Home / Fantasi / Lentera Kegelapan / Chapter 7 – Petunjuk

Share

Chapter 7 – Petunjuk

last update Last Updated: 2021-09-03 19:57:35

POV Detektif Johan

 Tiba di kantor catatan sipil, aku langsung menemui Bram, orang biasa membantuku dalam urusan di sini. Kami berdua mulai mencari tahu berkas-berkas yang mungkin ada hubungannya dengan kasus Ray. Seperti yang dicerita Ray kemarin, dia terdaftar lahir pada tanggal 15 Desember, hari di mana dia ditemukan di depan pintu Panti Asuhan. Dari berkas yang aku temukan, aku bisa melihat beberapa data mengenai Ray. Dia mempunyai darah A RH-. Artinya orang yang mempunyai darah itu pasti bukan orang asli Indonesia. Mungkin ini semua ada hubungannya dengan Sapu tangan 8 Miles yang dia punya.

 Tak banyak data yang aku dapat tentang Ray di catatan sipil, hanya data standar saja yang tercatat di sana. Sesuai jadwal aku langsung menuju ke kantor Inspektur James. Aku sudah terbiasa keluar masuk gedung kepolisian, para petugas sudah mengenal siapa aku, karena sebagian rekan-rekan di kesatuanku masih banyak yang bertugas dan menjadi petinggi di kepolisian. Tapi walaupun begitu aku tetap mengikuti protokol kunjungan untuk menemui inspektur James.

 Seorang petugas mengantarku menuju ruangan inspektur James, saat dia melihatku yang lama tak bertemu langsung, dia bangun dari kursinya dan menyambutku.

 "Ahhh...Piere!  Duduklah!" katanya mempersilakanku duduk.

 Aku pun duduk dengan santai di sofa yang ada di ruangan inspektur James.

 "Tumben banget kamu mampir ke kantorku, ada info penting yang ingin kamu berikan?" katanya.

 "Hmmm...., justru aku ingin minta info darimu," jawabku sambil menatap Inspektur James yang terlihat mengerutkan keningnya.

 "Info apa yang ingin kamu tanyakan?" tanyanya sambil berjalan menghampiri lalu duduk di sofa bersamaku.

  "Apa kamu masih ingat kasus penemuan bayi tujuh belas tahun silam?" tanyaku

 "Tujuh belas tahun silam ya?" jawab inspektur James, sesaat dia manatap wajahku dengan ekspresi yang aneh.

 "Ya, saat itu kasusnya bersamaan dengan penemuan mayat William van Bosch di dekat rumahku," kataku sambil balas menatapnya.

 "Yaa..., ya.., aku masih ingat, ada apa dengan kasus itu, apa kamu tertarik untuk menanganinya?" kata inspektur James.

 "Betul, kemarin sore aku sudah menerima kasusnya, klienku ingin aku menyelidiki siapa orang tua bayi itu," jawabku.

 "Si bayi sekarang sudah beranjak dewasa dan dia ingin menemukan kedua orang tuanya." lanjutku.

 "Hahaha..., ternyata kita semakin tua, rasanya baru beberapa tahun lalu kejadiannya."

 "Kita memang sudah tua, coba saja kamu berkaca, kumis tebalmu itu sudah memutih, rambutku pun sama," kataku sambil mengusap kepalaku.

"Hahaha..., benar kita berdua sudah tua, setidaknya semangat kita tak kalah dengan anak muda," kata Inspektur James.

 "Kita sambil minum kopi ya," lanjutnya sambil berdiri dan menuangkan kopi dari mesin pembuat kopi ke dalam dua gelas yang diambilnya, kemudian membawanya.

 "Jadi apa yang bisa aku bantu untuk kasusmu itu?" tanya inspektur James setelah kembali duduk di sofa depanku.

 "Apa aku bisa lihat berkas penemuan bayi saat itu yang ada di kepolisian?" tanyaku.

