Share

BAB 3

Sinar cahaya pagi menembus dari jendela kamarku, membuatku mengerjapkan mata beberapa kali berusaha menghalau silaunya. Aku meraba kasur disebelahku, Kei sudah bangun terlebih dahulu rupanya. Aku langsung duduk, mengumpulkan nyawaku sebentar lalu mencari keberadaan Kei.

Good morning” sapa ku saat melihat Kei sedang berkutat di dapur.

Dia menoleh ke arahku, lalu tersenyum. “Good morning, Sayang.”

“Kamu duduk aja dulu, aku bikini sarapan buat kita.” lanjutnya yang masih fokus dengan mangkok di tangannya.

“Aku nggak boleh bantuin kamu?”

“Nggak boleh.”

Aku memanyunkan bibirku sembari berjalan menghampirinya.

“Emang lagi bikin apa sih?” aku memeluk tubuhnya dari belakang.

“Cuman bikin pancake aja sama scrambled egg

“Kamu nggak ada jadwal ketemu client?”

“Ini hari weekend, Sayang. Aku mau habisin waktu sama pacar aku dong.”

Aku tersenyum-senyum dibuatnya. Jarang-jarang dia bermulut manis seperti ini.

“Nih, udah jadi. Sarapan dulu ya.” Aku mengangguk lalu membantunya membawa piring ke meja makan.

“Hari ini, aku mau ajak kamu dinner. Kamu bisa kan?”

“Ini masih pagi loh, Kei. Kita aja masih sarapan, dan kamu udah buat rencana buat dinner?”

“Ya gapapa dong. Siapa tau kamu nggak bisa, daripada aku kasi tau kamu dadakan.”

“Bisa kok. Aku nggak ada acara juga hari ini.”

“Nanti aku ke rumah Mama bentar, baru aku jemput kamu ya.”

Aku mengangguk, lalu melanjutkan sarapanku sambil memikirkan baju apa yang akan kukenakan nanti.

*****

“Biar aku cuci piringnya. Kamu udah bikin sarapan tadi.”

Kei mengangguk setuju lalu mengecup lembut pelipisku dan berjalan menuju ruang tengah.

Selesai mencuci piring, aku menghampiri Kei yang sedang menonton berita. Melihat aku yang mendekat ke arahnya, ia langsung membentangkan sebelah tangannya, menyuruhku untuk masuk kedalam dekapannya.

“Aku belom mandi loh ini.”

“Iya keliatan bekas iler di pipi kamu.” sontak aku membersihkan pipiku dan kulihat Kei tertawa jail. Rupanya ia mengerjaiku sekarang.

“Bercanda, Sayang. Kamu bangun tidur aja cantik kok.”

“Gombal banget sih.”

“Engga gombal, Sayang. Emang kenyataan kok. Pacarku cantik banget.”

Aku menenggelamkan mukaku ke dalam pelukannya. Menyembunyikan mukaku yang mulai memerah.

“Boleh aku ngomong serius sama kamu?” tanya Kei tiba-tiba.

“Boleh. Mau ngomong apa?”

Kei merubah posisinya menjadi duduk tegap, namun tetap menggenggam tanganku. “Kamu tau kan aku serius sama kamu?”

Aku mengangguk

Kei menghela nafas sejenak, “Sejak awal aku pacaran sama kamu, aku mau hubungan ini nantinya berakhir di jenjang pernikahan kita.”

Aku masih terus menatapnya, menunggu kata-kata apalagi yang akan ia utarakan

“Mungkin kamu sempat berpikir kalau aku terlalu over protective  sama kamu.”

“Tapi percaya sama aku, aku kayak gitu karena aku sayang kamu. Aku udah mikirin rencana-rencana kedepannya buat aku, kamu. Buat kita nantinya.” sambungnya dengan tatapan yang tak pernah lepas dariku.

