Share

Menanyakan Suamiku

Author: Azalea
last update Last Updated: 2023-07-17 11:28:08

Netraku tidak lepas memandangi Mas Damar yang terlihat serius bicara dengan orang yang menelponnya.

“Mami, ayo. Papi lama ….” Aslan mulai merengek karena tidak sabar.

“Sebentar ya, Papi lagi telepon.”

“Nanti beli kue ya, Mi. Aslan mau makan kue bareng temen-temen.”

Aku berjongkok memegang pundak kecilnya, “Aslan punya temen disini?”

Dia mengangguk kecil, “Iya tapi kemarin pulang karena dipanggil Ibunya. Aslan mau beli makanan banyak biar bisa lama-lama main sama mereka.”

Kuusap lembut puncak kepalanya, “Iya, nanti kita beli ya. Anak Mami memang pintar, kita memang harus belajar berbagi.”

“Pintar kayak Mami,” sahutnya. Dia langsung berhambur memelukku.

Berbagi makanan atau barang masih boleh tapi berbagi orang yang dicintai itu tidak akan pernah bisa dilakukan oleh siapapun. Orang bodoh mana yang mau membagi orang yang dicintainya dengan orang lain. Aku pun tidak akan mau. Saat semua mengarah pada Mas Damar, aku masih menahan diri dan ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri jika memang dia selingkuh.

Hati orang memang tidak pernah ada yang tahu bukan? Bahkan pernikahan yang sudah puluhan tahun saja bisa berakhir dengan perceraian, apa kabarnya dengan pernikahanku yang baru saja tujuh tahun ini.

Tapi sebisa mungkin aku menjernihkan pikiran untuk tidak melakukan hal gegabah yang nantinya akan merugikan diriku sendiri.

“Hey. Kenapa malah bengong.”

Tersentak saat Mas Damar menyentuh pundakku.

“Siapa yang telepon?”

“Dari kantor, cuman masalah kecil.” Dia menjawab dengan seulas senyum.

Selama perjalanan ke pasar aku hanya bicara saat Aslan bertanya saja, selebihnya anak itu berceloteh dan disahuti oleh Mas Damar. Mungkin jika hanya aku dan Mas Damar saja yang pergi, keheningan yang berada di tengah-tengah kami.

Niat awal ke pasar hanya ingin membeli mainan untuk Aslan tapi jadinya malah membeli ini dan itu, Aslan tidak bisa dilarang. Mainan yang dilihatnya menarik akan langsung diambilnya sedangkan Mas Damar sibuk memilih cemilan dan aku hanya melihat mereka yang sibuk sendiri.

Tidak ada keinginanku untuk membeli sesuatu, paling membeli buah saja untuk persediaan.

“Tunggu sebentar ya, aku beli dulu obat. Kamu nggak sekalian?”

“Buat apa? Aku nggak sakit kok.”

“Tapi kok kayak lemes gitu sih. Atau perlu suntikan?” Mas Damar memainkan alisnya dengan senyum menggoda.

Biasanya aku tersipu tapi sekarang tidak sama sekali.

“Cepat sana, ini sudah siang. Panas!”

Kudorong tubuhnya agar segera pergi.

Mas Damar meninggalkanku dan Aslan, dia menyebrang ke apotik.

“Mami, besok kesini lagi?”

Aku menoleh pada Aslan, “Nggak, mau ngapain. Aslan udah beli mainan banyak banget loh, nanti cuman dipake main sekali langsung bosan.”

“Nggak, Mi. Nanti ini buat temen-temen Aslan juga, biar seru mainannya banyak.”

Sepertinya dia benar-benar mendapat teman bermain yang sesungguhnya disini karena di kota dia hanya bisa bermain saat sekolah saja bersama teman di taman kanak-kanak. Anak-anak orang kaya mana ada ceritanya yang main seperti disini, makanya aku membawa Aslan kesini agar bisa lebih bebas.

Kasihan juga jika dia selalu main di rumah, di luar jika hanya bersepeda saja. Sedangkan disini main apapun ada temannya jadi Aslan tidak akan bosan.

“Aslan nggak boleh nakal ya, kalau ada yang mau pinjam mainan harus dikasih pinjam.”

“Iya, Mami.”

***

Untung saja tidak banyak orang di jalan yang kulewati karena mereka sibuk di rumah Bu RT yang akan menggelar hajatan minggu ini. Bibi juga ada disana, jadi ingat soal kunci. Aku harus mengambilnya lebih dulu.

“Mas, duluan aja. Aku ambil kunci di Bibi.”

“Nggak barengan aja, gimana kalau aku kesasar.”

“Lebay banget. Tinggal lurus aja dari sini, masa nggak tahu jalan. Tadi malam kamu kenapa bisa kesini kalo nggak tahu jalan?”

“Pake maps, sayang.”

“Ya udah sana duluan, kasihan Aslan kepanasan.”

Kutinggalkan dia dan Aslan menuju rumah Bu RT, meskipun tidak tahu rumahnya aku tinggal menanyakan saja.

