POV MARIA
Aku terbangun lalu membuka mataku, “hai ..., di mana aku?”Seingatku tadi aku sedang di ruang kerja ayahku. Aku bingung keberadaanku yang tiba-tiba berada di sekolah. Mataku mulai menjelajah, tiba-tiba pandanganku tertuju pada sesosok cowok yang berlari masuk ke dalam ruangan gym.
"Ray!" Teriakku Aku memanggilnya.
Namun suaraku seperti tak di dengarnya, Ray terlihat begitu terburu-buru menghampiri sesosok tubuh yang tergeletak di lantai tempat gym. Ray memeriksa tubuh cewek itu lalu dengan hati-hati membopongnya. Aku mengerutkan keningku, sambil mendekati Ray. Betapa terkejutnya aku saat aku melihat siapa yang dia bopong, ahhh itu tubuhku!!
"Kenapa aku?" Tanyaku sambil mengikuti kemana Ray membawa tubuhku yang terlihat tak berdaya.
Ray membawaku ke ruang UKS, lalu membaringkan tubuhku di atas ranjang matras, menyelimutiku dengan hati-hati. Tak lama seorang tenaga kesehatan datang m
Mohon dukungannya dengan memberikan vote atau kirim masukan kritik dan saran melalui kolom komentar. Terima kasih..
POV DETEKTIF JOHANAku langsung meraih tubuh putriku yang tiba- tiba ambruk dihadapanku. Hatiku bergetar takut sesuatu yang buruk menimpa putri kesayanganku Maria.“Mar, Maria?! Bunda...., Bunda cepat ke sini!” teriakku dengan panik sambil memeluk Maria."Ayah..., apa yang terjadi dengan Maria?!” tanya istriku yang sepertinya dia berlari untuk sampai di ruang kerjaku.“Ray…panggilkan Ray ayah! Panggilkan Ray!” gumam Maria di sela kesadarannya."Ayah ada apa ini, kenapa dengan Maria?" Tanya istriku, air matanya mulai mengembang di matanya.Aku langsung membawa Maria ke ruang keluarga dan membaringkannya di sofa."Bunda cepat panggil dokter!" Pintaku pada istriku."Panggil ambulan saja," ulangku saat melihat nafas Maria yang semakin tersendat. Aku langsung meraih kotak obat dan memasang inhaler pada pernafasan Maria.
POV Maria Aku masih terbaring di kasurku, tubuhku seakan menjadi rentan karena keadaan hatiku yang terlalu merindukan kehadiran Ray. Aku tahu ayah sudah berusaha mencari info keberadaan Ray, tapi setiap aku melihat ayah pulang dengan wajah yang kusut, aku langsung dapat menebak kalau ayah belum mendapatkan kabar baik yang aku harapkan. “Permisi om, Marianya ada?” samar-samar aku mendengar suara yang sudah hapal di telingaku. “Ya, ohh kamu masuk saja, Maria ada di kamar,” jawab suara Ayah. aku dapat menduga siapa yang datang. "Baik Om, terima kasih," jawab suara cowok dan aku yakin itu Andre. Terdengar suara langkah sepatu yang menaiki tangga dan mendekati kamarku. Pintu kamar di ketuk. Tok... Tok... Tok "Masuklah..," kataku pelan. “Hai Maria sayang...!" suaranya yang sangat aku kenal lalu di susul wajah tampan Andre muncul dari balik pintu kamarku. Senyuman manisnya terukir di bibirnya, aku
POV Detektif Johan Bagiku keluarga kecilku adalah segalanya, Maria yang mengalami kondisi drop tentu saja sangat mempengaruhi kondisi mental aku dan istriku, begitupun Justin. Dia lebih suka diam di rumah sejak Maria dilarikan ke rumah sakit. Saat kondisi Maria sudah membaik, kami memilih merawatnya di rumah kami. Kedatangan Andre sore itu membuatku berharap dia mampu memberi penghiburan buat Maria. Makanya aku meminta Andre untuk menemui Maria ke kamarnya. Dan memberi kesempatan untuk mereka berdua. Namun aku terkejut saat Andre memanggiku dengan histeris, kudapati anakku kembali kesulitan bernapas. Aku segera mengambil obat hirupnya. Kukocok alat itu, lalu kupasangkan di mulut Maria dan ia menghirupnya. Maria lalu mengambil nafas dan mulai lega lagi. Ketika tatapanku tertuju pada Andre, aku lihat matanya berkaca-kaca. Tatapannya begitu sendu dan seperti sedang terluka. "Maafkan saya Om, saya tak b
POV ALEX Sejujurnya aku tak tahu siapa sebenarnya diriku, bahkan siapa orang tuaku. Hanya orang-orang di sekitar memanggiku dengan nama Alex. Dari kecil aku hidup di jalanan, menurut orang yang menemukanku, mengasuhku dan bahkan saat umurku enam tahun dia menjualku. Saat aku bayi, dia menemukanku tergeletak begitu saja di emperan sebuah toko kelontong di pinggir jalan. Aku tak menyangkal akan kebaikannya yang sudah merawatku dari bayi, namun kadang aku merasa kesal dan marah bila ingat dia yang sudah memperjual belikanku seperti barang dagangan. Orang yang membeliku ternyata seorang bos sirkus, aku yang masih kecil dan tak tahu apa-apa saat itu. Mulai dipekerjakan untuk melakukan atraksi sirkus dan sering diperlakukan semena-mena. Di sirkus itu, aku sudah bisa mengendalikan elemen angin yaa walau saat itu aku hanya bisa berjalan di atas seutas tali yang dibentangkan, dengan melakukan keseimbangan dari elemen angin yang aku kuasai. Saat itu bahkan