 "Hmmm..., tentu saja, aku akan ambilkan untukmu , kalau Cuma berkas itu," jawab inspektur James dengan santai. Kemudian inspektur James langsung menghubungi anak buahnya untuk membawakan berkas kasus yang aku minta. Tak lama seorang petugas masuk membawakan sebundel berkas yang diminta, lalu inspektur James memberikannya padaku. Setelah petugas itu keluar dari ruangan.

 "Dari kasus ini apa kamu punya tambahan info dari klienmu?" tanya inspektur James sambil menatapku.

 "Tentu saja, klienku menceritakan kalau dia menerima kiriman uang setiap bulan sebesar dua puluh juta dari orang yang tak bisa dilacak sampai hari ini," kataku.

 "Apa terima uang ..., pengirimnya tak bisa dilacak sampai hari ini?" inspektur James yang sedang meneguk kopinya, hampir saja  menyemburkan dari mulutnya mendengar perkataanku.

 "Kamu tak percaya? sepertinya anak itu tidak membual. Sore nanti aku akan datang ke panti untuk membuktikannya," jelasku.

 "What a damn..., selama ini tak ada yang tahu pengirimnya?"

 "Ya, tak ada yang tahu. Alamat yang ada semua palsu. Kira-kira menurutmu apa motifnya?" kataku

 "Bukan money laundry, mungkin?"

 "Entahlah, besar kemungkinan itu kiriman dari orang tuanya bukan? apa mungkin ada hubungan dengan keluarga hendrajaya grup?" tanyaku sambil kembali mantap wajah inspektur James.

 "Kita tak bisa menduga ke arah itu dulu, orang kaya di negeri ini cukup banyak. Apa ada informasi lain?" tanya inspektur James.

 "Ada, ini adalah sapu tangan bertuliskan Ray, saat ditemukan dulu, dipakai untuk menyelimuti si bayi dan sebuah simbol dengan tulisan 8 Miles." jelasku sambil memperlihatkan saputangan dan foto yang dikirim Ray padaku.

 "8 Miles? Sepertinya tak asing," kata inspektur James sambil manatap foto yang ada di layar ponselku.

 "Kamu mengenal simbol ini?" tanyaku penasaran.

 "Apa itu nama suatu komunitas?" lanjutku saat melihat dia sedang berpikr keras dan mengingat.

 "Bukan...., " jawabnya ngegantung.

 "Lalu?"

 "Sebentar aku lagi coba mengingat semua, tapi aku belum yakin. Aku akan coba periksa file-file lama," kata Inspektur James lalu membuka laptopnya.

 "Baiklah James, terima kasih atas kopinya, kabari aku ada informasi penting tentang yang kita bicarakan barusan," kataku sambil sekalian pamit.

  "Ok Piere, kalau kamu tak mau menunggunya, kamu akan lanjut kemana ?" tanya James.

 "Setelah ini aku akan ke panti asuhan, tapi mungkin akan mampir dulu ke perpustakaan untuk mencari beberapa info mengenai lambang ini," kataku sambil menunjukan saputangan Ray.

 "Nanti aku kabarin juga kalau sudah membuka file lama, Sering-seringlah mampir Piere!" kata inspektur James.

 "Tentu James, itu juga kalau ada kasus," jawabku sambil tersenyum dan meninggalkan ruangan inspektur James.

 Dari kantor polisi aku langsung menuju ke perpustakaan. Aku mencari-cari segala hal tentang yang namanya 8 Miles. Pastinya tidak mudah. Aku mulai mencari tentang tempat dan istilah-istilah yang menggunakan kata 8 Miles. Aku juga mengakses internet untuk mencari tahu tentang 8 Miles. Tapi tak ada satupun yang cocok dengan simbol 8 Miles. Emang banyak istilah, hanya saja tak ada yang cocok. Terlebih simbolnya. Seperti sebuah lentera atau bangunan menara. Tapi sepertinya lentera. Aku tak punya bakat seni untuk melihat hal-hal semendetail ini.

 Waktu berlalu dengan cepat, sampai aku tak menyadarinya hingga putriku, Maria menelepon.

