Share

Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku
Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku
Penulis: Zizara Geoveldy

Bab 1

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-04 17:31:12

Titik-titik gerimis meluncur dari langit, membasahi kota yang malam itu sangat lengang. Lampu-lampu jalan memantul di aspal basah, menciptakan bayangan yang bergoyang-goyang mengikuti langkah kaki Andara.

Andara merapatkan jaket yang membungkus tubuhnya. Dia baru saja menyelesaikan shift malam sebagai penjaga karcis di sebuah bioskop. Pekerjaan sederhana yang sangat disyukurinya. Sebab dengan begitu dia bisa sedikit-sedikit membantu kebutuhan hidupnya dan  kakaknya—Shankara. 

 Dia tidak memiliki kemewahan. Hanya kehangatan dan kasih sayang kakak laki-laki yang membesarkannya sejak orang tua mereka meninggal saat Andara masih berusia 13 tahun.

Ketika Andara melewati sebuah halte tua yang jarang digunakan, sebuah mobil hitam berhenti. Kaca mobil  diturunkan, memperlihatkan wajah yang sangat Andara kenal.

Ananta.

Lelaki itu pernah sangat dekat dengan Shankara. Mereka bersahabat karib dan terlihat bagaikan saudara. Dia juga sering main bahkan tidur di rumah Andara. Malah, Andara menganggapnya sebagai kakak sendiri.

"Andara?" sapa Ananta. Suara baritonnya terdengar samar di tengah rinai hujan. "Mau  ke mana hujan-hujan begini?"

"Pulang, Mas," jawab Andara sopan.

"Ayo masuk, aku antar kamu pulang." Ananta membuka pintu penumpang di sebelahnya.

Andara merasa ragu. Dia menatap lelaki itu sejenak. Hatinya sempat menolak. Tapi kebaikan Ananta dulu saat masih bersahabat dengan kakaknya membuat keraguan itu terkikis.

Andara memutuskan untuk masuk ke mobil Ananta.

Mobil melaju pelan di jalan kota yang sepi. Musik mengalun perlahan dari audio mobil. Aroma parfum Ananta yang soft namun maskulin memenuhi kabin.

Mereka bicara sekenanya. Tentang bioskop, tentang keseharian, dan juga tentang hujan.

Tapi entah kapan suasana mulai berubah. Ananta berhenti di tempat asing. Bukan rumah Andara. Bukan juga arah jalan pulang.

"Mas Nata, kenapa berhenti? Ini bukan jalan ke rumah," kata Andara bingung.

Ananta menoleh. Lelaki itu tersenyum–aneh dan menakutkan. "Aku cuma mau ngobrol sebentar. Di sini lebih tenang."

"Tapi, kan, Mas, ngobrolnya bisa sambil nyetir. Aku mau pulang, Mas. Kasihan abang kalau kelamaan nunggu."

"Aku juga mau pulang," jawab Ananta. Tangannya mengunci pintu.

Andara mulai panik melihat gelagat Ananta. Dia mencengkeram tas lusuhnya yang diletakkan di pangkuan dengan erat. Sementara, di luar hujan semakin deras. Dinginnya tidak hanya menusuk kulit, tapi sampai ke dada Andara.

"Mas Nata, tolong buka pintunya. Aku turun di sini aja," pintanya memohon.

Ananta menatapnya. Bukan tatapan hangat yang selama ini dia kenal. Tapi tatapan penuh kebencian yang membuat Andara bergidik.

Tangan Ananta bergerak menyentuh pundak Andara.

Gadis itu terkejut.

"Mas, jangan...," larangnya ketakutan.

Ananta tidak menggubris. Sorotnya gelap. Napasnya berat. Jarak di antara mereka kian tak berbatas.

Andara mencoba melawan. Meronta. Memohon. Tapi kekuatan pria dewasa itu menekannya ke jok kulit yang dingin. Ananta berhasil menanggalkan semua penutup tubuh Andara.

Tangis Andara pecah di antara rintihan kesakitan. Ananta tetap tidak peduli. Malam ini sudah sangat lama dinantikannya. Begitu kesempatan itu datang dia tidak akan menyia-nyiakannya.

"Kenapa Mas Nata tega?" lirih Andara di sela-sela isak. Lelaki itu masih sibuk meruda paksanya.

Ananta menyeringai. Ada luka, kebencian dan dendam di wajahnya yang mengeras.

"Anggap ini harga yang harus kamu bayar atas kelakuan abangmu, Andara," desisnya dingin tepat di depan hidung Andara.

Tangis Andara mengencang. Kakaknya yang bersalah, kenapa dia yang harus menanggung akibatnya?

