Siang ini, audrey merasa bingung karena melihat sepupunya yang sedang berada di depan Resto miliknya.
Tidak biasanya. Pasti sedang terjadi sesuatu.
"Woi Ryan!” teriak audrey saat melihat ryan yang sedang bersandar di samping mobilnya.
“Ngapain disini ?” tanya audrey
Dia meneliti penampilan ryan. Masih rapi.
"Kok diem ?" Tanya audrey
“Gue mau makan lah. Ngapain lagi ?” ujar ryan
“Bu-“
“Udah buruan masuk. Gue laper nih!” lanjut ryan tanpa mendengar perkataan audrey lagi
Mereka segera masuk ke Restoran milik audrey. Walau sebenarnya ini masih jam kantor. Dan belum masuk waktu makan siang.
“Sekarang jawab! Tumben lo bolos kerja,” desak Audrey
“Gue nggak bolos. Cuman istirahat lebih cepat aja.” Jawab ryan
“Sama aja kak. Itu namanya bolos!” jelas audrey
Mendengar itu, ryan langsung menatap audrey dengan wajah tak terima.
“Terus lo ngapain?. Bolos juga kan ?” ujar ryan
“Gue nggak bolos kok!" Jawab Audrey
"Terus apaan kalau bukan bolos ?" tanya ryan. Lebih tepatnya dia sedang menyelidiki Audrey.
"Mukanya nggak usah gitu juga!" Kata audrey.
"Gue emang lagi rapat diluar tadi. Jadi sekalian kesini deh. Lagian bentar lagi kan udah istirahat.” Jelas audrey
Lebih baik menjelaskan, sebelum sepupu protektifnya itu menerka yang tidak-tidak tentang audrey.
"Terus, lo surveynya sendirian ?. Asisten lo nggak ikut?" Tanya ryan
"Enggak. Dia lagi punya urusan mendadak sih. Urusan keluarga tepatnya." Jelas audrey
"Lagian nggak sering-sering kok gues survey. Jadi santai aja!" Kata audrey lagi dan ryan mengangguk tanda mengerti.
“Kenapa sih, lo nggak mau kerja di kantor gue ?.” tanya ryan
Dia sudah lelah meminta audrey supaya bekerja di perusahaannya. Tetapi selalu saja ditolak.
“Lo tahu kan. Mami bakal nyuruh gue balik ke Aussie kalau gitu. Gue mah nggak mau.” Jawab audrey
"Nggak bakal. Gue yang bakalan ngomong sama tante." Kata ryan
"Ngomong sih iya. Tapi pasti nggak dibolehin" ralat audrey
"Paling ngomongnya gini : kamu kok lebih milih kerja di perusahaan Ryan sih, dibanding perusahaan Papi ?!" Kata Audrey menirukan gaya bicara maminya.
"Udah hafal gue soal responnya mami!" Lanjut Audrey lagi.
“Dasar keras kepala!” ujar ryan
“Pasti dong. Kalau lembek, bisa keluar semua ini isi kepala” jawab Audrey
“Udah. Lupain aja. Makan gih” kata audrey lagi
Audrey menyiapkan sendok dan mulia menyantap makanannya.
Survei lapangan itu juga melelahkan. Jadi dia harus mengisi tenang sekarang.
"Kalo gue pikir, bagus juga sih!" Kata ryan setelah mereka terdiam beberapa saat.
"Bagus kenapa?" Tanya Audrey. Dia tidak mengerti apa maksud ryan barusan.
"Bagus dong. Jadi lo bisa nemenin gue olahraga tiap weekend!" Jelas ryan
"Dasar sepupu gila. Males gue nemenin lo olahraga mulu!" Kesal audrey
Dia kembali mengunyah makanannya dengan lahap.
"Lo nggak punya pilihan lain. Makanya cepet cari gandengan." Kata ryan
"Gandengan apaan?" Sinis Audrey
"Calon suami dong." Jawab ryan
"Tunggu, atau jangan-jangan..." Ucap ryan sengaja menggantungkan kalimatnya.
"Apaan?" Tanya audrey
Dia menatap sepupunya itu dengan pandangan was-was.
"Lo masih gagal move on kan ?. Ngaku lo!" Kata ryan.
"Enggak!" Jawab audrey cepat.
"Gue mah udah move on kali. Dasar sok tahu." Ejek audrey. Ryan selalu saja begitu. Mengejeknya dengan mengatakan bahwa audrey gagal move on.
Mereka menghabiskan makan siang disana dengan saling meledek satu sama lain.
Walau akhirnya, mereka juga akan berbincang tentang hal lain.
. . .
