langsung menjatuhkan barang-barang yang ia bawa, ia menggendongku lagi, kali ini aku tidak menolak, aku benar-benar pasrah karena, kakiku ini benar-benar sakit sekali.“Bang!”“Sudah diam!”Terdengar jelas di telingaku Tuan Roy membentak adiknya sendiri yaitu Tuan Rey.“Kamu jangan banyak bicara, Rey. Yonna ini sakit! Apa kamu tega melihat dia seperti ini, kamu lihat Kakinya!”Tuan Roy tanpa ragu menunjukkan kakiku yang telah membiru.“Baiklah, Bang. Terserah Abang saja,”Setelah berkata seperti itu, Tuan Rey langsung masuk ke kamarku dan meletakkan Daffa di atas tempat tidur. Dan ia berlalu begitu saja tanpa memperdulikan kami.“Rey!” Dengan emosi Tuan Roy memanggil Rey yang seakan tak peduli.“Urus saja dia, Bang!”