Share

Let You Go
Let You Go
Penulis: Darmawati212

Kehidupan Kanaya.

Kanaya ashifa pratama ialah gadis muda yang memiliki kesederhanaan dan wajah yang mampu memikat para lelaki. ia berasal dari keluarga terhormat, ayah nya Alden leon pramata ialah ayah yang begitu tangguh membesarkan putrinya.

Kanaya di kenal sebagai wanita yang lemah lembut, Sederhana, dan baik hati.

Bisa di katakan, kehidupan Kanaya begitu indah, di sayang banyak orang, berasal dari keluarga terhormat dan menjadi satu satu nya cucu perempuan dari keluarga Pratama.

Namun siapa sangka, di balik senyum ceria yang selalu ia pancarkan, ia menyimpan luka dan kerinduan yang amat besar kepada seseorang yang sangat berjasa dalam hidupnya.

Ialah ibunya. Kanaya begitu merindukan wanita yang telah berjuang melahirkan nya ke dunia. Wanita yang selalu merawatnya ketika sakit, wanita yang selalu menasehatinya dengan lembut ketika ia berbuat salah. Wanita yang begitu Kanaya sayangi.

Bunda Kanaya telah meninggal ketika ia berumur 10 tahun, dan sejak saat itulah Kanaya tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Dulu, Kanaya tak pernah tahu betapa berharganya seorang ibu dalam kehidupan kita. Dan saat ia telah kehilangan nya, Kanaya hanya bisa memohon kepada Tuhan untuk mengembalikan ibunya, namun hal itu tidak akan mungkin terjadi.

Terkadang, Kanaya iri ketika melihat kebersamaan para sahabatnya bersama ibu mereka. Ia juga ingin merasakannya, namun ia sudah tidak bisa lagi, karena sekarang Kanaya hanya memiliki ayah.

Pesan Kanaya buat kalian, "jangan pernah sia sia kan ibu atau pun ayah kalian ketika ia masih hidup dan masih bisa bersama kalian. Karena kehilangan orang tua adalah hal yang begitu menyakitkan dalam hidup kita, sayangilah mereka, balas lah jasa mereka meskipun apa yang kita beri tak akan pernah sebanding dengan yang mereka berikan kepada kita. Mumpung masih ada kesempatan, jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang begitu berharga yang Tuhan berikan kepada kita."

,

***

Saat ini, Kanaya sedang berada di dapur membantu maid yang sedang memasak. Di rumah mewah itu, mereka hanya tinggal berdua, setelah bunda Kanaya meninggal.

Para maid hanya datang siang hari, dan akan pulang ketika hari sudah menjelang malam. Dan hal itu membuat Kanaya kesepian, ketika ayahnya kerja itu artinya ia akan sendirian di rumah saat malam telah tiba.

Alden leon pratama, sosok ayah yang begitu menyayangi Kanaya, Alden membesarkan Kanaya hanya sendiri, tanpa bantuan dari keluarga nya. Kanaya waktu itu, masih terlalu kecil untuk kehilangan ibunya, dan Alden bertekad akan selalu membahagiakan Kanaya, putri kesayangannya.

Ia begitu bangga memiliki anak seperti Kanaya, selain selalu bersikap manis, ia juga begitu sopan dan menghormatinya.

"KANAYAA SINI DULU NAK," panggil Alden di ruang tamu.

Mendengar panggilan dari ayahnya, Kanaya yang sedang berada di dapur bergegas menghampiri Alden yang di ketahui berada di ruang tamu, karena tadi ia sempat melihatnya.

"Iya yah. Ayah manggil Kanaya?" tanya Kanaya sopan, ketika berada di hadapan Alden.

Alden meletakkan koran yang sedang ia baca di atas meja, lalu ia mengalihkan padangan nya pada Kanaya.

"Iya, kamu duduk dulu," kata Alden.

Kanaya menurut, ia duduk di samping Alden, dan menunggu apa yang akan ayah nya itu katakan.

"Kanaya nya ayah udah dewasa kan, udah bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Ini saatnya ayah memberi mu sesuatu."

"Apa itu ayah?" tanya Kanaya.

