แชร์

bab 73

ผู้เขียน: Bulandari f
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-09-30 22:31:50
Bab – POV Ara

Aku tatap wajah ibu yang semakin pucat, seolah semua darah yang mengalir di tubuhnya ditelan rasa sakit yang tak berkesudahan. Bibirnya bergetar pelan, matanya menatapku dengan redup, seakan ingin mengatakan sesuatu yang tak mampu lagi ia ucapkan dengan suara. Tubuhnya menggigil di pelukanku, meski keringat dingin bercucuran deras di keningnya.

Namun yang membuatku hancur bukan hanya kondisi ibu, melainkan tatapan orang-orang di sekelilingku. Para perawat, dokter, bahkan satpam yang berdiri tak jauh dari sana—semuanya menatapku seperti aku membawa bencana, seakan aku dan ibuku hanyalah beban yang tak pantas mendapatkan pertolongan.

“Apa hati mereka sudah mati?” bisikku dalam hati. Aku tidak tahu. Tapi yang jelas, aku sudah memohon dengan segenap jiwa agar mereka sudi melakukan perawatan pada ibuku. Namun tidak seorang pun yang berkenan.

Sebaliknya, yang ada hanyalah kata-kata dingin yang menusuk lebih tajam dari sembilu.

“Bawa ibumu dari sini, sebelum kami panggil sa
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 84

    Bab 84 –“Key, sudah waktunya kamu melaporkan kejahatan mereka ke pihak berwajib, Key.”“Maunya gitu, Ger. Tapi…”Kalimat itu menggantung di udara seperti awan kelabu yang enggan pergi. Aku menunduk, menatap lantai yang dingin, sementara jemariku gemetar tanpa bisa kukendalikan. Memikirkan semua hal yang pernah mereka lakukan padaku saja sudah cukup untuk membuat napasku sesak. Apalagi kalau harus melawan mereka. Orang-orang itu bukan manusia biasa. Mereka kejam, licik, dan berkuasa.“Aku tahu kamu takut,” ucap Gery lembut, mencondongkan tubuhnya sedikit ke arahku. “Tapi kamu gak bisa terus sembunyi kayak gini, Key.”Aku mengangkat wajahku perlahan, menatapnya. Tatapan matanya dalam—begitu tulus sampai hatiku nyeri sendiri. “Gery, kamu gak ngerti… mereka bisa ngelakuin apa aja. Mereka punya orang di mana-mana. Aku bukan siapa-siapa,” suaraku bergetar, dan bibirku ikut bergetar.Gery menghela napas, lalu meraih tanganku pelan. “Aku ngerti, Key. Tapi selama kamu masih takut, mereka baka

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 83

    Bab 83Gery membawa aku dan Ara menuju tempat makam ibu, makam yang masih basah dan kalau kata orang masih merah tanah kuburannya. Di makam itu aku menangis tersedu-sedu, melihat nisan yang bertulisan nama ibu. Sakit rasanya meratapi nisan itu, tidak ingin ibu pergi secepat itu. Tapi apa yang bisa ku perbuat? Karena sesungguhnya semua itu takdir Allah, tapi masalahnya. Kapan ujian hidup ini berakhir?"Ibuuu!!" pekik ku yang menangis kencang. "Kamu sabar Key," kata Gery dan Ara yang mengelus lembut pundak ku. "Kak key."Aku menoleh pelan ketika mendengar suara kecil itu. Ara menatapku dengan mata sembab, hidungnya memerah karena terlalu lama menangis.Tangannya yang kecil menggenggam ujung bajuku, seolah takut aku juga akan pergi seperti ibu.“Ara capek, Kak… Ara mau peluk Ibu…” suaranya lirih, patah-patah.Aku menelan ludah, berusaha menahan isak yang sudah naik lagi ke tenggorokan. “Ibu nggak pergi, Ra… Ibu cuma… istirahat.”Kalimat itu aku ucapkan sambil memeluk tubuh mungilnya