 "Hallo Ayah?! Ada di mana?" Suaranya terdengar kesal, saat melihat jam tanganku, ternyata waktu sudah lewat dari janjiku pada Maria.

 "Ohh iya sayang, Ayah masih di perpustakaan," jawabku.

 "Ayah aku akan ikut saja deh ke panti asuhannya. Cepat jemput aku" katanya.

 "Baiklah, tunggu Ayah akan menjemputmu," jawabku sambil bergegas keluar dari perputakaan dan pergi menjemput Maria.

Sepanjang perjalanan aku berusaha mengingat-ingat kejadian tujuh belas tahun lalu, saat aku dan inspektur James mendapat laporan penemuan bayi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lentera Kegelapan   Chapter 114  –  Kemenangan

    POV RAYAku berlari menghampiri Azazel yang masih berlutut di depan kursi kebesarannya. Tanpa banyak berkata lagi aku menerjang dengan pukuran dan tendangan yang yang bertubi-tubi. Dia sekarang tak lebih dari seorang manusia pengguna elemen, kekuatan yang ada pada tubuh Thomas hanya kekuatan milik Thomas saja.DUESH!Azazel beberapakalu terpelanting, walau begitu dia masih bisa bertahan dengan kekuatan elemen milik Thomas. Azazel pun berusaha untuk balik menyerangku dengan mengeluarkan elemen tanah dan membentuk sebuah palu besar, lalu diayunkan palu itu ke arahku sambil melompat. Aku bersiap menunggunya dengan membentuk palu yang lebih besar dari milik Azazel. Begitu serangan palu Azazel mendekat, dengan kekuatan palu yang aku buat, aku hancurkan dengan sekali hantaman paluku.Azazel bergerak secepat kilat dengan elemen petir, melontarkan panah-panah petir yang dengan mudah aku tangkis. Dia pun berusaha untuk lari, tapi aku tak akan melepas

  • Lentera Kegelapan   Chapter 113 –  Gerhana Palsu!

    POV RAY Ruangan sekarang menjadi terang lagi. Dengan susah payah aku berdiri sambil memegangi dadaku yang terluka. Mataku mulai berkunang-kunang. Darah sudah banyak yang keluar sepertinya. Tapi aku masih harus berdiri. "Creator?" kata Thomas. Tidak. Ia bukan Thomas. Dia Azrael yang telah mengambil alih tubuh Thomas. "Azrael?! Kenapa kamu tidak menjadi tubuhmu saja yang besar itu?" tanyaku. "Justru wujud manusia adalah wujud yang paling sempurna menurutku. Aku cukup menjadikan tubuhnya sebagai vesel untuk kebangkitanku. Segar sekali rasanya setelah lama terkurung di kegelapan oleh lima creator terkutuk itu selama ribuan tahun. Dan aku tak perlu membunuh mereka karena mereka sudah mati. Hahahahahah," kata Azrael. "Ugh!" rasa sakit didadaku. Ah...darah. Darah itu elemen air bukan? Aku terpaksa melakukannya. Obati lukaku siapa namamu? Dia tidak bernama. Tolonglah. Ahh...aku tertolong. Lukaku mulai tertutup.

  • Lentera Kegelapan   Chapter 112–  Puri, Bertahanlah!

    POV ANDRE Pertarunganku dan Puri melawan laki-laki bernama Hund semakin seru, kami berusaha keras mengalahkan dia, walau beberapa kali kami harus berusaha menghindari semua serangan Hund yang tentu saja pengalaman bertarungnya jauh diatas kami berdua. Sering kali aku kewalahan dan hampir terkena sabetan-sabetan pedang besinya yang super tajam. Tapi beruntung aku terlindungi dengan kayu-kayu yang muncul dari penggabungan jolt yang aku pakai. Namun pertarungan kami mendadak terhenti, perlahan tapi pasti suasana menjadi gelap. Aku dan Puri saling pandang. Begitupun Alex dan teman-teman lainnya. Ada rasa panik yang aku rasakan dan mungkin juga Alex dan yang lainnya juga merasakan. "Puri, apa ini sudah saatnya terjadi gerhana?" Tanyaku sambil mendekati Puri. Puri yang terlihat kelelahan hanya menatapku sendu, lalu mengangguk pelan. "Puri, kita masih belum kalah, kita harus terus bertarung" bisikku sambil