"Hadiah terakhir dari bunda mu,"

Mendengar hal itu, tiba tiba saja perasaan Kanaya seperti di hantam berbagai benda tajam yang menusuknya, begitu menyakitkan, dan membawanya kembali kepada ingatan dimana ia melihat bundanya menghembuskan napas terakhirnya, dan ia tidak bisa berbuat apa apa untuk menolongnya.

Alden mengambil sebuah kotak yang memang ia letakkan di atas meja, dekat koran nya.

Benda persegi itu, ia berikan kepada Kanaya. Dengan tangan bergetar, Kanaya mengambilnya.

Dengan hati hati, Kanaya membuka kotak persegi itu, dan hal yang pertama kali ia lihat adalah sebuah surat, foto foto, dan juga sebuah kotak kecil yang Kanaya tak tahu apa isinya.

Kanaya terlebih dahulu mengambil surat itu, dan membacanya dengan air mata yang mengalir tanpa ia sadari.

Usai membaca surat itu, Kanaya mengambil beberapa foto yang ternyata adalah foto dirinya ketika masih kecil, senyuman bahagia ibunya yang terpancar dari dalam foto, membuat hatinya begitu sakit, ia begitu rindu dan sangat ingin memeluk bundanya yang telah tiada.

Lalu yang terakhir, ia mengambil kotak kecil itu, dan membukanya. Dan ternyata isinya adalah sebuah liontin dan di dalam nya ada foto mereka bertiga, foto dirinya ketika bayi.

Kanaya menangis tersedu sedu di depan ayah nya, ia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya lagi, ia begitu rapuh ketika menyangkut ibunya.

Alden segera membawa tubuh putrinya untuk ia dekap. Ia begitu tak tega ketika kanya nya itu menangis, ia merasa tak pernah bisa menjadi ayah yang baik buat Kanaya.

Yang Kanaya tidak ketahui. Ternyata bunda nya begitu menyayangi nya, beliau meninggalkan surat yang begitu berharga baginya, namun kenapa ayahnya baru memberikan surat itu padanya.

"A..yah andaikan bun..da masih a..da hiks hiks," lirih Kanaya dalam pelukan Alden.

"Sayang udah nak, jangan nangis lagi. Bunda udah tenang di sana," kata Alden menenangkan Kanaya dengan mengusap lembut punggung putrinya yang bergetar.

"A..yah maafin Kanaya hiks..hikss... Karena ka..naya bunda pergi."

"Nak, jangan salahin diri kamu, bunda akan sangat marah ketika kamu menyalakan diri sendiri, bunda gak pernah suka melihat kamu nangis." kata Alden yang juga ikut meneteskan air mata.

Kelemahan Alden adalah ketika Kanaya menangis, sedih, dan terluka. maka hal itu ia berusaha membuat Kanaya selalu senang, tak peduli bagaimana caranya ia akan melakukannya, namun permintaan Kanaya untuk mengembalikan bundanya ke tengah tengah mereka, Alden tentu saja tak bisa mengabulkan permintaan Kanaya, karena ia bukan Tuhan yang bisa mengembalikan seseorang yang telah tiada.

"Tapi itu benar yah.. Hiks.. Hiks.. Andaikan waktu itu, bunda gak menyelamatkan Kanaya, mungkin sekarang bunda masih ada."

"Seharusnya Kanaya yang pergi ayah hiks... Hiks.. Seharusnya bunda masih ada, Kanaya benar benar jahat, telah membuat bunda pergi.. Maafin Kanaya hiks..hiks."

"Kanaya. Bunda menyelamatkan kamu waktu itu. Karena bunda sayang sama kamu, bunda kamu sakit."

"Tapi kenapa harus mengorbankan dirinya hiks.. Kenapa bunda harus meninggal... Kanaya sakit yah.. Kebahagiaan Kanaya di bawa pergi sama bunda."

"Nak, coba dengerin ayah, bunda pergi karena memang sudah di panggil yang maha kuasa, dan tugas kita hanya bisa mengikhlaskan. Kalo Kanaya sedih, bunda akan ikutan sedih. Kanaya gak mau kan liat bunda nangis.. Karena bagaimana pun juga bunda akan selalu berada di hati kita, di hati ayah dan hati Kanaya. Ia selalu bersama kita hanya saja, kita tak bisa melihat nya lagi, tapi bunda bisa melihat kita. Jangan sedih lagi yah." kata Alden dengan begitu lembut.

