~Lebih baik mengalah daripada terus menerus berurusan dengan orang tak dikenal~
~Life Must Go On~
Pagi ini terasa begitu hangat bagi Audrey. Bukan karena dia sedang dipeluk sang kekasih. Itu karena dia masih bergemul dengan selimut tebalnya.
“Ah, indahnya hari libur !” Ujar audrey
Dia meregangkan tubuhnya namun belum beranjak dari sana.
"Semoga saja dia tidak diganggu hari ini!" Ucap audrey
Namun ternyata, keadaan memang tidak berpihak kepadanya. Karena dia baru saja mendegar suara klakson mobil di depan rumahnya.
Arggghh. Pasti si peganggu itu sudah datang lagi.
“Audyy!” Teriak seseorang yang membuat audrey kembali berpura-pura terlelap.
Walau dia tahu pria itu pasti akan memaksanya untuk bangun.
“Lo kok masih tidur aja sih ?. Temenin gue lari pagi yuk!” ajak orang itu namun audrey masih belum bergeming.
“Gue guyur pake a-“
“Gue nggak mau lari pagi Ryan!” jelas audrey
Dia tidak ingin diguyur sepagi ini.
“Udah cepetan. Kebiasaan deh pura-pura tidur." Kata pria yang dipanggil Ryan oleh Audrey.
"Gue masih mau me time. Ajak aja asisten lo!" Saran audrey
"Ogah. Nanti gue dikira jomblo lagi!" Jawab Ryan
"Lah. Lo kan emang jomblo!" Ledek audrey.
Dia tertawa puas setelah mengucapkan itu.
"Awas yah lo. Lo kan juga jomblo." Balas Ryan.
Mereka berdua itu sama-sama single. Tapi tidak ada yang ingin mengakui hal itu.
"Gue tunggu. 5 menit doang nggak lebih!” ucap ryan lalu keluar dari kamar audrey.
Dia memang tipikal orang yang pemaksa. Namun audrey tetap saja menurutinya.
Tak lama kemudian..
“Yok..” ajak Audrey yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.
“Nah gitu dong!” kata ryan
Mereka berdua berjalan santai dari rumah Audrey. Kadang mereka juga bersepeda, tapi hari ini mereka ingin berjalan saja.
"Lo itu yah. Dasar pemaksaan. Makanya cari istri sana!” protes audrey
“Bosan gue nemenin lo lari terus.” Lanjut audrey lagi
“Lo kan juga sama. Masih mending gue ajakin. Biar nggak dikira jomblo akut.” jelas ryan
"Mending gue single tapi santai. Daripada lo, jomblo tapi nggak mau ngaku!" Balas audrey
"Omongan lo Dek.." Ucap ryan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Gue nggak mau tahu. Lo harus cari pacar. Eh ralat. Cari istri. Secepatnya!” ucap audrey yang lebih terdengar seperti ancaman.
“Lo udah 30 tahun Ryan. Masih sampe kapan lagi lo jomblo ?!” kata audrey lagi
“Gue mau nikah. Kalo lo udah punya calon suami !” tegas ryan
“Nggak bisa. Pokoknya lo harus nikah. Secepatnya.” Jelas audrey
"Gimana bisa gue ninggalin lo." Kata ryan
"Gue itu nggak nikah-nikah karena lo deketin terus. Makanya nikah, biar jodoh gue bisa nongol juga!" Jelas audrey.
Dia berbicara sembari jogging perlahan. Ryan juga sama sepertinya.
“Tapi audy, g-“
“Enggak ada penolakan!” tegas audrey lagi
Mereka terdiam sesaat lalu meneruskan jogging tanpa ada yang berbicara.
“Audrey..” ucap ryan tiba-tiba setelah mereka berjalan perlahan.
“Nama lo itu susah banget. Masih mending kan gue panggil Audy!” kata ryan
Audrey mengangguk.
“Harusnya dulu lo manggil nama gue yang bener.” Ucap audrey
“Lo kan sepupu gue satu-satunya waktu itu. Jadi terserah gue mau manggil apa aja!” jelas ryan
Umur Ryan dan Audrey hanya berbeda 6 Bulan.
"Dan gue selalu jadi sepupu perempuan satu-satunya!" Ucap audrey dengan wajah bangga.
"Memang ! Itu sebabnya gue mau selalu jagain lo." Kata ryan
Audy.. Itu panggilan yang selalu mereka sebut dalam keluarga.
Semasa kecil, ryan selalu memanggil sepupu perempuannya itu dengan nama Audy. Maklumlah, dia masih kecil dan belum fasih mengucapkan nama Audrey.
