Share

Chapter 6 – Piere Zangief

POV DETEKTIF JOHAN

Pagi ini suasana rumah seperti biasa hiruk pikuk dengan kedua buah hati kami yang saling menggoda satu sama lain sehingga timbul keributan kecil yang ujung-ujung selalu memanggilku untuk melerai keduanya. Maria yang senang sekali mengerjai Justin, begitupun dengan Justin yang sering merasa kesepian bila tak mendengar omelan kakaknya. seperti saat ini, Maria membuat Justin harus berputar-putar untuk menemukan sebelah sepatunya yang disembunyikan.

"Ayaaahhh!" suara teriakan Justin seakan memekakkan telingaku.

"Maria, apa lagi yang kamu lakukan pada adikmu?" tanyaku sambil keluar dari ruang kerja.

"Tak ada kok, Yah. itu dasar Justin saja yang cari perhatian Ayah," jawab Maria sambil tetap duduk di sofa pura-pura membaca buku.

Biasanya bila sudah seperti itu, aku akan memanggil keduanya dan mengajak mereka untuk bicara. seperti saat ini, aku sudah duduk di antara kedua anakku, Maria dan Justin. Sebelum duduk dengan mereka, aku sempat menerima telepon dari inspektur James. Mereka terlihat diam-diam memperhatikan percakapanku dengan inspektur James.

"Ayah, bolehkan aku tahu kenapa inspektur James selalu memanggilmu dengan nama Piere?" tanya Maria sambil manatap wajahku, begitupun dengan Justin.

"Iya Yah, aku juga ingin tahu, tiap kali aku angkat telpon dari inspektur James dia selalu menyebut nama Piere pada Ayah," kata Justin menambahkan.

Sesaat aku menatap keduanya, ada rasa geli di hatiku dengan keingin tahuan kedua anakku ini, baru sekarang mereka menanyakan tentang nama Piere. Walau aku tahu, mungki mereka sudah lama ingin bertanya hanya saja kesempatannya yang jarang ada. Apalagi bila aku sudah sibuk dengan kasus-ksus yang aku tangani.

"Hmmm..., Ceritanya panjang, apa kalian mau dengar sekarang?" tanyaku sambil menatap mereka bergantian lalu mataku beralih pada jam dinding. Ahhh masih ada waktu, pikirku.

"Iya dong Yah, lagian masih pagi ini," kata Maria yang mengikuti arah pandanganku tadi.

"Baiklah, dulu ayah dan inspektur James tergabung dalam satu kesatuan di kepolisian, kami berfatner cukup lama, dan karena dia juga semua anggota kesatuan memanggil Ayah dengan nama Piere," jawabku.

"Kalian tahu, gara-gara nama Piere itu, ayahmu sempat disebut sebagai orang hilang," sambung istriku sambil tersenyum menghampiri kami.

"Ahh kok bisa begitu? Emang seperti gimana kejadiannya?" tanya Maria semakin penasaran.

"Iya Yah, cepat dong ceritain," sambung Justin. Sama-sama antusias dengan ceritaku. Aku melirik ke arah istriku, dia langsung mengerti dengan bahasa mataku.

"Sudah biar bunda yang cerita, gini kejadiannya kenapa disebut orang hilang. Saat itu ayahmu sedang bertugas di jepang, dan terjadi gempa bumi yang dahsyat. Ayahmu kebetulan sedang berada di lokasi gempa tersebut dan menjadi salah satu korban. Inspektur James yang panik kerena sahabat baiknya belum ditemukan, langsung minta bantuan untuk mencari korban bernama Piere. Namun yang terdata sebagai korban yang sudah di evakuali adanya atas nama Johan. Jadi tim SAR kembali melakukan pencarian atas nama Piere itu, namun jelas sekali kan, itu tak mungkin ditemukan. Hingga akhirnya Piere dinyatakan hilang," cerita istriku sambil menatapku dan tersenyum.

"Kenapa nama Piere itu, Bun?" Kata Maria kembali ke pertanyaannya.

"Itu Ayah yang jelaskan," kataku sambil menarik napas, mengingat kembali peristiwa belasan tahun silam saat masih aktif di kesatuan kepolisian militer.