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 82

    Bab 81Ku peluk kedua kakiku dengan iringan air mata yang tidak mau pupus dari pipi, setelah terngiang sejuta kenangan yang sulit untuk aku lupakan. Dan kini, di rumah yang penuh tawa, di rumah tempatku besar. Kini, ku tinggal sendiri. Kemana aku akan mencari ibu, kalau keberadaannya saja aku tidak tahu. Ditambah tatapan para warga yang menyorot kebencian saat menatapku. Suami, anak pria nya, bahkan para kakek tua di paksa masuk oleh para wanita yang ada di dalam rumah itu. Dengan ucapan mereka yang begitu menyakitkan. "Ayo masuk ke dalam, jangan sampai kamu digoda oleh jalang itu.""Ayo masuk!" seorang wanita paruh baya menarik tangan suaminya ke dalam. Pintu rumah,, mereka kunci rapat, takut kalau aku datang dan menggoda suami mereka. Padahal kepikiran saja aku tidak, tapi seakan-akan hal itu bisa terjadi. "Ayo masuk! Apa yang kamu lihat sih!" bentak seorang ibu ke anaknya. Satupun, tidak ada yang berani mendekat ke aku. Seakan aku ini penyakit menular, hanya anak kecil yang me

  • Lepaskan Aku, Om   BAB 80

    bab. 80 Tempat pertama kali yang ku datangi setelah berhasil lolos dari Revan adalah rumah ibu, aku berharap bisa melihat ibu, ayah dan Ara di rumah itu. Tapi belum sampai ku kesana, mataku langsung menangkap pemandangan yang mengiris hati. Saat itu, Udara pagi menusuk kulitku seperti jarum-jarum kecil. Langit masih kelabu, dan embun menetes dari dedaunan yang mulai menguning. Aku berdiri di depan reruntuhan rumahku — tempat yang dulu penuh tawa, kini tinggal puing dan debu. Kakiku tak sanggup melangkah lebih dekat. Semua yang kulihat seperti mimpi buruk yang tak mau berakhir. Dinding rumahku ambruk. Gentengnya berserakan di tanah, kaca jendela pecah, dan di antara sisa-sisa kayu yang gosong, masih ada sisa pakaian yang dulu milik Ibu — robek, kotor, dan setengah terbakar. Tanganku menutup mulut, menahan isak yang tiba-tiba pecah. “Ibu…” Aku berlutut, menyentuh tanah yang dingin dan lembap. Di sini dulu Ibu sering duduk sambil menenun tikar. Di sini dulu Ara bermain lomp

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 79

    Bab 79Aku bahkan sudah berhenti menghitung berapa kali aku mencoba kabur dari tempat ini. Setiap percobaan selalu berakhir sama: aku ditangkap, diseret kembali ke kamar, dipaksa menatap wajah Revan yang entah kenapa selalu tenang setiap aku melawan. Seakan-akan ia tahu, aku memang tidak akan pernah berhasil.Tapi malam ini berbeda. Atau mungkin aku yang berbeda. Mungkin setelah pesan itu—pesan terakhir dari ibu—ada sesuatu yang pecah di dalam diriku. Bukan sekadar patah, tapi pecah seperti kaca dilempar dari atap gedung tinggi. Pecahan-pecahannya menyebar ke seluruh tubuhku, membuatku tak lagi peduli pada luka.Aku tidak peduli.Bahkan kalau aku harus mati di luar sana, aku lebih memilih mati sebagai orang yang mencoba melawan, daripada hidup sebagai sesuatu yang dimiliki Revan.Jam di dinding menunjukkan pukul **04:52**. Detiknya berjalan lambat, tapi di telingaku terdengar seperti dentuman bom. Setiap detik berarti aku semakin dekat dengan pukul lima—waktu di mana semua orang di ru

  • Lepaskan Aku, Om   bab 79

    Bab 79Semalaman aku tidak tidur, memikirkan ucapan Revan yang memberitahu kalau ibuku sudah tiada, membuatku menangis semalam suntuk. Dalam hatiku disibukkan dengan ucapan yang berkata, "Aku harus keluar dari tempat ini, harus "Ku bulatkan tekad ku untuk pulang, untuk melihat ibu. Aku tidak peduli dengan resiko yang bisa saja datang padaku. Aku gak peduli, yang penting aku harus keluar dari tempat ini. Bahkan kalau aku harus mati di luar sana, aku lebih memilih mati sebagai orang yang mencoba melawan, daripada hidup sebagai sesuatu yang dimiliki Revan.Jam di dinding menunjukkan pukul 04:52. Detiknya berjalan lambat, tapi di telingaku terdengar seperti dentuman bom. Setiap detik berarti aku semakin dekat dengan pukul lima—waktu di mana semua orang di rumah ini biasanya tidur paling nyenyak, tenggelam dalam mimpi-mimpi kotor mereka.Aku duduk di lantai, punggungku bersandar ke ranjang. Selimut kusut menutupi sebagian kakiku. Aku tak berani bergerak terlalu cepat. Aku tahu setiap b

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status