Di lapangan yang biasa digunakan untuk upacara bendera maupun olahraga, terlihat ada sekitar 30-an orang berseragam olahraga SMP berlari mengelilingi lapangan. Ada yang berlari dengan cepat seperti kejar-kejaran dengan yang lainnya, ada juga yang berlari santai atau bahkan berjalan.
Aku mencoba mengejar gerombolan siswi yang berlari di depanku. Kupercepat ritme lariku agar tidak semakin terpisah dari mereka. Sebenarnya aku tertinggal jauh di belakang mereka bukan karena lariku lambat, melainkan karena staminaku yang sekarang tidak sekuat dulu.
Padahal baru dua putaran yang kulalui, kakiku mulai terasa lemas dan napasku sudah ngos-ngosan. Semakin aku memaksakan diriku untuk berlari mengejar mereka, semakin napasku terasa berat sampai-sampai sulit bernapas.
Perlahan kuperlambat ritme lariku hingga akhirnya berhenti berlari. Kini aku hanya berjalan sambil mengatur napasku yang berat. Akan tetapi, keadaanku tidak bertambah baik, malah sebaliknya.
Aku kehilang
Aku memegangi mukaku yang sakit, terutama hidungku. 'Sial, seharusnya aku tidak melamun saat sedang bermain bola voli.'Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dengan nyaring. Aku pun mengangkat wajahku dan menoleh ke arah sumber suara. Kulihat Maryam tertawa terbahak-bahak. Di sampingnya, berdiri Jessica yang menutup mulutnya dengan tangannya yang bergetar karena berusaha menahan tawa."Headshot! Hahaha! Makanya, jangan bengong begitu kalau lagi main voli," ejek Maryam di sela-sela tawanya.Aku menurunkan tangan kananku dari mukaku dan mengepalkannya dengan erat. Kutatap tajam kedua siswi yang asik menertawaiku. 'Bisa-bisanya mereka menertawai orang yang terkena musibah?'Bunyi derap kaki terdengar mendekat ke arahku. Kualihkan pandanganku ke arah sumber bunyi dan mendapati Yoshino berlari menghampiriku. Wajahnya menampakkan kekhawatiran dan panik saat memandangku."Astaga, Freya! Ada darah keluar dari hidungmu!" pekik Yoshino panik.Menden
Bunyi dering bel pulangan menggema ke sepenjuru gedung sekolah. Proses belajar mengajar pun berakhir dan semua murid berhamburan keluar dari ruangan kelasnya, kecuali yang piket membersihkan kelas.Karena hari ini adalah jadwal piketku, aku jadi tidak bisa pulang ke rumah sebelum menuntaskan kewajibanku. Di samping itu, aku juga masih dalam masa hukuman membersihkan WC. Jadi, hari ini aku akan pulang lebih lama dari biasanya.Aku memutuskan untuk mengelap jendela karena sudah mulai berdebu. Kulangkahkan kakiku berjalan menuju pintu kelas untuk mengambil kain lap yang digantung di balik papan kayu itu. Namun, tiba-tiba kakiku tersandung sesuatu sehingga aku terjatuh ke depan."Hahahaha~ Makanya kalau jalan pakai mata dong!" ledek suara laki-laki yang tidak begitu berat.Aku mengangkat wajahku dan menoleh ke arah sumber suara yang meledekku. Kudapati Stephen berdiri di samping kananku. Di tangannya ada sebuah sapu yang sepertinya digunakan untuk menya
Hari telah berganti, tibalah hari Senin; hari yang paling berat dan menyebalkan bagi para murid karena harus mengikuti upacara bendera yang melelahkan. Begitu bel berbunyi, semua siswa dan siswi turun ke lapangan untuk mengikuti acara yang diadakan setiap hari Senin ini.Lapangan yang luas ini penuh dengan siswa-siswi berseragam putih biru dan putih abu-abu. Petugas upacara yang berseragam serba putih berdiri di tempatnya masing-masing dan para guru berdiri di tangga teras gedung SMP.Upacara bendera berjalan seperti biasa, tidak ada yang berbeda dari susunan acara upacara bendera sebelumnya. Selama acara berlangsung, terdengar suara siswa dan siswi yang mengeluh kecapekan atau kepanasan."Haizz, masih lama tidak sih amanatnya? Kakiku sudah mau patah nih.""Tidak tahu lah. Betah banget tuh pembina upacara ngoceh tidak jelas begitu, tidak ngerti apa kalau kita kecapekan dan kepanasan begini?""Guru-guru mah enak, mereka terlindung bayangan bangunan,
"Kamu kenapa, Nak? Dadamu sakit lagi? Sesak?" tanya petugas UKS dengan khawatir dan panik.Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menjawab pertanyaannya karena suaraku tidak bisa keluar dari mulutku. Mulutku mangap-mangap, berusaha menarik udara sebanyak mungkin karena bernapas menggunakan hidung saja tidak cukup bagiku.Petugas UKS mengeluarkan telepon pintarnya dari saku roknya dan bertanya, "Berapa nomor telepon orang tuamu? Biar saya telponkan supaya kamu dijemput."Aku menyebutkan nomor telepon mama dengan terbata-bata. Padahal hanya 12 angka saja yang kusebutkan, tetapi itu sangat sulit untuk diucapkan olehku. 'Untuk bernapas saja sulit, apalagi untuk berbicara?'"Ngomong-ngomong siapa namamu dan kelas berapa?" tanya petugas UKS kepadaku."Freya ... 9-B," jawabku dengan jeda beberapa detik karena napasku yang tersengal-sengal membuatku kesulitan berbicara dengan lancar.Petugas UKS menganggukkan kepalanya lalu menempelkan telepon pinta