"Saat itu di kesatuan, setiap tahun kami selalu mengadakan kejuaran olah raga dan ayah mengikuti cabang olah raga tinju, bahkan Ayah berhasil memenangkan kejuaraan antar kesatuan dikepolisian. Inspektur James yang merupakan sahabat Ayah, dia tahu kalau gaya bertinju ayah diadaptasi dari gaya bertinju Piere Zangief, seorang atlet tinju berkebangsaan Rusia yang memenangkan lima sabuk kejuaraan WBF dan WBC," ceritaku sambil pikiranku seakan terbawa kembali ke masa itu.

"Wow... hebatt, jadi Ayah mantan juara tinju?" Potong Justin.

"Ya..., ya..., ya, aku tahu, tapi kenapa ayah mengidolakan Piere Zangief?" Tanya Maria tak sabar.

"Wah..., wah.. anak-anak bunda seperti lagi wawancara Ayah aja," celetuk istriku yang dari tadi hanya ikut menyimak.

"Tentu saja style bertinju dia, Ayah sangat suka. Piere Zangief punya pukulan Hien, sebuah pukulan yang bisa berubah menjadi Upper Cut, Hook, maupun jab dalam satu gerakan. Dan dengan Hien pula ayah dapat memenangkan setiap babak dalam kejuaraan itu. Nah sejak itulah inspektur James selalu memanggil Ayah dengan nama Piere."

"Oh, begitu ceritanya," kata Maria dan Justin bersamaan.

"Iya, apa ada yang ingin kalian tanyakan lagi?" tanyaku. tapi keduanya langsung menggelengkan kepala. aku pun kembali melihat ke arah jam dinding.

"Ohh ya Maria, nanti kamu pulang sekolah jam berapa?" Tanyaku sebelum kedua anakku bangkit dari duduk.

"Seperti biasa dong Yah, ada apa?" tanya Maria.

"Ayah nanti akan mampir ke panti asuhan tempat Ray, kamu mau ikut sama Ayah? Ray kan temanmu jadi sekalian kamu tunggu ayah pulangnya, kita berangkat ke panti sama-sama," ajakku.

"Aku gak sekalian dijemput Yah?" tanya Justin.

"Sekolah kamu kan dekat, Justin," kata istriku.

"Hmmm..., gimana ya, Yah? Sebenarnya aku nggak akrab dengan dia," kata Maria dengan wajah yang sedikit enggan.

"Ayolah sayang..., masa sama teman begitu, bukannya dia anak yang baik?" Kataku berusaha membujuknya.

Aku berharap Maria bisa melihat secara langsung bagaimana kehidupan anak-anak panti asuhan, agar kepedulian terhadap sesamanya semakin kuat.

"Ahh Ayah..., tapi baiklah," kata Maria sambil memutar bola matanya, lalu beranjak untuk bersiap berangkat ke sekolah, menyusul Justin.

"Ayah, bunda, aku berangkat!" Seru Justin sambil berlari keluar mengambil sepedanya.

"Justin! Tidak sarapan dulu?" teriak istriku sambil menatap Justin yang sudah melambaikan tangan dan pergi.

"Aku juga berangkat ya," kata Maria sambil mencium pipiku dan istriku bergantian.

"Daah...,!" Maria berlari menyusul Justin sudah berada di luar rumah, dia agak terburu-buru untuk mengejar monorail.

"Bun, hari ini ayah ada urusan di kantor catatan sipil, setelah itu mau ketemu inspektur James, mungkin gak bisa makan siang di rumah, sorenya Ayah mau ke panti jadi Ayah akan pulang terlambat," kataku seperti biasa memberitahukan jadwalku pada istriku.

"Iya Ayah, hati-hati di jalan," jawab istriku, belum sempat aku berbalik istriku melanjutkan bicaranya

"Oh ya, besok aku ingin membuat pasta, pulangnya Ayah bisa tolong beliin aku saus bolognaise?" kata istriku.

"Tak masalah, nanti aku akan mampir ke swalayan," jawabku sambil memeluk istriku, lalu mencium bibirnya.

Aku pun langsung berpamitan dengan istriku, rasanya masih ingin berlama-lama bersamanya dengan memanjakan dirinya, sebelum kami memulai rutinitas masing-masing. Dia adalah istri dan seorang ibu yang hebat. Meskipun usia pernikahan kami sudah memasuki 20 tahun, tapi tak menyurutkan rasa cinta dan kasih sayangnya kepadaku dan juga kedua anak kami.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ivan Haws
uuiihhh co cweet....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status