Share

Chapter 5 – Klien Detektif

POV Ray

 Sampai di sebuah rumah yang terbilang cukup sederhana namun terawat apik. Aku dipersilahkan untuk masuk ke kantor detektif Johan yang berada disebelah pintu masuk utama di rumahnya. Sebuah ruangan kantor yang tak begitu besar, begitu masuk terdapat sebuah sofa besar dan 2 kursi yang berada di depan meja kerja besar, disampingnya jajaran rak buku berisi buku-buku dari berbagai penulis yang melekat ke dinding. Sebuah ruangan kantor yang nyaman namun lebih mirip dengan ruang konsultasi klien. Terdapat juga sebuah mesin pembuat kopi yang di atasnya terdapat tulisan 'Gratis untuk klien'.

 Aku duduk di sofa, menunggu detektif Johan yang punya kantor jasa ini masuk ke ruangan. Rasa deg-degan membuatku tak bisa berhenti untuk mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Di meja yang berlapis kaca, terdapat sebuah asbak bersih ditengahnya, berarti belum banyak klien yang datang ke kantor ini atau mungkin sebuah keberuntungan bahwa semua klien detektif ini tidak merokok sama sekali.

 Tak berapa lama kemudian ada seorang pria paruh baya berusia kira-kira empat puluh tahun masuk dari sebuah pintu yang berada di belakang meja kerja detektif yang bertuliskan 'FOR STAF ONLY'. Wajahnya cukup berwibawa, sorot matanya serius ketika melihatku. Saat ini mungkin dia sedang mendeteksi apapun tentang diriku, sebagaimana para penyidik lainnya yang selalu berusaha mencari informasi tentang diriku lebih dari sekedar melihat. Aku menatapnya dan menganggukan kepala sambil berdiri dan mengajaknya bersalaman.

 "Kamu yang namanya Ray, katanya mau bicara dengan saya?" tanya detektif Johan sambil duduk di kursi belakang meja kerja besar, lalu dengan isyarat tangan dia memintaku untuk duduk kursi yang ada di depan mejanya.

 "Benar, Pak Detektif," jawabku setelah duduk di hadapan detektif Johan.

 "Bagus, sekarang silakan kamu ceritakan apa yang menjadi tujuanmu menemui saya," kata detektif Johan sambil matanya menatap lekat ke wajahku.

 "Saya langsung saja, sebenarnya sudah lama saya mengetahui tentang bapak, saya harap anda bisa menolong saya untuk memecahkan persoalan yang selama ini selalu menjadi sebuah misteri dalam kehidupan saya."

 "Persoalan tentang apa?" tanya detektif Johan, dari tatapan matanya terlihat kalau dia tertarik dan menatap serius ke arahku.

 Aku mengambil nafas dalam-dalam, kemudian mulai bercerita.

 "Sudah lama saya ingin mengetahui keberadaan kedua orang tua saya, tujuh belas tahun lalu saya ditemukan di depan pintu sebuah panti asuhan, saya diletakkan dalam sebuah keranjang bayi yang hanya selimuti oleh saputangan yang terdapat tulisan 'Ray'," kataku sambil menyerahkan saputangan yang aku sebutkan barusan padanya.

 "Di keranjang bayi juga terdapat sebuah tulisan 8 miles, seperti sebuah simbol aneh di sana."

 "Maksudnya simbol aneh seperti apa, apa kamu bisa kasih lihat tulisan dan simbolnya?" Tanya detektif Johan

 "Bisa pak, nanti saya kirim gambarnya ke bapak dan hal aneh lain adalah cerita dari ibu asuh saya, beliau adalah pemilik panti di mana saya dibesarkan. beliau bercerita kalau sejak saya bayi, setiap bulan selalu ada masuk uang sebesar 20 juta yang hingga kini belum saya pergunakan sama sekali dan tersimpan di rekening atas nama saya, ibu asuh juga menerima dana lain yang cukup besar, tanpa tahu siapa pengirimnya dan tidak bisa dilacak juga. Karena alamat pengirim selalu berubah-ubah, yang ternyata semua palsu."

