Share

Bab 2

last update Last Updated: 2025-06-04 17:32:16

Sudah dua bulan berlalu sejak malam itu. Dua bulan yang penuh oleh mimpi buruk dan ketakutan. Dua bulan yang mengubah Andara menjadi gadis yang tidak lagi mengenal dirinya sendiri.

Andara tidak pernah benar-benar tidur. Kalaupun dia tidur karena tubuhnya terlalu lelah, dia akan terbangun dengan napas memburu dan keringat yang membanjiri.

Bayangan wajah Ananta dan tatapan dinginnya tidak pernah berhenti menghantui Andara. Bahkan, saat matahari bersinar terang, Andara tetap berada dalam kegelapan yang pekat.

Lalu sekarang tidak hanya ada kegelapan, tapi juga ketakutan.

Andara duduk di ujung ranjang kecilnya. Tangannya gemetar memegang benda pipih bernama test pack yang menunjukkan dua garis tegas.

Positif!

Andara sudah lelah menangis. Lebih tepatnya sejak dia mengetahui kehamilannya satu minggu yang lalu. Test pack yang dipegangnya saat ini adalah test pack ketiga. Dan hasilnya tetap tidak berubah sejak test pack pertama.

Langkah kaki terdengar samar mendekati kamar Andara. Lalu pintu kamar diketuk.

"Andara, kamu sudah bangun? Abang bawain sarapan nih." Suara Shankara terdengar dari balik pintu.

Andara cepat-cepat menyeka air mata. Disembunyikannya test pack ke bawah bantal sebelum membuka pintu.

Wajah kakaknya terlihat seperti biasa. Andara hanya bisa memandang wajah itu dengan perasaan berkecamuk di dada. Dia ingin marah. Karena perbuatan Shankara yang merebut pacar sahabatnyalah Andara harus jadi korban. 

 Tapi akal sehatnya mengingatkan Andara, selama ini Shankaralah yang membesarkannya, menyekolahkannya, dan menghidupinya. Hanya Shankara satu-satunya yang dia miliki.

Di lain sisi, Andara juga merasa bersalah karena tidak bisa menjaga diri. Shankara pasti sedih dan kecewa jika mengetahui apa yang telah terjadi. Namun, Andara juga tidak bisa terlalu lama menyimpan rahasia besar ini.

"Abang lihat kamu nggak makan dari kemarin sore. Mukamu pucat. Kamu sakit?" Shankara bertanya sembari meletakkan piring berisi nasi goreng buatannya serta segelas teh hangat di atas meja di samping tempat tidur.

Andara menggeleng. Air mata meluncur menuruni kedua sisi pipinya.

"Andara? Kenapa?" heran Shankara.

Andara memeluk Shankara erat-erat. Dia terisak. Tubuhnya bergetar hebat. Shankara yang belum tahu apa yang terjadi membalas pelukan adiknya sambil mengusap-usap punggung Andara penuh kasih sayang.

"Ada apa, Ra? Apa yang terjadi? Cerita sama Abang."

Andara menarik diri dari pelukan kakaknya. Ditatapnya lelaki itu dari balik netranya yang buram oleh air mata.

"A-a-aku h-hamil, Bang," lirihnya mengaku sambil menunjukkan test pack.

Beberapa detik Shankara terdiam. Tidak percaya pada apa yang didengarnya. Dia menatap wajah adiknya yang basah oleh air mata. Jantungnya terasa berhenti berdetak untuk sesaat. Dia mendengar dengan jelas pengakuan itu, namun otaknya menolak.

"Kamu bilang apa tadi?"

"A-aku hamil, Bang." Andara mengulangi, suaranya nyaris tidak terdengar.

Tubuh Shankara menegang. Pandangannya kosong beberapa detik sebelum akhirnya menarik napas panjang, mencoba meredam gelombang emosi yang meluap di dalam dadanya.

"Siapa yang melakukannya?" Pertanyaan itu keluar dengan suara berat.

Andara menunduk. Jari-jemarinya saling meremas di atas pangkuan. "A-a-ku nggak bisa bilang."

"Kenapa nggak bisa bilang?!" Suara Shankara meninggi. "Dia harus bertanggung jawab!"