Ananta menghentak semakin liar dan tidak terkendali melampiaskan semua dendam dan rasa sakit hatinya. Andara hanya bisa menangis. Bukan hanya karena sakit lantaran ini adalah yang pertama baginya, tapi juga karena hatinya hancur tidak bersisa.

Setelah semuanya usai, keheningan menyelimuti kabin mobil. Hujan di luar masih turun, namun suaranya kalah oleh suara kepedihan yang kini menderu di dada Andara.

Dengan perasaan yang tidak bisa diselamatkan lagi, dia mengenakan pakaiannya.

Gadis berusia 20 tahun itu menggigil. Tubuhnya lemas dan sakit. Pandangannya kosong menatap kaca jendela. Dia tidak mampu menerima yang baru saja terjadi. Jejak panjang air mata membekas jelas di pipinya yang pucat. Sedikit pun tidak pernah ada di pikirannya, bahkan dalam mimpi buruknya sekalipun, bahwa dia diperkosa oleh sahabat baik kakaknya sendiri.

Sementara Ananta hanya diam. Dia membenahi pakaiannya. Tanpa perasaan bersalah, apalagi penyesalan.

Setelahnya, lelaki itu menoleh pada Andara dan mengatakan dengan datar, "Turun."

Andara mengerjap pelan. "Apa?"

"Turun, Andara."

Ananta tidak membentak. Tapi nada suaranya yang dingin justru membuat Andara semakin ketakutan. Lelaki itu bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Seakan mereka baru saja berbincang dengan ringan.

"Aku bilang turun sekarang," perintah Ananta sedatar tadi.

Dengan tangan gemetar Andara mengambil jaketnya yang entah sejak kapan terlempar ke lantai mobil. Lalu mengenakannya dengan jiwa yang terkoyak.

Andara membuka pintu mobil lalu turun dengan langkah tertatih. Hujan lebat menyambut tubuhnya. Angin dingin menampar-nampar pipi mulusnya yang tirus. Air matanya bercampur dengan air dari langit.

Mobil hitam itu meraung pergi. Meninggalkan Andara sendiri dalam kehancuran dan kesakitan.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 12

    Dalam gandengan tangan Marcella, Ananta terpaku melihat pemandangan di hadapannya. Seorang lelaki yang mengenakan pakaian yang Ananta tahu merupakan pakaian seragam petugas bioskop yang sama dengan Andara, membopong tubuh Andara keluar dari lift. Tangan lelaki itu melingkari tubuh istrinya, tubuh yang seharusnya ia jaga.Detik itu dada Ananta berdenyut. Sebuah rasa menyesak di sana. Ia tidak tahu apa namanya. Tapi cukup untuk membuatnya membeku.Seharusnya Ananta menghampiri ketiga orang itu dan menanyakan apa yang terjadi. Nyatanya kaki Ananta melangkah ke arah lain. Untuk apa dia peduli pada Andara? Lagipula sudah ada laki-laki itu.*Setibanya di rumah sakit terdekat Andara langsung ditangani oleh dokter.Tian dan Berlin menanti dengan perasaan harap-harap cemas."Tadi aku udah curiga kalau dia nggak baik-baik aja, tapi dia bilang cuma capek sedikit," kata Berlin menceritakan percakapannya dengan Andara beberapa jam yang lalu."Aku mikirnya juga gitu," balas Tian. "Hari ini Andar

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 11

    Udara dalam ruang bioskop itu sejuk. Aroma popcorn melekat di udara. Di layar besar di hadapan mereka terpampang adegan romantis yang membuat para penonton larut dalam suasana. Namun, Ananta tidak fokus pada film yang ditayangkan. Dia bahkan tidak peduli bagaimana ceritanya.Marcella bersandar manja di bahu Ananta. Tangannya menggenggam erat jemari lelaki itu. Kemudian saat musik di dalam film mengalun lembut dan kamera di layar menyorot dua pemeran utama yang tengah berciuman, Marcella menengadah menatap Ananta."Happy birthday, Nata," bisiknya.Ananta menoleh. Lalu saat bibir Marcella mendekat, dia tidak dapat menolak.Ciuman itu terjadi begitu saja.Lalu di sela ciuman itu Ananta membuka matanya. Terkejut ketika mendapati Andara sedang berdiri di dekatnya.Di tangan perempuan itu tergenggam dua bungkus popcorn. Tubuhnya kaku. Sepasang matanya memandang pada keduanya.Sorot matanya menusuk. Tidak ada teriakan atau isakan. Hanya luka yang terlihat dari caranya memandang.Ananta menj