 "Hmm...menarik," kata Detektif Johan. Dia terlihat berpikir keras, sedangkan aku langsung mengambil ponselku dan mengirimkan gambar yang aku ambil dari keranjang bayi milikku. Untuk beberapa saat kami terdiam. Rasa was-was dalam hatiku menunggu reaksi detektif johan. Hingga aku tak sabar menunggu.

 "Bagaimana Pak Detektif, apa bisa bantu saya?" tanyaku.

 Detektif Johan masih terdiam, sesaat kemudian dia melangkah ke tumpukan arsip yang ada disebelah mejanya. Keningnya berkerut seakan sedang berpikir keras. Aku hanya bisa menunggu tanpa bicara sepatah katapun lagi hingga dia kembali duduk dan menatapku.

 "Ray, saya akan usahakan untuk membantu kamu. Mungkin ini agak sulit karena tak ada petunjuk lain selain ini," kata Detektif Johan sambil menimang-nimang sapu tangan dariku.

 "Kalau ada cerita yang terlewatkan oleh saya, bapak bisa datang berkunjung ke panti asuhan dan bicara langsung dengan ibu asuh saya. Untuk urusan biaya penyelidikan, berapapun yang bapak minta akan saya berikan, yang penting saya bisa menemukan keberadaan kedua orang tua saya," kataku dengan percaya diri.

 Wajah Detektif Johan kembali berkerut menatap wajahku, mungkin aku terlalu sombong dengan perkataanku, tapi sungguh uang yang ada di rekeningku saat ini, tak jadi masalah bila kupakai untuk membayar jasa detektif Johan. menurutku uang 4 milyar itu sangat luar biasa kalau untuk dihabiskan oleh seorang anak remaja seperti aku.

 "Baiklah Ray, saya akan berusaha mencari informasi tentang kedua orang tuamu. Mungkin besok saya akan datang ke panti asuhan di mana kamu tinggal sekarang. jadi, Kamu bisa temui saya kan?" tanya detektif Johan.

 "Baik pak, saya tak pernah ke mana-mana setiap pulang sekolah," jawabku sambil menganggukan kepalaku.

 "Bagus, kamu anak baik, tak berbeda dengan anakku Maria. Baiklah, saya akan atur jadwal untuk besok. Berarti kita ketemu jam lima sore," Tegas Detektif Johan, yang sempat membuatku sedikit tersanjung dengan pujiannya.

"Baik pak, saya tunggu," kataku sambil langsung menjabat tangannya dan berniat mau langsung pamit pulang. Belum sempat beranjak dari kursi, Maria masuk ruangan dengan tampilan cantik yang membuatku terpaku memandangnya.

 "Lho, kok udahan?" tanya Maria sambil menatapku dan detektif Johan bergantian.

 "Iya, kami sudah selesai," jawab detektif Johan lalu menatap sekilas ke arahku

 "Iya Mar, Ayahmu sudah mau bantu aku, jadi sekarang aku pamit pulang," jawabku sambil tersenyum, entah kenapa mataku tak lepas menatap wajah Maria yang polos tapi menyegarkan.

 "Baiklah Ray, nanti saya kabari kamu ya," kata sang detektif membuyarkan pandanganku pad Maria.

 "Makasih Tuan Johan," jawabku sambil sedikit merendahkan bahu lalu berjalan ke pintu dan membukanya, setelah sebelumnya menatap Maria untuk pamitan.

 "Eh ..., Ray jaketmu, tunggu aku ambil dulu sebentar ya!" Seru Maria sambil akan berbalik kembali ke dalam rumah.

 "Bawa besok saja nggak apa-apa," kataku dengan cepat.

 "Oh, ya udah," kata Maria.

 Aku berjalan keluar kantor detektif Johan, perasaanku sedikit lega dan berharap bisa secepatnya mendapat info atas keberadaan kedua orang tuaku. Sebenarnya tadi aku sempat merasa ragu saat meminta bantuan pada detektif Johan, selama ini aku jarang sekali berhubungan dengan orang-orang di sekitarku kecuali ibu asuh dan penghuni panti. teman-teman di sekolahpun melabelin diriku sebagai siswa yang dingin, padahal di luar yang mereka ketahui aku selalu berusaha peduli pada semuanya, hanya saja aku tak ingin membuat mereka dalam bahaya bila dekat dengan diriku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status