Isak Andara mengencang. Dia takut mengatakannya. Sangat takut.

"Apa dia teman kerjamu? Tetangga kita? Pacar kamu? Atau siapa? Bilang, Andara! Jangan bikin Abang gila!" paksa Shankara. Rahangnya yang sudah kokoh bertambah keras.

Andara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuhnya bergetar. Napasnya tersengal menahan tangis yang bertambah kencang.

"D-dia bukan pacar atau teman kerjaku. Aku nggak mau semua ini terjadi. Tapi dia memaksa...."

"Dia memaksa? Berarti dia—" Shankara menghentikan ucapannya. Napasnya tercekat di kerongkongan.

Dia tahu apa arti kata-kata itu. Adiknya diperkosa. Dan itu membuat darahnya mendidih.

Shankara menjatuhkan diri di pinggir ranjang, tepat di sebelah Andara. "Jangan lindungi dia, Ra. Katakan siapa orangnya. Abang nggak akan marah sama kamu."

"M-mas N-nata," jawab Andara tergagap. Tangisnya semakin kencang setelah mengatakan itu.

Shankara tidak bisa tidak terkejut mendengar nama itu diucapkan. Bagaimana tidak? Ananta adalah sahabatnya walau pada akhirnya hubungan mereka hancur karena kesalahan yang Shankara lakukan.

"Maksud kamu Ananta?"

Andara mengangguk mengiyakan. Dia tidak sanggup menatap wajah  Shankara yang saat ini merah padam.

Buku-buku jari Shankara terkepal erat hingga memutih.

Bagaimana mungkin Ananta melakukannya?

Ananta yang sering makan hasil masakan Andara. Ananta yang sering tidur di rumah mereka. Ananta yang katanya sudah menganggap Andara sebagai adiknya sendiri.

Tidak kuat menanggung emosi, Shankara mengambil test pack di sisi Andara lalu membawanya pergi. Masih dia dengar teriakan Andara yang memanggilnya, namun Shankara tidak menggubris.

Shankara memacu motornya menuju kantor Ananta. Tempat lelaki itu bekerja sebagai CEO.

Shankara tidak peduli pada tatapan orang-orang saat dia menerobos masuk ke lobi gedung mewah itu. Napasnya berat, langkahnya memburu, penuh dengan kemarahan yang tidak mampu dibendung. Tangannya menggenggam test pack dengan dua garis biru. Bukti pengkhianatan. Bukti kehancuran adiknya.

Resepsionis di balik meja berusaha mencegah karena Shankara tidak melapor. Namun lelaki yang sedang dikuasai emosi itu terus menerobos.

Pintu dibuka dengan keras. Mengejutkan Ananta yang sedang duduk tenang di atas kursi kerjanya yang nyaman.

Shankara langsung menyerang, menarik Ananta dari duduk lalu mencekal kerah kemejanya.

"Lo apain adek gue, bajingan?!" hardik Shankara keras. Suaranya nyaris memecahkan ruangan.

Ananta mendengkus lalu menyingkirkan tangan Shankara dari lehernya. "Gue cuma ngelakuin yang pernah lo lakuin ke cewek murahan itu," desisnya dingin.

Shankara meneguk saliva. Cewek murahan yang dimaksud Ananta adalah Calista. Mantan kekasih Ananta yang kini menjadi istri Shankara dan sedang hamil lima bulan.

Ananta mengibas-ngibas kerah bajunya seolah sedang membersihkannya dari sisa tangan Shankara.

"Gue tahu gue emang salah. Tapi semuanya udah berlalu, Ta. Gue udah minta maaf sama lo. Nggak seharusnya lo balas semua itu pada Andara. Kalau lo marah seharusnya lo balas ke gue, bukan adek gue!" cecar Shankara emosi.

Ananta hanya memandang Shankara dengan senyum miring di bibirnya.

"Lo nyadar nggak sih, Ta? Lo udah ngerusak hidup Andara. Lo udah hancurin masa depannya!" Sklera Shankara memerah menanggung emosi. Dia merasa gagal jadi kakak. Tidak ada lagi yang tersisa dari Andara selain kehancuran.