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 10

    Ananta berdiri di sana dengan posisi tubuh tegap. Bodi idealnya terbungkus kemeja navy yang lengannya digulung hingga siku. Ekspresinya sulit ditebak. Sorot matanya menyapu cepat pada dua orang perempuan di hadapannya."Mas Nata," panggil Andara pelan. Setengah lega dan separuh takut.Bukan menjawab panggilan itu Ananta malah bertanya pada sekretarisnya."Ada apa ini?"Masayu buru-buru membenarkan posisi berdirinya. Tangannya yang tadi terlipat di dada kini turun ke bawah dan membentuk gestur yang sangat sopan. "Maaf, Pak. Orang ini ingin bertemu Bapak. Dia mengaku-ngaku sebagai istri Bapak."Andara menoleh pada Ananta. Harapannya membuncah. Berharap Ananta akan membenarkan ucapannya. Bahwa dia memang istrinya. Bahwa dia tidak berbohong. Bahwa dia bukan sekadar pengganggu yang datang tanpa diundang.Tetapi yang keluar dari mulut Ananta justru sesuatu yang membuat jantung Andara nyaris berhenti berdetak."Saya tidak tahu siapa dia. Mungkin dia salah orang," kata Ananta datar. Sikapnya

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 9

    Dapur rumah itu sunyi. Hanya suara denting peralatan baking yang menemani Andara mencampur adonan. Tangannya lincah. Ia mengaduk telur, gula dan mentega dengan penuh kehati-hatian. Andara membuatnya dengan penuh perasaan. Hanya karena kue ini untuk Ananta.Di tengah-tengah proses, pikirannya terseret pada waktu satu tahun yang lalu. Pada hari ulang tahun Ananta yang ke-24.Saat itu Andara juga membuatkan kue untuk lelaki itu. Tanpa diminta oleh siapa-siapa. Kala itu mereka belum menikah. Ananta hanya sebatas sahabat kakaknya. Namun entah mengapa Andara tetap membuatkan kue untuk Ananta. Bukan karena permintaan dari siapa pun. Tapi karena keinginannya sendiri yang saat itu belum bisa ia pahami.Andara tidak akan lupa hari itu. Pagi-pagi sekali dirinya sudah bangun. Sedangkan Shankara dan Ananta masih tidur karena malam sebelumya mereka baru pulang dari luar kota.Tangannya sibuk di dapur, tapi jantungnya berdetak cepat. Bahkan saat itu ia belum mengerti kenapa sebersemangat itu membua

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 8

    Dan begitulah. Hampir setiap malam Marcella menginap di rumah Ananta. Tidur di kamarnya dan bersikap bagaikan istri laki-laki itu. Kalaupun tidak ada Marcella, Ananta akan membawa perempuan lain sebagai penggantinya.Andara tidak pernah bertanya. Tidak juga protes. Ia sudah terlalu lelah.Setiap kali suara tawa manja atau desahan terdengar setiap kali melewati kamar itu, ia akan mempercepat langkahnya.Andara baru saja akan membuat sarapan ketika ponsel yang dikantonginya di dalam saku berbunyi.Senyumnya mengembang begitu melihat nama Shankara di layar. Andara masih tinggal di kota yang sama dengan Shankara. Tapi hidup di rumah Ananta membuatnya merasa jarak yang terbentang lebar dengan kakaknya itu."Halo, Bang," sapa Andara setelah memutuskan untuk menerima panggilan tersebut."Andara, kamu baik-baik aja?" tanya Shankara di seberang sana."Aku baik dan sehat, Bang. Tumben Abang nelepon pagi-pagi begini?""Abang lagi kangen sama kamu. Tiba-tiba ingat kamu."Andara mengukir senyum di

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 7

    "Jadi kamu sengaja?"Suara Ananta terdengar pelan, namun dingin dan menusuk. Bukan bentakan yang meledak-ledak. Justru karena ketenangannya itulah terasa bagaikan belati yang pelan-pelan ditancapkan ke dada.Andara cepat-cepat menggelengkan kepala. "Nggak, Mas, aku sama sekali nggak tahu kalau dia alergi seafood.""Lalu kenapa kamu masak seafood? Di antara sekian banyak bahan yang bisa kamu olah, kenapa harus seafood?" cecar Ananta. Suaranya tetap tenang namun menghukum.Andara menunduk, napasnya tercekat. Suaranya keluar dalam bisikan. "Itu karena aku tahu seafood adalah makanan kesukaan Mas Nata."Dulu setiap kali menghadapi Ananta, Andara tidak pernah merasa setakut ini. Dulu Ananta adalah pribadi yang baik dan ramah padanya. Tapi segalanya berubah setelah masalah Calista yang melibatkan Ananta dan Shankara.Ananta memberinya senyum miring. "Jadi kamu pikir dengan masak makanan favoritku, aku akan apa? Melupakan semuanya? Memaafkanmu? Mencintaimu?"Andara tidak menjawab. Dulu sika

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status