Share

Bab 74

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-12 17:25:41

Ananta berdiri lalu melangkah menghampiri Andara.

"Menghukum? Menghukum apa, Andara?"

Andara sangat gemas melihat cara Ananta bertanya dan ekspresi datar yang ditunjukkannya.

"Jangan pura-pura nggak tahu, Mas Nata. Aku tahu persis kamu suruh aku memfotocopy sebanyak itu adalah sebagai bentuk pelampiasan kemarahan kamu."

"Siapa yang marah?" balas Ananta masih dengan sikap santai.

'Ya Tuhan, ini aku yang gila atau dia yang sakit?'

Andara merasa seperti orang bodoh diperlakukan seperti ini oleh Ananta.

"Udahlah, Mas. Jangan mainin aku lagi." Andara sudah teramat lelah menghadapi suaminya yang aneh.

"Aku suruh kamu fotocopy karena itu memang sudah tugasmu, Andara. Bukan hukuman."

"Tapi nggak sebanyak itu juga kali, Mas. "Aku kerja sampai malam. Hamil. Diperlakukan kayak bukan siapa-siapa. Dihina pacar kamu di depan umum. Disuruh fotocopy sampai hampir pingsan lagi. Dan kamu bahkan nggak jawab pesanku," lanjut Andara. “Kamu nggak khawatir soal aku. Nggak juga soal anak kamu. Aku sudah cuk
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Fahriani Bidaria
suami sakit jiwa, duit banyak gak bisa per Mak upgrade mantesin istri
goodnovel comment avatar
eld
good girl andara! buat ananta ga pantes buat kamu dalam hal apapun. yuhuuuuuu~~~
goodnovel comment avatar
dewi diro
lanjut mb zi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 86

    Di saat Andara sudah lelap dengan Ananta di sebelahnya, di depan sebuah rumah sederhana sebuah mobil baru saja berhenti. Shankara keluar dari sana dengan gerak lambat. Tubuhnya lunglai, jaket hitamnya berbau oli, keringat, dan debu bengkel. Tangannya mengusap wajahnya sekali, lalu menarik napas panjang sebelum membuka pintu rumah peninggalan orang tuanya.Pintu berderit pelan saat dibuka. Lampu ruang tamu masih menyala, tapi tidak ada suara TV, tidak ada suara siapa pun menyambut. Shankara masuk perlahan, menaruh tas ransel lusuhnya di atas kursi rotan, lalu melangkah ke belakang untuk mencuci muka.Saat kembali ke depan ia mendapati Calista sudah berdiri sambil bersedekap. Rambutnya dikuncir tinggi, wajahnya tanpa riasan, dan matanya menatap Shankara dengan sorot tidak puas.“Jam berapa ini, Ka?” Nadanya dingin.Shankara menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 00.45, lalu menurunkan pandangannya."Ada motor yang harus selesai besok. Jadi aku lembur dulu."Calista menghela n

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 85

    Setelah Dio pergi, Andara duduk di pinggir sofa, menatap wajah Ananta yang kini berada dalam keadaan entah sadar atau tidak. Napasnya berat dan tidak beraturan. Sesekali mulutnya menggumamkan kata tidak jelas. Lengan kemejanya tergulung dan beberapa kancing bagian atas terbuka. Rambutnya juga awut-awutan. Andara memandangi lelaki itu tanpa berkata apa-apa. Wajah yang ia kagumi kini tampak asing. Dalam benaknya pertanyaan demi pertanyaan pun bermunculan. Kenapa Ananta pulang dalam keadaan seperti ini? Apa dia stres? Atau apa karena Clarin?"Mas, kita ke kamar aja yuk." Andara membantu Ananta berdiri lalu memapahnya dengan tertatih-tatih. Ia merasa kesulitan lantaran Ananta menyandarkan tubuh sepenuhnya padanya.Langkah mereka terseok-seok. Ananta sempat hampir tersandung yang membuat Andara memeluk pinggangnya lebih erat agar tidak jatuh."Aku bisa jalan sendiri." Ananta menggumam walau kakinya jelas tidak stabil.Andara tetap memegangi tubuh Ananta sampai akhirnya mereka masuk ke d