"Dan sekarang lihat akibat perbuatan lo!" Shankara menghempaskan test pack ke atas meja.

Ananta melihatnya. Terkejut ketika menyaksikan garis dua di benda pipih itu. Namun kemudian segaris senyum puas terulas di bibirnya.

"Jadi mau lo apa?" tanyanya santai namun sinis.

Shankara menatap Ananta lekat-lekat. Ada kebencian di mata Ananta. Tapi Shankara tidak punya jalan lain. Satu-satunya opsi yang dia miliki adalah meminta tanggung jawab Ananta.

"Lo harus tanggung jawab. Nikahi Andara."

Ananta terdiam sejenak hingga Shankara berpikir pria itu pasti akan menolak.

Namun dugaannya terbukti salah karena dengan tenang Ananta menjawab, "Oke."

Shankara tertegun. Dia tidak menduga Ananta akan terima begitu saja. Tanpa ada bantahan. Tanpa ada argumen.

Dan yang Shankara tidak tahu adalah di balik kata setujunya Ananta menyimpan dendam yang belum selesai.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 336

    Shankara menyilang satu lagi tanggal di kalender meja. Satu hari lagi telah terlewati dan masih tidak ada kabar dari Vanka.Kadang Shankara berpikir, apa laporan orang hilang yang dibuatnya benar diproses polisi? Atau tidak pernah dilakukan pencarian sama sekali?Di mana Vanka saat ini? Apa dia masih hidup? Atau ...Shankara mengusap mukanya dengan kasar. Ia buru-buru menepis pikiran buruk tersebut."Papa masih mikirin Tante Vanka?"Suara itu mengeluarkan Shankara dari lamunannya. Thalia kini sudah berada di dekatnya dengan tangan menggenggam handphone. "Nggak. Papa nggak mikirin apa-apa," dusta Shankara."Move on dong, Pa. Jangan mikirin Tante Vanka terus," kata Thalia tidak percaya. Shankara pun tertawa. Anak sekecil ini bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. "Move on itu apa, Thal?" ujinya.“Kayak ... berhenti sedih. Mulai bahagia lagi,” jawab Thalia sambil menatap ayahnya dengan serius, seperti menasihati orang dewasa.Shankara terdiam lama. Matanya menatap ke arah jendela, k

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 335

    Tujuh bulan kemudian ... Andara sangat menikmati hari demi hari selama kehamilannya. Hari-harinya memang berat karena kehamilan kembarnya, tapi Andara tidak ingin menyerah. Hanya tinggal sedikit lagi maka buah hatinya akan lahir ke dunia. Tanpa terasa saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan kehamilan Andara. Menurut prediksi dokter sekitar satu minggu lagi bayinya akan lahir. Andara semakin kewalahan berjalan akibat bobot tubuhnya yang berat. Apalagi ia mengandung dua bayi. Jangankan dua, mengandung satu anak saja bukanlah hal yang mudah. Tapi Andara tidak henti bersyukur karena memiliki Ananta yang selalu ada di sisinya. Perlengkapan bayi sudah dibeli sejak lama. Kamarnya juga sudah disiapkan untuk menyambut anak kembar itu. Kamar tersebut didominasi oleh nuansa biru dan putih. Sedangkan untuk rumah sakit, Ananta juga sudah sejak jauh-jauh hari mem-boooking-nya. Ananta memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang dicintainya. Semakin mendekati hari kelahiran si kembar, A

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 334

    Shankara tidak membuang waktu. Setibanya di Indonesia ia hanya melepas lelah sejenak sebelum bergerak mencari Vanka.Dilihatnya kamar Vanka. Barang-barang perempuan itu masih ada di sana. Pakaiannya terlipat rapi di lemari. Hal tersebut membuat Shankara cukup lega. Bisa saja Vanka akan kembali ke rumahnya.Shankara mencoba menghubunginya, berharap kali ini panggilannya direspons. Tapi ia harus kecewa.Lalu Shankara menghubungi semua teman-teman Vanka yang kontaknya ia dapat dari Andara. Tapi semua mengatakan tidak tahu. Kata mereka Vanka tidak pernah menghubungi mereka dalam waktu dekat ini.Shankara meremas rambutnya frustrasi sambil menatap layar handphonenya. Benda itu sudah panas karena Shankara tidak berhenti menghubungi orang-orang."Abang harus nyari kamu ke mana lagi, Van?" erang Shankara putus asa.Satu-satunya tempat yang belum Shankara datangi adalah rumah orang tua Vanka.Shankara memutuskan untuk pergi ke sana meski hatinya diliputi ragu. Ia tahu betul agak mustahil Vanka

