Share

Bab 6

last update Last Updated: 2025-06-04 17:35:24

Ananta tidak menjawab. Tidak ada kata sepatah kata pun. Juga suara. Hanya tangannya yang bergerak cepat melucuti helai demi helai penutup tubuh Andara.

Andara hanya bisa membiarkan. Dia tidak berontak ataupun memohon untuk dilepaskan seperti malam itu. Karena Andara paham posisinya sebagai istri Ananta. Istri yang hanya sekadar status. Tanpa pernah ada di dalam hati lelaki itu.

Saat Ananta mengulurkan tangan dan menyentuh pipinya, Andara membeku. Jari-jemari lelaki itu sedingin salju. Begitu pun dengan ciumannya--hampa, liar, dan tanpa jejak kasih.

Tatapan mengintimidasi pria itu menelanjangi Andara lebih dari tubuhnya. Membuat Andara tidak tahan. Dipalingkannya muka. 

"Lihat aku, Andara. Aku ada di sini, bukan di dinding." Ananta merengkuh dagu Andara hingga tatapan mereka bertemu.

Andara menahan napas. Yang dia lihat di mata Ananta bukan cinta kasih. Hanya kemarahan. Dendam yang dalam. Luka yang belum sembuh dan ingin dibalas.

"Mas mau apa dari aku?" Andara berbisik lirih dengan suara yang hampir tidak terdengar. Suaranya tenggelam oleh rasa lelah dan luka yang terus dipendam.

"Aku ingin kamu menderita. Selamanya." Suara itu mendesis dingin, membuat sekujur tubuh Andara menggigil. 

Ketika Ananta menyatukan tubuh dengannya dalam keheningan yang memekakkan, Andara memejamkan mata. Dia tidak sanggup membalas tatapan dingin penuh kebencian itu. Dia tidak menangis. Tidak juga merintih.

Tidak ada bisik manja. Tidak ada kelembutan. Yang ada hanya keheningan dan pelampiasan perasaan. 

Saat semuanya selesai Ananta menarik selimut lalu membelakangi Andara. Lelaki itu diam membisu. Seolah yang barusan mereka lakukan hanyalah aktivitas fisik tanpa arti. Sesaat kemudian lelaki itu bangkit dari ranjang. Dia membersihkan diri di kamar mandi.

Sementara Andara hanya bisa memeluk tubuhnya sendiri. Dia menatap langit-langit kamar. Matanya basah. Bukan karena sakit, tapi karena menyadari kenyataan pahit. Dia hanya menjadi pelabuhan untuk dendam yang membara, bukan rumah untuk cinta yang indah.

"Turun dari tempat tidurku. Sebentar lagi kekasihku datang." Suara dingin Ananta menyentak Andara dari lamunan singkatnya.

Andara menatap suaminya. Lelaki itu sudah selesai mandi dan saat ini sedang berpakaian. Aroma khas parfumnya yang sudah sangat Andara hafal menguar ke udara.

"Tunggu apa lagi?" tanya lelaki itu melihat Andara masih diam termangu.

Andara turun dari tempat tidur. Dengan tangan gemetar dia memungut pakaiannya yang dibuang Ananta ke lantai lalu mengenakannya dengan perasaan terluka.

Tadinya Andara pikir setelah apa yang mereka lakukan Ananta akan tetap bersamanya. Tidur satu ranjang dengannya. Nyatanya itu hanya sekadar angan belaka.

"Kekasih yang mana maksudnya, Mas?" tanyanya hati-hati. Saking banyaknya wanita yang Ananta bawa ke rumah, Andara tidak tahu yang mana kekasih lelaki itu.

"Bukan urusanmu," jawab Ananta dingin. Pria itu berkaca di cermin membelakangi Andara. "Siapkan makan malam untukku dan kekasihku," titahnya.

Andara diam di tempat. Dan itu membuat Ananta marah padanya.

"Kenapa masih di sini? Nggak dengar aku bilang apa?"

"B-baik, Mas." Dengan pakaian yang belum sepenuhnya rapi Andara keluar dari kamar Ananta, membawa sisa-sisa dirinya yang rapuh.

**

Andara sedang sibuk di dapur. Matanya terfokus pada bahan-bahan masakan. Tangannya sibuk memotong, mengulek, menumis, tapi jiwanya kosong. Dia bahkan tidak mencicipi apa pun hari ini. Yang dipikirkannya hanya satu, menyiapkan hidangan terbaik untuk Ananta, seperti yang diperintahkan lelaki itu.

Andara memutuskan untuk memasak udang saus tiram dan cumi. Keduanya adalah makanan favorit Ananta. Andara mengetahuinya karena dulu saat masih bersahabat dengan Shankara, Ananta sering datang ke rumah dengan membawa udang atau cumi mentah lalu menyuruh Andara untuk memasaknya.

Selang satu jam kemudian meja makan sudah tertata rapi. Aroma seafood memenuhi ruang makan. Hangat, gurih dan menggoda.