Suasana kelas yang semula ribut dengan suara obrolan dan keluhan para murid, kini menjadi sunyi setelah seorang guru memasuki ruangan kelas untuk mengajar. Semua siswa dan siswi bergerak cepat kembali ke mejanya masing-masing sebelum memberi salam kepada guru tersebut."Selamat pagi, Bu Guru," sapa kami dengan serentak."Selamat pagi, Anak-anak," sahut wanita yang mengenakan seragam dinas harian warna khaki. Wajah guru tersebut terlihat tak asing bagiku karena aku baru saja melihatnya di UKS beberapa saat lalu. Ya, beliau adalah petugas UKS yang juga merupakan guru Bahasa Indonesia."Sebelum memulai pembelajaran hari ini, marilah kita menyanyikan lagu Indonesia Raya lalu berdoa terlebih dahulu," lanjutnya.Seperti yang dikatakan oleh bu guru, kami menyanyikan lagu Indonesia Raya lalu diikuti dengan doa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Setelah melakukan dua rutinitas itu, barulah kami memulai proses belajar mengajar."Hari ini, kita akan
Beberapa menit setelah aku kembali ke mejaku, siswa dan siswi lain mulai mengumpulkan syairnya ke bu guru lalu membaca karya sastranya di depan kelas. Rata-rata syair mereka bertemakan pendidikan, nasihat, dan bahkan kisah cinta. Akhirnya kelas berakhir saat bunyi bel istirahat terdengar. Sang pendidik dan pelajar saling berpamitan sebelum bubar dari ruangan ini. Sebagian besar teman sekelasku pergi beristirahat di kantin, sedangkan aku dan beberapa orang lainnya menghabiskan jam istirahat kami di kelas. Kusimpan buku pelajaran dan alat tulisku di dalam laci meja lalu mengeluarkan bekalku dari dalam ransel. Saat aku membuka tutup kotak bekalku, aroma masakan mama menyerbak memasuki indera penciumanku. Aku pun memakan makanan yang kubawa dari rumah dengan lahap. 'Masakan mama memang paling enak, bahkan lebih enak daripada masakan koki di restoran ternama,' batinku sambil menikmati lezatnya ikan saus asam manis buatan mama. Saat tengah menikmati bekalku
Aku menggigit bibir bawahku dan mengepalkan tanganku dengan erat, berusaha memberanikan diriku untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya kualami di sekolah dan di rumah. Entah kenapa rasanya berat sekali untuk memberi tahu orang lain tentang masalah yang kuhadapi.Kubuka mulutku lagi dan melanjutkan perkataanku. "Saya dibuli oleh teman sekelas saya, Pak."Kulihat pak Yeremia melebarkan matanya saat mendengar perkataanku. Dia tampak terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Fakta yang baru diketahuinya sangat mengejutkan baginya karena selama ini aku tidak pernah memiliki masalah dengan teman sekelasku."Siapa yang membulimu, Nak?" tanyanya dengan serius."Celestine, Maryam, Jessica, Christina, dan Tariyah ... dan juga Stephen," jawabku menyebutkan siapa saja yang sudah membuliku. Stephen yang baru-baru ini ikut menjahiliku pun tak lepas dari aduanku.Mendengar jawaban dariku, pak Yeremia memasang wajah tidak percaya. "Celestine dan kawan-kawann
Bel pulangan berdering saat jam menunjukkan tepat pukul 2 siang. Semua murid berbondong-bondong keluar dari kelas, kecuali yang jadwal piketnya hari ini. Aku pun bangkit dari kursi dan menenteng ranselku di punggung sebelum keluar dari kelas.Aku menuruni tangga dengan langkah cepat lalu lanjut berjalan menuju WC perempuan yang berada di lantai 1. Sayang sekali, aku tidak bisa langsung pulang dan harus membersihkan WC terlebih dahulu.Saat tengah mengepel lantai, telingaku menangkap bunyi langkah kaki. Aku menoleh ke arah sumber bunyi dan mendapati Celestine serta anggota gengnya memasuki ruangan ini. Namun, jumlah mereka kurang satu orang karena salah satu dari mereka sibuk membersihkan WC di lantai 3.Aku menghentikan aktivitasku dan bertanya dengan ketus, "Ngapain kalian ke sini?""Kamu 'kan yang mengadu ke pak Yere kalau kami membulimu?" Celestine mengabaikan pertanyaanku dan malah bertanya balik kepadaku."Kalau iya kenapa?" balasku dengan nad