POV ALEX Malam semakin larut, kesunyian menemani setiap langkah kami. Aku, Tim dan Purple mengendap-endap memasuki sebuah gedung bertingkat di samping markas kepolisisan. Ini adalah langkah pertama The LMNTAL untuk mulai menentukan target perburuan. Aku tahu ini bersifat egois untuk anggota The LMNTAL yang lain tapi bagiku untuk menemukan orang yang sudah menembak mati saudaraku adalah suatu langkah awal yang harus kulakukan. Hal itu tentu saja atas hasil kesepakatan dengan semua anggota The LMNTAL yang ada. Ya, aku sudah menentukan siapa yang menjadi target pertama perburuan The LMNTAL, dia adalah orang yang sudah menembak mati Troya. Tim yang mempunyai keahlian sebagai heacker berhasil masuk ke salah satu server SDI, kami pun mendapat satu nama Powel Graham. Powel Graham, pria tinggi besar berumur 40 tahun, dia salah seorang yang terpilih untuk bisa masuk ke SDI dan menjadi salah satu komandan. Sudah seminggu
POV ANDRE Teman-teman di sekolah hampir semuanya mengenalku sebagai Andre anak si penjual bakso, ya itu tak aku pungkiri karena kedua orang tuaku atau lebih tepatnya berawal dari kakekku berprofesi sebagai penjual bakso yang sudah terkenal di kota kecil ini. Bisnis keluarga ini mungkin suatu hari nanti akan diwarisi kepadaku. Walau sejujurnya aku tak menginginkannya. Sejak memasuki usia remaja kedua orang tuaku sudah mulai memberikan aku tanggung jawab untuk ikut andil dalam bisnis keluarga, mulai dari belanja bahan baku, bumbu, memasak, bahkan kadang harus turun untuk melayani pelanggan di warung bakso kami. Sering juga aku merasa risih dengan ledekan teman-teman saat mereka memanggilku dengan embel-embel kata "Bang" saat memanggil namaku, tapi lama-lama aku menyadari kalau hal itu memang sudah menjadi label tersendiri dari keluargaku. Jadi buat apa aku merasa malu lagi, justru sekarang ada rasa bangga di hatiku. Hehehe... Selain dikenal
POV ANDRETumpukkan arsip masih berserakkan di depanku, yaa seharian ini aku disodorkan setumpuk dokumen untuk dibaaca dan dipelajari. Detektif Johan benar-benar membuatku belejar dan bekerja keras, tapi sedikitpun aku tak keberatan dengan semuanya ini. Aku bahkan banyak belajar dan memahami semua hal yang terjadi di sekelilingku ini. Ternyata tak semudah membuat bakso. Hahaha....Bekerja dengan detektif Johan ternyata bukan hanya untuk menyelidiki tentang keluarga van Bosch, tapi juga untuk kasus-kasus yang lain. Kantor detektif Johan, kini sudah menjadi ruang kerjaku sekaligus rumah kedua buatku. Dengan berada di sini, aku bisa secara rutin menengok kekasih hatiku yang masih saja terbaring di tempat tidurnya. Sesekali aku berdiri untuk meluruskan punggung yang pegal karena terlalu lama duduk.Kupandangi papan kerja yang sudah dipenuhi dengan klipingan berita kematian tragis. Ada beberapa yang ditandai
POV ANDREAku bingung saat semua orang melihat ke arahku, sambil menunduk aku melihat kearah kaki kananku dan mengangkatnya. Sial..., aku melihat sesuatu yang sangat diluar dugaan. Aku baru saja menginjak sebuah bola mata manusia. Ahhh..., ngapain juga ada bola mata berwarna putih kekuningan dengan leleran darah di bawah sana. HOOOEEEKK! Aku benar-benar tak bisa menahan lagi. Guncangan diperutku semakin kuat. Tanpa berpikir lagi aku langsung berlari ke arah wastafel yang berada dekat pintu kamar. Dengan sukses muntahanku keluar di sana."Ini bagaimana sih, tim forensik! Koq potongan tubuhnya nggak disatuin?" Terdengar suara inspektur James yang menegur anak buahnya.Setelah puas mengeluarkan rasa maluku ehh muntahanku, aku menatap cermin. Wajahku terlihat pucat namun ada yang lebih membuat wajahku bertambah pucat, aku melihat pantulan bayangan sebuah kepala yang terlepas dari tubuhnya dengan kedua bola