Tawa renyah terdengar, bersamaan dengan itu Ananta muncul. Dia tidak sendiri. Ada wanita bersamanya.

Andara sempat terpukau. Wanita yang ini jauh lebih cantik dibandingkan para perempuan yang pernah dibawa Ananta ke rumah. Kulitnya putih. Tubuhnya tinggi semampai. Rambut hitamnya hitam lurus sepunggung dengan highlight berwarna burgundy.

"Hai, aku Marcella. Kamu pasti Andara, kan?" sapanya hangat pada Andara seolah mereka berteman dekat.

Andara menganggukkan kepala.

"Wah, makanannya enak-enak." Mata Marcella menyapu meja makan.

Ananta menarikkan kursi untuk Marcella. Perempuan itu duduk.

"Thanks, Ta."

Ananta tersenyum. Senyum menawan yang dulu juga Andara rasakan.

"Hm, udang ya?" Marcella menggumam.

"Kamu suka?" tanya Ananta.

"Suka sih, tapi--"

"Tapi apa?"

"Oh, nggak, nggak. Nggak apa-apa."

Ananta menyendokkan udang dan cumi ke piring Marcella. Sedangkan Andara hanya diam menyaksikan semua itu. Alangkah bahagianya menjadi Marcella atau para wanita Ananta yang lain.

Marcella memandangi udang dan cumi di piringnya. Senyumnya masih terpatri. Tapi ada gurat keraguan terselip di sana.

"Aku coba ya," ujarnya lalu mencolek saus tiram dengan potongan udang.

Awalnya Marcella tampak menikmati. Namun beberapa menit kemudian tubuhnya mulai bereaksi. Perempuan itu menggaruk di sana sini.

"Kamu kenapa, Cell? Kenapa leher kamu merah? Ini juga, tangan kamu," heran Ananta yang melihat perubahan perempuan di dekatnya.

"Ananta, sebenarnya aku alergi seafood," aku Marcella jujur sambil terus menggaruk bagian tubuhnya yang bengkak dan merah.

"Astaga, Cell, kenapa kamu nggak bilang dari tadi?" Ananta ikut membantu menggaruk tangan Marcella.

"Aku pengen bilang sih, tapi kayaknya udang sama cumi yang ini enak banget, jadi aku nekat." Marcella menjelaskan sambil terus menggaruk.

Ananta menggeser tatapannya pada Andara yang saat ini berdiri mematung memandanginya dan Marcella. Melihat ekspresi lugu istrinya itu membuat emosinya naik seketika.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 242

    Anak kecil itu memandangi pria dewasa di sebelahnya dengan benak dipenuhi pertanyaan. Ia berusaha menyerap informasi yang tidak sanggup ia cerna."Papa? Papa Kai, kan, lagi di Bandung, Om," ujarnya bingung.Shankara sempat terdiam sepersekian detik, lalu tersenyum kaku. "Oh iya, Om lupa. Om salah bicara. Bukan papa Kai maksudnya, tapi teman Om."Kaivan memiringkan kepalanya. “Teman Om?"“Iya, dia teman Om. Orangnya baik. Nanti Kai bisa kenalan,” jawab Shankara, mengusap kepala mungil itu.Bocah itu tampak belum sepenuhnya puas dengan jawaban sang paman, tapi akhirnya mengangguk kecil. “Kalau baik, Kai mau. Tapi Om ikut ya?”“Ikut dong. Om nggak bakal ninggalin Kai.”Shankara menggandeng tangan Kaivan menuju rumah. Setiap langkah kecil bocah itu terdengar jelas, seakan menambah degup jantung yang berkejaran di dada Shankara sendiri. Ia tahu cepat atau lambat kebenaran akan terungkap, tapi untuk saat ini ia memilih menjaga agar hati anak itu tidak kaget terlalu cepat. Dan tentu saja aga

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 241

    Andara menata pakaian Kaivan ke dalam koper kecil berwarna biru. Kaivan duduk di tepi ranjang. Kakinya yang mungil berayun-ayun. Sesekali ia mencoba memasukkan mainan dinosaurus kesayangannya ke dalam koper.“Kai, cuma boleh bawa satu mainan, sayang. Itu koper isinya baju, bukan kebun binatang,” ucap Andara sambil melipat kaus bergambar lumba-lumba.“Tapi Kai mau bawa T-Rex sama Triceratops juga,” rengek bocah itu dengan wajah penuh strategi.Andara menghela napas, lalu menatap matanya yang bundar. “Dua mainan, nggak lebih. Mama titip T-Rex, Kai boleh pilih satu lagi buat dibawa. Deal?”“Deal!” seru Kaivan ceria, lalu menyelipkan Triceratops kecil ke sudut koper.Shankara yang dari tadi bersandar di pintu setelah Kaivan memaksa melihat kamarnya yang estetik, hanya tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu. “Ra, jangan terlalu keras, namanya juga anak-anak. Kalau bawa mainan segambreng juga nggak masalah.”Andara spontan memandang. “Abang gampang ngomongnya. Nanti kalau barangnya ke