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 333

    "Gimana hasilnya, Mas?" buru Andara tidak sabar setelah suaminya pulang."Nihil," jawab Ananta sembari membuka jas dan melemparkannya dengan asal ke sofa. "Nggak ada jejak sama sekali. Dari bandara, stasiun, kafe, butik, sampai pelabuhan, semuanya."Andara menatap suaminya yang terlihat benar-benar lelah. Kemeja Ananta kusut, rambutnya sedikit berantakan, bahkan wajahnya tampak lebih pucat dari biasanya. "Kalian udah nyari ke semua tempat?""Iya, Andaraaa. Tadi ke bandara dulu. Terus stasiun, pelabuhan, promenade, cafe, butik, casino." Ananta berhenti sebentar, menghela napas berat. "Semuanya. Dan hasilnya sama. Nol besar.""Hah? Nyari ke casino juga?" Andara tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. "Gila ya kalian? Emangnya Vanka mau main judi?""Siapa tahu aja. Tapi tetap nggak ada."Andara tercenung. Tadi ia juga sudah mencoba menghubungi Vanka sampai berkali-kali, dan hasilnya tetap sama. Kakak iparnya itu sama sekali tidak bisa dihubungi. "Emang masalahnya apa sih sampai Vank

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 332

    "Mas Nata mau ke mana?" tanya Andara begitu bertemu dengan suaminya di lobi. Sejak tadi Andara mencarinya."Vanka hilang. Aku dan Abang mau nyari dia.""Apa, Mas? Hilang?!" pekik Andara tertahan dan cepat-cepat membekap mulutnya dengan telapak tangan lantaran orang-orang di sekeliling memandang ke arahnya. "Gimana bisa hilang, Bang?" Andara menggeser tatapannya pada Shankara."Nanti Abang cerita ya, Ra. Abang mau nyari Vanka dulu. Abang titip Thalia," kata Shankara."Iya, Bang, hati-hati. Kamu juga, Mas."Ananta mengusap lembut pundak Andara kemudian berlalu dari sana.Monaco terasa lebih panas daripada biasanya meskipun angin laut sesekali membawa kesejukan. Ananta dan Shankara duduk di dalam mobil yang disewa. Mereka meluncur cepat menuju bandara. Mereka sepakat tidak membuang waktu untuk memeriksa hotel. Karena keyakinan Ananta dan Shankara adalah Vanka pasti sudah pergi jauh dari situ.Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah bandara. Berdasarkan analisa Ananta, kemungkinan bes

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 331

    Pagi itu Ananta dengan keluarga kecilnya sudah berada di restoran. Mereka duduk melingkari meja yang di atasnya terdapat hidangan kontinental yang menggugah selera seperti croissant hangat berlapis mentega, omelet keju yang masih mengepulkan uap, potongan keju brie dan smoked salmon, serta semangkuk buah beri segar berwarna-warni.Tidak ada sekat antara pembantu dan majikan. Darmi juga ikut duduk bersama mereka untuk sarapan bersama."Ini buah apa namanya, Ma?" Kaivan mengambil buah berry dan menunjukkannya pada Andara.Andara tersenyum lembut, memandangi anak laki-lakinya yang tengah memiringkan kepala dengan rasa ingin tahu. "Itu namanya blueberry, Sayang," jawabnya sambil menyodorkan sendok kecil. "Rasanya agak asam tapi segar. Coba deh satu."Kaivan mengendus-endus buah itu lebih dulu sebelum akhirnya memakannya. Wajahnya langsung meringis. "Ih, asam, Ma!" serunya polos, membuat Thalia yang duduk di sebelahnya tertawa kecil sampai pipinya memerah.“Shankara belum turun ya?” tanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status