“Bu, rumahnya Bu RT dimana ya? Bu Ningsih.” Aku bertanya pada ibu-ibu yang lewat.

“Oh itu, di jalan sana lewat kiri, ada rumah besar disana. Banyak orang kumpul-kumpul, nah itu rumah Bu RT.” Telunjungnya mengarah ke jalan yang tadi kulewati.

“Makasih, Bu.”

Gegas aku menuju ke tempat yang ditunjukan. Berjalan ke pasar juga melelahkan padahal jaraknya tidak terlalu jauh, sepertinya aku harus mulai olahraga lagi agar lebih fit.

“Cari siapa, Neng?”

Berdiri di depan rumah Bu RT, aku langsung ditegur.

“Cari Bi Nani.”

“Ada di dalam, masuk aja.”

Aku paling enggan masuk rumah orang seperti ini meskipun ada banyak orang.

“Una.”

Baru saja akan menginjakkan kaki di teras, ada yang memanggil. Aku langsung berbalik, menghela nafas panjang.

Kenapa dia seperti hantu selalu bergentayangan, dimanapun pasti ada.

“Ngapain disini?”

“Mau ambil kunci di Bi Nani. Tolong ambilin dong, Des. Aku malas ke dalam.”

Malasnya karena banyak ditanya-tanya nantinya, lebih parahnya jika aku ditahan disana.

“Ya udah bentar.”

Aku mengernyit heran. Tumben baik.

Tidak lama Desi keluar menyodorkan kunci padaku. Tiba-tiba menggandeng tanganku.

“Suamimu ada di rumah 'kan?”

“Buat apa calon istri CEO sepertimu menanyakan suamiku yang seorang kuli?”

Bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Eben Ezer N
baca ngengantung terus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Lelaki Yang Kau Pamerkan Itu Suamiku   Akhir Yang Tak Sama

    Patah hati terparah yang pernah Bagas rasakan, padahal hanya mengetahu mantan istrinya disukai lelaki lain. Itu baru sebatas menyukai bagaimana jika Hanum benar menikah dengan Malik? Hatinya akan lebih hancur daripada ini.“Ayah kenapa?” Mentari menegur sang ayah yang diam mematung dengan kedua sorot matanya tidak lepas dari kedua orang yang masih saling berinteraksi.“Nggak papa kok. Ayo masuk.” Bagas mencoba untuk bersikap wajar meski hatinya porak-poranda.Ia menemani Mentari karena Bu Wiwik sedang tidak ada di rumah sedangkan Hanum masih sibuk di warung, Bagas memiliki banyak kesempatan untuk bersama dengan Mentari tapi tidak sebahagia sebelumnya karena saat ini melihat Hanum dan laki-laki bernama Malik itu membuat pikiran Bagas tidak karuan.“Ayah capek ya, tidur aja dulu. Nanti kalau nenek pulang aku bangunin.” Mentari begitu perhatian padahal yang membuat Bagas tampak lesu jelas bukan karena ia yang memang merasa kelelahan tapi karena faktor lain yang tidak akan dimengerti oleh

  • Lelaki Yang Kau Pamerkan Itu Suamiku   Cemburu

    Faz mengerucutkan bibirnya kesal, “Apaan sih, Ma. Aku sama Rendi nggak ngapa-ngapain kok,” sangkalnya karena memang mereka hanya sebatas berpelukan.“Halah. Mana ada maling mau ngaku. Kalau Mama nggak dateng pasti sudah kebablasan,” cibir Bunga.“Enggak, Ma. Jangan nuduh begitu, kasihan Rendi. Orang kita cuman pelukan kok.”Rendi tesenyum kikuk, “Maaf, Tante. Saya nggak bermaksud.”“Kalian udah lama loh berduaan.” Bunga mengusir dengan halus.“Kalau begitu saya pamit, Tante.” Lelaki itu langsung peka jika dirinya saat ini sudah disuruh untuk pulang.“Pinter.”“Ma.” Faz langsung melayangkan protes, “lama dari mananya, belum seharian kok.”“Aku pulang dulu ya.” Rendi langsung pamit pada Faz dan juga Bunga.Rendi itu sangat peka apalagi tahu seperti apa watak dari calon ibu mertuanya, meski terlihat galak Bunga itu sebenarnya baik dan sudah mulai membuka pintu restu untuk Faz dan juga Rendi.“Mama main ngusir aja sih!”Bunga langsung mengambil posisi duduk di samping sang putri, “kamu be