Kanaya menggangguk kecil dalam pelukan Alden, meskipun ia masih sesenggukan.

****

Malam nya, Kanaya sedang berada di kamar sendirian. Yah ayah nya sedang berada di kantor dan kemungkinan beliau akan pulang lebih lambat dari biasanya.

Kanaya itu bisa di bilang penakut sejak di tinggal bundanya. Tapi tidak mungkin Kanaya egois untuk meminta ayah nya selalu menemani nya karena ayah juga sibuk kerja. Para maid yang datang pun gak sampai malam, dan seperti inilah Kanaya ketika berada di rumah namun gelap telah datang.

Berdiam diri di kamar, tidak ngapa ngapain, palingan cuma mainin hp sebentar habis itu di sampan lagi. Bosan. Tentu saja naya selalu merasa bosan dan kesepian.

"Duh ngapain ya? Sepi banget perasaan," gumam naya sambil melihat langit langit kamar nya.

Saat ini sudah pukul 21.30 malam.

Namun Kanaya masih belum mengantuk, bisanya ia sudah tertidur di jam segini, namun untuk malam ini, entah kenapa ia tak merasakan ngantuk sama sekali.

"Ayah kok lama pulang nya."gumam naya.

Karena terlalu bosan, akhirnya ia bangun dari berbaring nya, lalu melangkah mendekati jendela untuk melihat bintang bintang yang bersinar tak seterang biasanya.

Kanaya memandangi bintang bintang itu, jika dulu ia begitu antusias dan senang ketika melihat bintang namun sekarang ia bahkan ragu hanya sekedar untuk melihat keatas langit ketika malam hari.

Hal itu karena ia selalu teringat dengan bunda nya. Dulu, ketika sedang ada waktu luang, bunda Kanaya akan mengajak nya jalan jalan keluar hanya sekedar untuk melihat bintang malam yang bersinar begitu indah. Beliau selalu bercerita tentang bintang, tentang bulan, matahari, alam semesta dan masih banyak lagi.

Suara bundanya yang begitu lembut ketika bercerita, selalu membuat nya rindu dan berharap suara itu bisa lagi ia dengar kembali meskipun hanya semenit.

"Bunda sekarang udah bahagia ya disana," kata naya berusaha tersenyum, meskipun sebenarnya ia tengah menahan tangis nya.

"Bunda jangan marah ya. Karena naya itu bandel dan sering nangis."

"Bund, naya mau ngomong sesuatu, entah itu bunda akan dengar atau tidak, tapi naya cuma mau bilang ini. "Bunda terima kasih telah berjuang untuk melahirkan Kanaya ke dunia ini, dan merawat Kanaya sampai berumur 10 tahun. Terima kasih karena bunda telah memilih ayah sebagai ayah nya naya. Ayah begitu baik dan penyayang, dia adalah super hero nya Kanaya. Makasih juga karena bunda dan ayah telah berjasa di kehidupan Kanaya, tanpa kalian mungkin Kanaya gak akan pernah ada di dunia ini. Jika kita bisa bertemu di kehidupan selanjutnya, kanaya ingin meminta maaf karena naya lah penyebab bunda pergi, maafkan Kanya bunda hiks...,"

Kini, naya sudah tak bisa lagi menahan tangis nya, air mata nya jatuh seiring dengan kata kata yang ia ucapkan. Hal yang belum pernah naya sampaikan pada bunda nya. Jika ada kesempatan kedua atau pun waktu yang bisa di kembalikan pada kejadian lalu, maka Kanaya akan memilih untuk pergi di bandingkan bunda nya yang harus pergi, karena kehilangan lebih menyakitkan di banding meninggalkan.

Tiba tiba, naya di kejutkan dengan turun nya hujan. Dengan segera ia naik ke atas ranjang nya, dan duduk di tengah tengah kasur, dengan kedua tangan yang menutup telinga sembari memejamkan mata nya.

Hujan, petir, suara gemuruh dan hal lain yang sejenisnya adalah suatu hal yang membuat Kanaya begitu ketakutan dan hanya menangis.