“Iya aku paham. Aku juga ngerti kenapa kamu kayak gitu, karena kamu sayang aku dan kamu nggak mau aku kenapa-napa.” balasku sembari membelai lembut wajahnya.

Dia langsung menarikku kedalam pelukannya. Memelukku dengan eratnya. “Aku sayang banget sama kamu Freya. Sayang banget.”

Aku tersenyum dibalik pelukkannya. Ya, aku sangat menyayanginya. Sangat. Hingga mungkin tak mampu aku melepaskannya.

*****

“Pake baju yang mana ya? Kayanya udah pernah kepake berkali-kali semua deh, huh!” gerutuku sambil membolak-balik baju di lemari.

Merasa belum menemukan baju yang cocok, aku menjatuh diri ke atas kasur. Menerawang ke langit-langit kamarku. Membayangkan hidupku nantinya dengan Kei. Apakah akan sesuai dengan apa yang aku impikan?

Drrttt…. Drrrtttt….

Dering ponsel membuat lamunanku buyar, segera kuambil ponsel yang tak jauh dari tempatku. Nama Reyhan tertera di layar ponselku.

“Kenapa Rey?”

“Lo dimana?”

“Dirumah. Kenapa?”

“Barusan Sinta W******p gue, dia bilang kalau besok kita harus liat lokasi di Bandung.”

“Besok?” aku mengecek kalender di nakas tempat tidurku.

“Gue bisa sih, eh tapi coba gue telfon Karina dulu, mastiin jadwal gimana besok.”

“Oke deh. Besok gue jemput jam 8?” tawar Reyhan.

“Boleh.”

“Oke deh. Bye, Frey.” sambungan telfon pun  terputus.

Setelah itu aku menelfon Karina selaku asistenku untuk mengecek jadwal-jadwalku. “Halo, Karina”

“Ya, Bu. Ada apa ya?” tanya Karina di sebrang telfon.

“Saya mau tanya untuk jadwal-jadwal saya besok ada meeting atau janjian dengan client nggak ya?”

“Soalnya, saya barusan dikabari sama Pak Reyhan kalau saya ahrus cek lokasi di Bandung yang udah ditentuin sama Sinta anak divisi Lapangan.” lanjutku

“Mmm— Bentar ya, Bu. Saya cek dulu di agenda.”

Tanpa menunggu lama, Karina pun memberitau bahwa besok jadwalku kosong dan menawarkan diri untuk ikut dalam survey lokasi tersebut. Setelah dipikir-pikir agar ada yang membantuku mengecek lapangan, aku pun menyetujui tawarannya.

Saat selesai menelfon Karina, aku mengabari Reyhan lewat W******p kalau besok jadwalku kosong dan Karina akan ikut survey bersama. Setelah kurasa, taka da yang perlu aku urus lagi, aku kembali berkutat dengan memilih-milih baju di lemari.

“Ahh— Aku inget, ada dress yang pernah di beli mendiang Mama dulu.”

Ya, aku adalah anak yatim piatu. Papaku sudah meinggal terlebih dahulu sejak aku duduk di sekolah dasar. Dan, Mamaku meninggal saat sedang merintis studioku dulu karena serangan jantung.

Sudahlah, aku tidak ingin membahas itu lagi. Yang penting saat ini aku bisa membuktikan ke mereka bahwa aku bisa berdiri di kedua kakiku sendiri dan aku juga bisa membuat mereka bangga. Itu sudah cukup buatku.

“Ini dia.” ucapku saat menemuka dress yang kumaksud. Masih tersimpan rapi di sisi lemarik yang terdalam. Tak ada rusak sedikitpun.

Kupandangi dress yang Mama belikan untukku. Bermotif bunga-bunga kecil yang memberi kesan sangat anggun dengan warna putih gading. Terlihat sangat indah. Ditambah bahan kainnya yang sangat lembut. “Selera Mama memang sangat bagus.” pujiku.