  • Lelaki Yang Kau Pamerkan Itu Suamiku   Ikhlas Melepas

    “Nggak, Ma. Aku tetap pada pendirian aku, aku mau tinggal di kampung. Setelah menemui Faz nanti baru aku pergi, nanti aku kembali saat Faz melahirkan.”Bukan tidak ingin tanggung jawab dengan terus ada di samping Faz tapi Bagas tahu jika Faz tidak menginginkan kehadirannya karena rasa bencinya pasti begitu besar. Jadi daripada membuat Faz semakin tidak nyaman lebih baik Bagas sadar diri.“Kok kamu jadi gini sih, Gas? Kamu diancam sama Hanum?”Bagas enggan mendengar ocehan sang ibu yang selalu saja merendahkan Hanum dan menganggap Hanum itu tidak baik. Kurang apa Hanum selama ini, wanita itu begitu setia dan menerima Bagas apa adanya, menunggu restu yang tak kunjung didapat dan pada akhirnya Hanum pun mundur.“Sudah ya, Ma. Aku capek.” Bagas menutup pintu kamarnya dan langsung mengunci dari dalam, enggan untuk diganggu.Semuanya sudah hancur tak bersisa, jika masih melakukan sesuatu yang buruk apalagi berdampak pada orang lain maka Bagas tidak akan bisa tenang mungkin saja akan lebih h

  • Lelaki Yang Kau Pamerkan Itu Suamiku   Memilih Pergi

    “Bukan, bukan. Aku nggak pernah sama sekali berpikir kayak gitu, Faz. Aku terima kamu dan bayi kamu tapi kalau sampai harus ikut merahasiakan aku nggak bisa. Lebih baik segera kamu bicarakan sama Bagas. Aku nggak maksa, tapi menurut aku lebih baik seperti itu.”Faz akan percaya jika Rendi benar-benar mencintainya setelah mereka resmi menikah sedangkan sekarang kondisi masih tidak memungkinkan karena memang Faz masih hamil. Harus menunggu beberapa bulan lagi sampai nanti bayi itu lahir.“Kalau bisa aku menikahi kamu sekarang agar kamu percaya pasti akan aku lakukan, tapi kondisi saat ini kamu tahu sendiri seperti apa. Aku mohon percaya sama aku, aku sama sekali nggak berpikir sampai ke situ.”Faz merasa bersalah juga karena akhir-akhir ini ia memang mudah sekali tersulut emosinya dan akhirnya Rendi yang kena semprot padahal lelaki itu begitu setianya mendampingi, mendengar semua keluhan yang dirasakan oleh Faz meski memang tidak bisa mendampingi benar-benar ada di samping Faz karena la

  • Lelaki Yang Kau Pamerkan Itu Suamiku   Saat Istri Sudah Lelah

    Bagas tidak percaya saat membaca ulang pesan yang dikirimkan oleh Hanum. Ia tahu betul Hanum tidak akan mungkin meminta pisah seberat apapun masalah dalam rumah tangga mereka, bahkan saat tak kunjung mendapat restu saja ia masih bertahan bertahun-tahun. Bagas malah berpikir pasti ada yang menghasut Hanum sampai berpikir untuk berpisah, ia tidak sadar jika Hanum seperti ini karenanya yang malah mengejar Faz yang sudah jelas tidak akan mungkin bisa didapatkannya lagi.Harusnya saat Hanum menerima semuanya setelah tahu Bagas menikah lagi, lelaki itu jangan berbuat hal macam-macam yang membuat Hanum semakin tersakiti. Tapi Bagas malah melakukan hal yang sebaliknya dan sekarang kaget sendiri saat Hanum bertindak tegas."Ma, aku pergi dulu." Bagas berdiri dengan perasaan tidak karuan."Mau kemana?""Ada urusan. Pokoknya sebelum urusan aku selesai aku nggak bakalan pulang." Menyambar kunci mobil lalu berlari keluar membuat sang ibu terheran-heran.Saat mencoba menelpon Hanum, malah tidak bis

  • Lelaki Yang Kau Pamerkan Itu Suamiku   Mengejar Restu

    "Nggaklah, aku nggak mau. Sembarangan!""Nggak usah ngegas juga, Papa cuman becanda." Aslan bercanda tapi dengan wajah yang datar, siapapun tidak akan menyangka lelaki itu bercanda.Faz mencebik. "Bercandanya nggak lucu, Pa.""Kamu nggak bisa menikah dalam keadaan hamil, Faz. Kamu nggak tahu itu?""Tahu dong, Pa. Tapi 'kan dapet restu dari Papa sama Mama nggak gampang jadi dari sekarang aja ngomongnya karena belum tentu langsung dikasih jalan.""Ya udah."Mata Faz langsung berbinar. "Papa kasih restu?""Ya udah kamu keluar sana, Papa lagi kerja nih. Kamu sama Mama kamu sama aja ganggu Papa hobinya.""Terus kapan kasih restu, Pa? Aku pengen nikah.""Kapan-kapan aja. Kamu juga pengen nikah tetep nggak bisa sekarang, udah kalian keluar."Faz menghela nafas panjang lalu melangkah keluar dari ruangan sang ayah sedangkan Bunga masih berdiri di samping meja kerja sang suami."Mas, gimana?"Sebelah alis lelaki itu terangkat. "Gimana apanya?""Mau kasih restu? Aku nggak mau ya kalau punya mena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status