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 240

    Sudah empat tahun Andara menetap di Paris. Tapi kota yang terkenal dengan julukan La Ville Lumiere itu bagaikan persinggahan sementara karena Andara sering bolak-balik ke negara-negara lain.Sejak usia Kaivan dua tahun, Andara memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan Lumiere Models. Ia berdiri sendiri karena sudah punya modal selain skill dan pengalaman, yaitu nama besar. Kini, ia mengelola karirnya secara mandiri, memilih klien sesuai visi kreatifnya, dan menetapkan tarif sendiri.Perjalanan profesional Andara membuatnya sering bolak-balik Indonesia. Bahkan belakangan ini ia lebih sering tinggal di Indonesia. Namanya sudah dikenal di tanah air. Banyak yang mengajaknya berkolaborasi dan menyewa jasanya secara pribadi. Ia juga semakin sering berkeliling dunia, karena setiap kali ada event yang mengundang klien yang ia tangani ke luar negeri, Andara juga wajib ikut.Dengan ritme hidup seperti itu, Andara belajar menyeimbangkan antara karir internasional dan kehidupan keluarg

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 239

    Butuh waktu enam minggu bagi Andara untuk mempersiapkan segalanya. Dimulai dari mengurus dokumen-dokumen pribadi hingga surat keterangan medis.Ia teringat pada masa ketika mengikuti summer course di Paris dulu. Waktu itu ia hanya perlu menyiapkan visa Schengen jangka pendek. Prosesnya lebih sederhana, hanya butuh bukti kursus, tiket pulang, dan akomodasi. Dalam waktu yang singkat semua sudah beres, dan ia bisa terbang ke Paris tanpa banyak prosedur tambahan.Sekarang, jalannya jauh lebih panjang. Karena Lumiere mengajukan visa kerja khusus untuknya, ada otorisasi dari pemerintah Prancis yang harus terbit terlebih dahulu sebelum kedutaan bisa menempelkan stiker visa di paspornya.Hari-hari Andara pun kembali dipenuhi penantian. Ia sering membuka portal imigrasi online, membaca ulang prosedur, mencari tahu kisah-kisah orang lain di forum. Ternyata ada yang menunggu sampai tiga bulan, ada juga yang hanya enam minggu. Semua tergantung pada keberuntungan dan kecepatan administrasi.Kadang

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 238

    Andara terpaku sepersekian detik begitu menyaksikan nama yang tertera di layar. Selama sesaat ia berpikir untuk menolak atau mengabaikan panggilan tersebut.Akhirnya ia putuskan untuk menjawab."Halo, El.""Aku dengar dari Mas Kemal kamu udah resign. Itu betul, Ra?" Ello langsung menyerbunya dengan pertanyaan tanpa basa-basi atau salam pembuka."Iya, yang dibilang Mas Kemal nggak salah," jawab Andara berterus terang."Kenapa mendadak? Ada masalah apa?" Sama seperti Kemal pada awalnya, Ello juga mengira Andara berhenti karena memiliki masalah."Nggak ada masalah apa-apa, El. Aku cuma pengen bersolo karir."Ello menghela napas panjang di ujung telepon. “Solo karir ya… Aku paham, Ra. Maksudmu kamu mau fokus sama studio sendiri dan brand kamu sendiri, kan?”Andara mengangguk meski Ello tidak bisa melihatnya. “Iya, El. Aku pengen membangun semuanya dari nol. Aku mau orang ngeliat hasil kerjaku sendiri.”“Aku ngerti, dan jujur, aku bangga sama kamu. Berani banget ambil risiko gini. Nggak se

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 237

    Andara menatap pria yang sedang duduk di hadapannya. Dengan sabar ia menunggu pria yang sedang menelepon itu meskipun kata-kata yang tersusun di benaknya sudah tidak bisa menunggu untuk dilontarkan."Sorry, Ra, jadi nunggu," kata pria itu setelah meletakkan ponselnya begitu selesai menelepon."Nggak apa-apa, Mas, kalau masih ada yang mau ditelepon lanjutin aja," jawab Andara pada Kemal. "Nggak ada."Andara diam.Kemal menatapnya, seolah menunggu Andara membuka pembicaraan. Akhirnya, Andara menarik napas panjang, mengumpulkan keberanian.“Mas, aku mau bicarain sesuatu,” katanya pelan."Apa itu, Ra?"“Aku mau resign dari Etoile Beauty.”Kedua alis Kemal naik sekaligus, matanya menatap Andara penuh tanya. "Resign? Kenapa, Ra? Ada masalah?"Andara menggeleng. “Nggak ada masalah apa pun, Mas. Aku senang kerja di sini. Cuma... aku ngerasa waktunya sudah tepat. Aku ingin fokus membangun studio makeup sendiri, mengembangkan brand aku sendiri. Dan aku berterima kasih sudah dikasih kesempatan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status