Ketika hujan turun, disertai dengan suara petir, gemuruh yang bersautan selalu mendatangkan bayang bayang saat di mana ia menyaksikan langsung bunda nya di siksa dan dirinya hanya bisa berdiam diri menyaksikan kesakitan yang bunda nya rasakan dan saat ia menghembuskan nafas terakhir.

Ketakutan dan suara tangis sekarang memenuhi kamar Kanaya yang tadi nya sepi bagaikan tak berpenghuni.

"AYAH TOLOOOOONG," Ucap naya lantang dengan suara keras.

"NAYA TAKUT HIKS.. PERGI!" ucap Kanaya kacau.

"Ayah hiks..hiks.."

****

Sedangkan di tempat lain, Alden baru saja keluar dari kantor nya. Saat tadi hujan, ia langsung teringat Kanaya yang sedang sendirian di rumah.

Maka Alden pun bergegas untuk pulang, meski pun masih ada yang belum selesai, tapi Kanaya lebih penting bagi nya saat ini.

"Semoga aja kamu sudah tidur nak, dan tidak mendengar hujan ini," gumam Alden.

Alden sendiri bingung mengapa bisa hujan turun secara tiba tiba, jika tadi dia tahu mungkin akan pulang lebih awal.

Alden sampai di parkiran kantor, dan segera masuk ke mobil dan melaju dengan kecepatan di atas rata rata untuk pulang.

75 menit perjalanan.....

Sampai lah Alden di rumah nya, ia segera masuk untuk melihat keadaan putri nya. Alden tanpa berganti pakaian terlebih dahulu ia memilih langsung ke kamar naya ketika indra pendengar nya mendengar suara seseorang yang sedang menangis.

Ia membuka pintu dengan cukup keras, karena tadi ia mengira Kanaya mengunci pintu tapi ternyata tidak, untung saja Alden tidak tersungkur ke lantai.

Melihat naya yang keadaan nya seperti itu, Alden segera menghampiri nya dan membawa naya ke dalam pelukan nya sembari menenangkan anak itu.

"Kanaya, ini ayah sayang. Jangan takut ya," ucap Alden mengelus sudah panjang Kanaya.

"A..yah?" hiks," gumam naya entah itu sadar apa tidak.

"Iya sayang, jangan takut. Udah ada ayah, tenang ya nak."

Alden segera menelpon dokter Mira.

"Halo dok,"

......

"Bisa datang kesini, Kanaya sedang ketakutan tapi anak itu tak ingin berhenti menangis."

......

"Baik dok, terima kasih."

Setelah itu, ia menutup telpon dan kembali berfokus pada naya.

35 menit kemudian....

Dokter Mira, yang tadi di telpon oleh Alden kini sudah sampai, melihat pintu rumah yang terbuka ia segera masuk.

Dokter 41 tahun itu melangkah ke arah kamar Kanaya, yang memang sudah ia tahu letak nya karena sudah sering berkunjung ke sini.

"Pak Alden," sapa Dokter Mira setelah masuk ke kamar Kanaya.

"Dokter Mira, alhamdulillah dokter telah datang."

Dokter Mira berjalan ke sisi ranjang, lalu mengeluarkan sebuah suntik yang memang sudah ia siapkan sedari tadi. Dokter Mira pun menyuntikkan obat itu pada naya.

Perlahan, Kanaya mulai tenang dan menutup matanya, di bantu dokter mira Alden memperbaiki posisi tidur Kanaya dan menyelimuti nya hingga sebatas dada.

"Terima kasih dok, sudah meluangkan waktunya untuk datang."

"Sama sama pak Alden. Kanaya sudah saya anggap sebagai anak sendiri jadi jangan sungkan untuk meminta bantuan kepada saya."

"Apa naya akan baik baik aja?"tanya Alden.

"Setelah bangun, Kanaya akan baik baik saja dan melupakan apa yang di alami nya malam ini, bapak gak usah khawatir."

"Iya dok."

"Kalo gitu saya permisi pak Alden, ini juga sudah malam."

"Iya, maaf saya gak bisa ngantar."

"Gak papa."

Dokter mira pun pergi dari rumah mewah itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status