  • Lentera Kegelapan   Chapter 111 –  Kebangkitan Sang Iblis 2

    POV BALANCER Aku kembali berhadapan dengan Robert. lelaki yang telah membunuh adikku satu-satunya. Aku tak dapat melupakan kejadian itu walau sesaatpun, jasad William yang dilemparkannya ke bawah jembatan. William yang berusaha melindungiku dan anakku dari orang-orang biadab ini. Dia tak dapat mengimbangi serangan-serangan yang diterimanya dari para agen SDI yang mengeroyoknya. Sedangkan aku, Ketika itu baru saja melahirkan. Dalam kondisi yang masih lemah Thomas yang sudah mengetahui keberadaanku, memerintahkan untuk membunuh ku juga William. "Balancer, akhirnya kita selesaikan pertarungan kita yang tertunda," kata Robert. Aku yang malas meladeni ucapannya, lalu memanggil kekuatan elemenku, besi. Seperti biasa, aku dengan kuku-kuku besiku sudah siap mencabik-cabik Robert. Aku langsung menerjangnya, melancarkan serangan-serangan untuk bisa cepat mencabik dan membunuhnya. Robert dengan memakai kekuatan joltnya, dia pun m

  • Lentera Kegelapan   Chapter 110 –  Kebangkitan Sang Iblis

    POV RAY Aku mengakui kekuatan Thomas, dia sangat kuat. Walaunsejauh ini aku dapat mengimbangi kekuatannya. Aku yang seorang Creator dapat mengimbangi cara bertarung Thomas, yang tak beda jauh dengan cara bertarungku. Aku berdiri di atas platform yang terbuat dari es, ketika aku mengimbangi dia membentuk golem raksasa bersenjatakan tombak bertarung dengan golem raksasa yang dia buat dengan bersenjatakan pedang. Pertarungan kami cukup aneh sekali, kami tidak melakukan pertarungan langsung. Kami saling melemparkan elemen dan menciptakan berbagai bentuk makhluk yang kamu gerakkan dari jauh. Seandainya ada yang melihat pasti mereka seperti melihat dua orang yang bermain mainan remote control untuk saling mengalahkan. Aku bisa mengimbangi cara bertarung seperti itu. Kalau ada kesempatan baru aku menyerangnya secara langsung dengan melemparkan sesuatu untuk melukainya, begitupun dengan Thomas. Dan Sial. Dia Kuat sekali, tak ada satup

  • Lentera Kegelapan   Chapter 109 –  Pertempuran Akhir 3

    POV ANDREAku, Puri, Alek, Tobi, dan para elemental lainnya, kini berhadapan dengan tiga anggota SDI. Mereka yang masing-masing menggunakan sarung tangan jolt, menyeringai ke arah kami. Senyum merendahkan pun tersungging di wajah mereka. Dengan sangat angkuh mereka mendekat ke arah kami."Halo kalian tikus-tikus elemen, kenalkan namaku John. Ada baiknya bukan, jika sebelum mati kalian mengetahui nama siapa yang sudah membunuh kalian, hahaha..." kata orang pertama sambil tertawa mengejek."Aku Scarlet," kata orang kedua, seorang cewek dengan dandanan layaknya laki-laki."Hahaha..., dan Hund, bersiaplah kalian untuk mati," katanya."Kalian tak lihat apa, jumlah kami banyak. Apa sanggup kalian melawan kami?" tanya Alex dengan lagaknya seperti biasa."Hahaha..., lihat teman-teman. Dia meragukan kita!" Kata John sambil melirik kedua temannya."Hahaha...., mereka memang cari mati John! Hai bocah sebanyak apapu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status