Sampai akhirnya, seluruh keluarga memanggilnya audy. Tapi tentu saja, namanya masih tetap Audrey.
. . .
Hari ini jalanan terlihat ramai sekali. Disana ada seorang perempuan, yang baru saja mengangkat sebuah panggilan diponselnya.“Halo mi !” sapanya saat melihat maminya yang menelpon.Lagi dimana sayang ?” tanya mami“Lagi di luar mi. Ada urusan bentar,” jawabnya“Kamu nggak lagi lari kan ?” tanya mami langsung“Enggak kok mi. Ini masih di Jakarta.” jawabnya“Kamu kenapa sih nggak mau nerima tawaran papi ?. Kan kamu banyak nganggur nya sayang,” tanya mami lagi“Nggak mau mi. Pokoknya enggak mau!” setelah mengatakan itu, dia langsung memutuskan panggilan mereka.Sebenarnya dia tidak ingin menutup panggilan itu, tetapi dia bisa saja terlambat jika masih berada di sana.Terlihat banyak yang mengantri didepan ruangan interview perusahaan. Memang perusahaan yang sedang dia tuju itu, sedang membuka posisi yang terbilang banyak. Jadi tidak heran banyak
Yaya mengangguk sebentar dan memberi senyum kepadanya"Gue baik kok. Lo sendiri ?" Tanya yaya. Dulu dia dan yudha memang mengobrol dengan panggilan aku-kamu. Tapi itu semasa sekolah dasar. Dia pikir setelah dewasa mereka tidak perlu lagi seperti itu"Aku baik juga,” jawab yudha“Panggilnya lo-gue aja. Nggak usah formal gitu kali!” kata yaya mencoba menetralkan suasana.“Aku enggak bisa. Kamu kan beda!” jawab yudha“Alesan. Dulu aja manggilnya sok lo-gue. Sekarang malah enggak mau,” kata yaya. Yaya sudah biasa menanggapi perkataan yudha yang seperti itu.Walau masih anak SD. Yudha ini terbilang playboy loh dulu. Walau awalnya dia tidak seperti itu. Mungkin hanya salah pergaulan.Tapi yaya mendengar bahwa dia masih sering memberi harapan palsu pada perempuan yang berbeda-beda.“Kamu sibuk nggak ? Mau ngobrol dulu ?" Tanya yudhaDulu mereka berdua berteman
Siang ini, audrey merasa bingung karena melihat sepupunya yang sedang berada di depan Resto miliknya.Tidak biasanya. Pasti sedang terjadi sesuatu."Woi Ryan!” teriak audrey saat melihat ryan yang sedang bersandar di samping mobilnya.“Ngapain disini ?” tanya audreyDia meneliti penampilan ryan. Masih rapi."Kok diem ?" Tanya audrey“Gue mau makan lah. Ngapain lagi ?” ujar ryan“Bu-““Udah buruan masuk. Gue laper nih!” lanjut ryan tanpa mendengar perkataan audrey lagiMereka segera masuk ke Restoran milik audrey. Walau sebenarnya ini masih jam kantor. Dan belum masuk waktu makan siang.“Sekarang jawab! Tumben lo bolos kerja,” desak Audrey“Gue nggak bolos. Cuman istirahat lebih cepat aja.” Jawab ryan“Sama aja kak. Itu namanya bolos!” jelas audreyMendengar itu, ryan langsung menatap audrey dengan wajah t
Malam hari di rumah yayaTok tok tokTerdengar suara ketukan di pintu kamar yaya“Sebentar bi!” ucap yayaDia tahu yang mengetuk itu pasti bibi. Karena hanya mereka berdua yang tinggal disana.Sebenarnya disana juga ada supir, satpam dan penjaga kebun. Tapi mereka tidak tinggal di rumah yaya. Mereka hanya akan bekerja dan pulang setelahnya.Bibi yang bekerja di rumah yaya belum terlalu tua. Baru sekitar 50-an. Suaminya sudah meninggal dan anak nya sudah pergi merantau ke kota lain. Sudah menikah, dan menetap di kota itu. Jadi tinggal lah bibi sendiri.“Iya bi ?” tanya yaya setelah membuka pintu“Bibi mau bilang kalau tadi nyonya besar datang kesini non,” ujar bibi“Sini masuk dulu bi,” ajak yaya agar asisten rumah tangga nya itu masuk dan berbincang di kamar nya.“Duduk bi!” kata yaya dan mereka berdua duduk di sofa yang berada di kamar itu.