Segera aku mandi karena kulihat jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Setelah mandi aku mengeringkan rambut dan mengganti pakaian rumahku dengan dress tersebut. Lalu aku mulai merias diri, memoleskan make up natural di wajahku. Aku memang tidak pernah menggunakan make up yang terlalu berat dan menor, takut kalau wajahku akan timbul beebrapa jerawat.

Ku pandangi diriku di pantulan cermin. Memutar-mutar badan, memastikan tidak ada yang kurang. Sempurna!

“Freya. Sudah siap?” Aku mendengar suara Kei diiringi dengan suara ketukan di pintu kamarku.

“Sudah Kei. Tunggu sebentar ya.”

Aku memakai parfum sedikit dan mengambil sepatu yang cocok lalu keluar menemui Kei.

“Hai.” sapaku saat melihat Kei yang sedang memainkan ponselnya

Dia menoleh ke arahku, menatapku sebentar lalu berjalan ke arahku sambil tersenyum manis. “Cantik sekali.”

“Terimakasih.” jawabku sembari tersenyum kecil.

“Yuk, aku udah reservasi restorannya. Udah siap kan?” aku mengangguk.

*****

“Kamu tumben banget ajak aku kesini? Kan jauh banget ini restorannya.” tanyaku saat kami sudah memesan makanan.

“Sekali-sekali. Biar kita quality time nya nggak di situ-situ mulu.”

“Kamu cantik banget, Sayang.” ujarnya lagi.

“Kamu udah bilang itu berkali-kali loh, Kei.”

“Gapapa, emang kenyataannya kamu cantik.”

“Kamu juga tampan.” balasku memujinya.

Tak lama, makanan kami pun datang lalu kami menikmatinya dengan berbincang-bincang sedikit.

“Oh ya Kei. Besok aku harus ke Bandung buat cek lokasi. Gapapa kan?” tanyaku disela-sela makan.

“Sama siapa aja?”

“Sama Reyhan, Sinta anak divisi lapangan sama asistenku Karina.” jelasku.

“Kalau aku nggak ijinin gimana?” tanyanya santai.

Seketika aku berhenti makan, dan menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya. “Kenapa?”

“Ini urusan kerjaan Kei. Kalau bukan aku yang nge cek langsung, mana bisa?” lanjutku.

“Yak an, ada yang lain. Masih ada asisten kamu loh.”

“Beda Kei, kalau sama aku yang liat langsung. Ini klien ku yang paling berpengaruh. Jadi aku nggak bisa lepas tangan gitu aja. “

“Aku mohon, Kei. Kalau udah bisa pulang, aku janji langsung pulang.” bujukku dengan nada memohon.

Kei menghela nafas kasar. “Oke. Tapi kamu harus inget, kabarin aku terus. Jangan sampe lost contact, oke?”

Aku mengangguk antusias, mengiyakan apa yang ia katakan. Syukurlah dia tidak melarangku kali ini. Jika Kei tidak mengijinkan aku berangkat, tamatlah riwayatku ditangan Reyhan. Hah—

*****

“Ahh— kenyangnya. Makanan disini memang nggak pernah mengecewakan.” ucapku setelah menyelesaikan makananku.

Kei mengangguk mengiyakan.

“Freya. Ada yang mau aku ungkapin ke kamu.”

“Hm? Apa Kei?”

Aku melihat Kei menarik nafas dalam lalu berdiri dari posisi duduknya. Berjalan ke tempatku dan bersimpuh.

“Kei kamu mau ngapain?” tanyaku bingung

Kei merogoh kantong celananya, mengambil kotak biru kecil yang cantik sekali. Lali Kei membukanya dan terlihat sesuatu yang berkilauan. Aku terpana saat melihat kilauan tersebut. Benar-benar indah sekali.

Aku menatap mata Kei yang sudah menatapku dengan tatapan lembut.

“Freya Amelia, will you marry me?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status