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 84

    Andara keluar dari ruangan dokter dengan langkah lebih ringan. Sambil berjalan menuju parkiran, ia menatap kembali hasil USG yang tergenggam di tangannya. Lembaran itu tidak lebih dari gambar dengan bayangan samar, tapi bagi Andara, itu adalah segalanya. Bukti bahwa ada kehidupan di dalam dirinya. Bukti bahwa ia masih berarti.Kemal yang berjalan di sampingnya tidak berkata banyak. Tapi kehadirannya cukup untuk membuat Andara merasa aman. Saat mereka masuk ke mobil, Kemal menoleh sekilas lalu mengatakan, “Kalau kamu belum mau pulang ke rumah, kamu bisa ikut ke apartemenku dulu. Kita bisa duduk santai sebentar sambil ngobrol-ngobrol."Andara sempat ragu, tapi pikirannya sudah terlalu jenuh untuk kembali ke rumah kosong yang dingin itu, atau lebih tepatnya rumah Ananta. Rumah tempat ia hanya dianggap sebagai bayangan.“Boleh deh, Mas." Ia memutuskan.*Apartemen Kemal berada di lantai enam sebuah gedung bertingkat di kawasan yang tenang. Begitu pintu terbuka, aroma lembut dari kayu dan

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 83

    Mobil sedan hitam milik Kemal melaju pelan di tengah hiruk-pikuk sore di ibukota. Suara klakson bersahutan, deru mesin berlalu-lalang, dan matahari yang mulai turun ke ufuk barat mewarnai langit dengan semburat orangnya. Di dalam mobil suasana sangat kontras. Hening dan terasa sesak oleh emosi yang menggumpal namun tidak terucapkan.Andara duduk membisu di kursi penumpang. Tatapannya tertuju keluar jendela, mengikuti bayang-bayang pepohonan dan gedung-gedung tinggi yang berkelebat. Namun pikirannya tidak benar-benar ada di sana. Wajahnya tampak pucat, dan jari-jemarinya mencengkeram erat tali tas di pangkuannya, seolah sedang menggenggam sisa-sisa kekuatan yang mulai rapuh.Kemal menyetir tanpa banyak bicara. Dari sudut matanya, ia sesekali melirik Andara, membaca isyarat-isyarat diam yang jelas menunjukkan ada luka yang sedang ditahan wanita itu. Ia tidak bertanya. Tidak juga mencoba menenangkan dengan basa-basi. Ia hanya memutar musik instrumental lembut dari playlist-nya, membiarka

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 82

    Langkah kaki pria itu terdengar mantap memasuki rumah. Dengan satu tangan membawa botol minum gym besar, satu lagi menenteng handuk kecil. Rambutnya masih basah, kaus hitamnya melekat di badan karena keringat.Tatapan Ananta jatuh tepat ke arah ruang tamu. Dan di sanalah ia mendapati pemandangan yang tidak biasa.Andara bersimpuh di lantai. Clarin duduk angkuh di sofa, satu kakinya tengah dipijat oleh istri sahnya.Andara menghentikan gerakan tangannya. Tubuhnya tegang. Clarin justru menyambut Ananta dengan senyum lebar, tanpa sedikit pun merasa bersalah. Ia berdiri dari tempatnya lalu melangkah menghampiri Ananta dan mengecup pipinya lembut.Saat melihat itu Andara hanya bisa menahan perasaan."Dari tadi aku telepon nggak dijawab." Clarin memberengut."Aku nggak tahu. Tadi lagi di gym," jawab Ananta."Lebih penting gym emangnya daripada aku?" "Kenapa ke sini nggak bilang dulu?" Ananta mengabaikan pertanyaan Clarin dan balik menanyakan hal lain."Gimana mau bilang kalau aku nelepon n

  • Lelaki Yang Terpaksa Menikahiku   Bab 81

    Memasuki bulan kelima kehamilan Andara mulai merasakan gerakan-gerakan kecil dari dalam rahimnya. Sentuhan-sentuhan halus itu kerap datang tiba-tiba dan lebih seringnya tengah malam di saat ia akan beristirahat.Di pagi yang tenang ini ia sedang duduk di balkon, membelai perutnya pelan sambil menikmati udara segar. Hari ini hari Sabtu dan Lyncore tidak beroperasi pada hari tersebut, jadi ia bisa santai di rumah. Andara hanya sendirian. Ananta pergi sejak tadi. Waktu Andara menanyakannya, Ananta mengatakan pergi ngegym dengan teman-temannya.Andara tidak tahu siapa saja teman Ananta karena mereka tidak pernah datang ke rumah. Andara yakin Ananta melarangnya.Seulas senyum kecil membingkai bibir Andara ketika merasakan sebuah gerakan lagi dari dalam perutnya. Ia mengelusnya. Membisikkan di dalam hati bahwa ia akan selalu menjaganya. Andara sudah tidak sabar menunggu sore tiba. Ananta sudah berjanji akan menemaninya ke rumah sakit untuk kontrol kandungan.Andara terpaksa beranjak dari b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status