Mereka masih terus berbincang. Saling menanyakan keadaan satu sama lain.Sebenarnya yaya bukan melamar kerja karena dia bosan dengan pekerjaannya di Rumah Sakit sebagai Dokter Kandungan. Tapi Itu karena yaya dipaksa oleh mami dan papinya untuk bekerja di perusahaan papi sebagai direktur. Tentu saja yaya menolak.Bahkan rumah sakit tempatnya bekerja juga milik keluarga mami yang akhirnya memang menjadi bagian mami. Yaya dulu menolak menjadi direktur di rumah sakit tersebut dan memilih bekerja di rumah sakit lain. Tapi mami nya memaksa agar dia bekera disana. Akhirnya yaya setuju, tapi dengan syarat hanya menjadi dokter kandungan.Sekarang terjadi lagi. Yaya tidak ingin menjadi direktur di perusahaan papa yang bergerak di bidang properti tersebut. Yaya bukan anak tunggal kaya raya okey. Dia punya kakak laki-laki yang juga memilih untuk menjadi pebisnis. Kakak nya juga memegang kendali salah satu perusahaan papa di jakarta. Sayang nya, kakak yaya sudah menikah seka
Pagi ini, yaya datang ke Sanjaya Company seperti yang disampaikan mereka semalam.“Yaya!” ucap HRD menggulang nama yaya“Untung saja kamu tidak dipanggil nina.” ujar wanita itu lagi. Namanya Nina. Pantas saja dia berkata seperti itu. Semoga saja namanya bukan karenina. Karena akan benar-benar mirip dengan yaya. Walau sebenarnya sama pun tak apa.Itu karena dia memakai name tag. Jadi yaya bisa mengetahui namanya. Jangan mengira bahwa yaya bisa mengetahui namanya begitu saja.Jika ia bisa, ia akan mencari tahu juga nama jodohnya. Siapa tahu memang sudah saatnya dia menikah.“Apa nama ibu juga karenina ?” tanya yaya mencoba mengobrol agar mereka tidak terlalu kaku satu sama lain“Oh tidak. Nama saya Nina kalista. Jadi saya biasa di panggil nina,” jelas nyaYaya mengangguk mendengar penjelasan nya. Tidak terlalu buruk. HRD nya itu orang yang baik. Menurut yaya.“Oh ya,
"Boss ?” ulang yaya“Iya!” jawab nina“Pak manajer ?" Tanya yaya memastikan"Bukan. Dipanggil pak CEO. Di suruh keruangannya." jelas ninaYaya mengangguk. Ia ingin bertanya lagi tapi kelihatannya nina sedang sibuk. Itu terlihat seperti nina memang mencarinya sejak tadi."Baiklah!" Ujar yaya. Bahkan tidak sempat mengatakan terima kasih karena nina yang sudah lebih dulu pergi.Awalnya yaya akan membuat kopi. Tapi panggilan CEO lebih penting saat ini. Dia lalu segera berjalan keruangan CEO.Apakah setiap karyawan baru akan langsung berhadapan dengan boss seperti ini ?. Dulu waktu yaya bekerja dia tidak seperti itu.Lantai yang sedang yaya pijak sekarang ini sepertinya hanya khusus untuk CEO, karena di sana hanya terlihat sebuah meja yang mungkin digunakan sekretaris untuk bekerja, dan sebuah pinta besar dengan beberapa ornamen disana.“Permisi pak,”
“Baiklah” jawab yaya. Dia bahkan tidak bisa menyembunyikan tawa lucunya walau dia sudah mencoba menahannya.“Kenapa tertawa ?” tanya pria itu dengan wajah yang tidak suka.Akhirnya, yaya menghentikan tawanya.“Hanya merasa lucu. Sebenarnya sudut pandang mana yang ada lihat ?. Hingga bisa mengatakan bahwa saya mencoba mendekati adik bapak ?!” jelas yaya“Saya bukan bapak kamu!” protes bossnya itu.Yaya mengernyit sejenak. Dia memang bukan bapaknya yaya. Apalagi papinya. Sama sekali tidak mirip.“Lalu harus saya panggil siapa?" Tanya yaya."Lagipula, saya sudah lupa siapa nama anda!” jawab yaya lagiBoss di depannya ini sepertinya suka sekali menatap orang dengan tajam. Buktinya dari tadi dia selalu menatap yaya dengan tajam dan pandangan seolah meremehkan.“Berhenti menatap saya dengan tatapan menilai seperti itu. Dan berhenti bersikap seolah anda dan adik