Perkataan Ananta tak pelak membuat suasana yang sudah canggung menjadi tegang. Semuanya terdiam. Shankara kehilangan kata untuk menjawab. Perasaan bersalah yang tidak kunjung pergi semakin menusuk-nusuk hatinya. Sementara di sebelahnya Calista tidak kalah kikuk. Ucapan Ananta tadi tidak hanya tertuju pada Shankara, tapi juga pada dirinya."Eh, Bang, gimana bengkel? Rame nggak?" celetuk Andara memecah suasana tegang yang tercipta di antara mereka."Nggak juga sih, Ra. Tapi lumayan daripada nggak ada," jawab Shankara. Bibirnya mengembangkan senyum miris."Tetap semangat ya, Bang. Segala sesuatunya pasti berproses, nggak mungkin langsung rame. Nggak mungkin langsung sukses dan berhasil." Lagi, Shankara menerbitkan senyum tipis dari bibirnya. Adiknya itu memang sering memberinya semangat dan motivasi dibandingkan istrinya sendiri."Tapi bengkelnya Abang udah lama, Ra, udah dua tahun lebih. Agak nggak wajar sih kalau sampai selama itu masih belum berhasil," sela Calista merusak suasana.
Senyum yang tadi merekah lebar di bibir Calista pudar saat itu juga bersama tubuhnya yang membeku.Sial. Ini Ananta kenapa harus setinggi tiang listrik sih?"Eh, ada kamu juga, Ra. Asli aku nggak tahu. Masuk, masuk." Calista buru-buru memundurkan tubuhnya sambil menyibak rambut panjangnya ke belakang, mencoba bersikap santai. Tapi ekspresi gugupnya tidak bisa disembunyikan. Ia tidak menyangka Ananta akan datang. Dan lebih dari itu, ia tidak menyangka Andara juga datang bersamanya.Andara yang juga terkejut akibat ucapan Calista tadi melangkah di belakang Ananta sambil tersenyum menyapanya."Abang ada, Kak?""Belum pulang sih." Perempuan itu melirik jam dinding. "Kayaknya bentar lagi nyampe deh.""Biasanya jam segini Abang udah pulang," kata Andara yang ikut melihat jam tangannya. Andara tidak tahu jika semakin ke sini Shankara semakin sering pulang larut."Iya." Hanya itu yang disampaikan Calista sebelum mengalihkan pembicaraan. "Eh, pada mau minum apa nih?""Air putih aja, Kak." Anda
Andara melihat jam tangannya untuk ke sekian kali. Tapi Ananta belum juga datang. Padahal sudah empat puluh menit berlalu dari jam pulang les. Para peserta les yang sekelas dengannya sudah keluar sejak tadi. Saat ini hanya tinggal satu kelas lagi sebagai sesi terakhir.Apa Ananta masih bersama Clarin sehingga melupakan Andara?Andara tidak dapat menjawab pertanyaan itu, sama dengan ketidakmampuannya mencegah pikiran buruk tumbuh di benaknya.Seberapa keras pun ia mencoba memercayai Ananta, selalu ada sudut-sudut gelap dalam hatinya yang mempertanyakan, 'Apakah dia pernah benar-benar menganggap bahwa aku adalah istrinya?'Ia duduk di kursi lobi gedung dengan ponsel di genggaman. Notifikasinya sunyi. Tidak ada pesan baru. Juga panggilan masuk. Apalagi dari Ananta. Seolah dunia bersekongkol membungkam kepedihan yang ingin meledak dari dalam dirinya.Diembuskan napas berat. Sesekali ia menatap jalan di depan, berharap ada mobil hitam yang dikenalnya berhenti. Tapi yang lewat hanya motor-m
Hidup bersama Ananta ternyata tidak pernah mudah bagi Andara. Dari luar semua tampak sempurna. Tapi untuk memahami lelaki itu hingga detik ini Andara masih belum bisa. Di balik semua sikapnya yang manis selalu ada satu hal yang membuat Andara merasa seperti sedang dipermainkan oleh ilusi.Saat ini Andara sedang melangkah menuju basement. Beberapa saat yang lalu Ananta mengiriminya pesan, meminta untuk datang ke tempat itu. Lelaki itu menunggunya di sana.Andara melihat ke sekitarnya. Setelah yakin situasi aman ia masuk ke mobil Ananta. Ini adalah untuk kedua kalinya mereka sembunyi-sembunyi seperti ini. Kadang Andara ingin tertawa memikirkan hubungan backstreet mereka."Ada yang ngeliat kamu tadi?" tanya Ananta sebelum melaju."Nggak ada sih, Mas. Aku udah hati-hati."Kadang Andara juga lelah terus-menerus menjalani hubungan seperti ini. Tapi, apa boleh buat? Ia terlalu mencintai Ananta dan telah terlanjur membiarkan lelaki itu mengambil alih seluruh hidupnya. Bahkan sampai ke hal-hal
Meskipun tadi Ananta berpesan agar tidur duluan tapi Andara masih menunggu lelaki itu pulang. Andara tidak tenang setelah menyaksikan story kakak iparnya tadi.Berkali-kali Andara melihat jam, dan berulang kali pula ia bolak-balik dari kamar ke ruang depan hanya untuk melihat apa Ananta sudah pulang. Andara akhirnya memutuskan untuk menanti di ruang tamu. Ketika ia ingin melihat ulang story Calista ternyata cerita itu sudah hilang.Kenapa udah nggak ada? pikirnya heran. Apa Calista menghapusnya?Andara mencoba mengingat dengan detail foto yang tadi ia lihat. Pikiran itu semakin mengganggunya.Saat perempuan itu tengah bergumul dengan keresahan, suara mesin mobil yang terdengar semakin mendekat menyentaknya.Dengan cepat Andara berdiri lalu membuka pintu.Lampu depan mobil menerangi wajahnya sesaat sebelum kendaraan itu berhenti di garasi.Ananta turun dengan ekspresi datar seperti biasa, tangannya menenteng kantong.“Kenapa belum tidur?” Pria itu bertanya melihat Andara berdiri di
Shankara baru saja selesai mandi. Rambutnya masih basah. Sehelai handuk melingkar di lehernya ketika ia dikejutkan oleh kehadiran orang yang tidak pernah disangka-sangka."Nata?" Hanya itu yang bisa ia ucapkan menyaksikan adik ipar sekaligus mantan sahabatnya berdiri tepat di depannya. Namun, yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah kala menyaksikan istrinya sedang berdiri di belakang Ananta."Boleh gue masuk?" tanya Ananta tenang, seolah tidak ada yang aneh dari kunjungan larut malam ini.Shankara, yang meskipun terkejut, tetap memberi ruang untuk masuk. Ia melebarkan pintu, membiarkan Ananta melangkah ke dalam diikuti oleh Calista yang berjalan takut-takut. Shankara melempar tatapan penuh tanda tanya pada Calista, namun perempuan itu menundukkan kepalanya. Akhirnya Shankara ikut bergabung duduk di sofa dengan posisi berhadapan dengan Ananta, sedangkan Calista berada di sebelahnya.Shankara tidak tahu harus mulai dari mana. Semua ini membuatnya bingung dan juga syok. Bagaimana bi