Malam hari di rumah yayaTok tok tokTerdengar suara ketukan di pintu kamar yaya“Sebentar bi!” ucap yayaDia tahu yang mengetuk itu pasti bibi. Karena hanya mereka berdua yang tinggal disana.Sebenarnya disana juga ada supir, satpam dan penjaga kebun. Tapi mereka tidak tinggal di rumah yaya. Mereka hanya akan bekerja dan pulang setelahnya.Bibi yang bekerja di rumah yaya belum terlalu tua. Baru sekitar 50-an. Suaminya sudah meninggal dan anak nya sudah pergi merantau ke kota lain. Sudah menikah, dan menetap di kota itu. Jadi tinggal lah bibi sendiri.“Iya bi ?” tanya yaya setelah membuka pintu“Bibi mau bilang kalau tadi nyonya besar datang kesini non,” ujar bibi“Sini masuk dulu bi,” ajak yaya agar asisten rumah tangga nya itu masuk dan berbincang di kamar nya.“Duduk bi!” kata yaya dan mereka berdua duduk di sofa yang berada di kamar itu.
Mereka masih terus berbincang. Saling menanyakan keadaan satu sama lain.Sebenarnya yaya bukan melamar kerja karena dia bosan dengan pekerjaannya di Rumah Sakit sebagai Dokter Kandungan. Tapi Itu karena yaya dipaksa oleh mami dan papinya untuk bekerja di perusahaan papi sebagai direktur. Tentu saja yaya menolak.Bahkan rumah sakit tempatnya bekerja juga milik keluarga mami yang akhirnya memang menjadi bagian mami. Yaya dulu menolak menjadi direktur di rumah sakit tersebut dan memilih bekerja di rumah sakit lain. Tapi mami nya memaksa agar dia bekera disana. Akhirnya yaya setuju, tapi dengan syarat hanya menjadi dokter kandungan.Sekarang terjadi lagi. Yaya tidak ingin menjadi direktur di perusahaan papa yang bergerak di bidang properti tersebut. Yaya bukan anak tunggal kaya raya okey. Dia punya kakak laki-laki yang juga memilih untuk menjadi pebisnis. Kakak nya juga memegang kendali salah satu perusahaan papa di jakarta. Sayang nya, kakak yaya sudah menikah seka
Pagi ini, yaya datang ke Sanjaya Company seperti yang disampaikan mereka semalam.“Yaya!” ucap HRD menggulang nama yaya“Untung saja kamu tidak dipanggil nina.” ujar wanita itu lagi. Namanya Nina. Pantas saja dia berkata seperti itu. Semoga saja namanya bukan karenina. Karena akan benar-benar mirip dengan yaya. Walau sebenarnya sama pun tak apa.Itu karena dia memakai name tag. Jadi yaya bisa mengetahui namanya. Jangan mengira bahwa yaya bisa mengetahui namanya begitu saja.Jika ia bisa, ia akan mencari tahu juga nama jodohnya. Siapa tahu memang sudah saatnya dia menikah.“Apa nama ibu juga karenina ?” tanya yaya mencoba mengobrol agar mereka tidak terlalu kaku satu sama lain“Oh tidak. Nama saya Nina kalista. Jadi saya biasa di panggil nina,” jelas nyaYaya mengangguk mendengar penjelasan nya. Tidak terlalu buruk. HRD nya itu orang yang baik. Menurut yaya.“Oh ya,
"Boss ?” ulang yaya“Iya!” jawab nina“Pak manajer ?" Tanya yaya memastikan"Bukan. Dipanggil pak CEO. Di suruh keruangannya." jelas ninaYaya mengangguk. Ia ingin bertanya lagi tapi kelihatannya nina sedang sibuk. Itu terlihat seperti nina memang mencarinya sejak tadi."Baiklah!" Ujar yaya. Bahkan tidak sempat mengatakan terima kasih karena nina yang sudah lebih dulu pergi.Awalnya yaya akan membuat kopi. Tapi panggilan CEO lebih penting saat ini. Dia lalu segera berjalan keruangan CEO.Apakah setiap karyawan baru akan langsung berhadapan dengan boss seperti ini ?. Dulu waktu yaya bekerja dia tidak seperti itu.Lantai yang sedang yaya pijak sekarang ini sepertinya hanya khusus untuk CEO, karena di sana hanya terlihat sebuah meja yang mungkin digunakan sekretaris untuk bekerja, dan sebuah pinta besar dengan beberapa ornamen disana.“Permisi pak,”
“Baiklah” jawab yaya. Dia bahkan tidak bisa menyembunyikan tawa lucunya walau dia sudah mencoba menahannya.“Kenapa tertawa ?” tanya pria itu dengan wajah yang tidak suka.Akhirnya, yaya menghentikan tawanya.“Hanya merasa lucu. Sebenarnya sudut pandang mana yang ada lihat ?. Hingga bisa mengatakan bahwa saya mencoba mendekati adik bapak ?!” jelas yaya“Saya bukan bapak kamu!” protes bossnya itu.Yaya mengernyit sejenak. Dia memang bukan bapaknya yaya. Apalagi papinya. Sama sekali tidak mirip.“Lalu harus saya panggil siapa?" Tanya yaya."Lagipula, saya sudah lupa siapa nama anda!” jawab yaya lagiBoss di depannya ini sepertinya suka sekali menatap orang dengan tajam. Buktinya dari tadi dia selalu menatap yaya dengan tajam dan pandangan seolah meremehkan.“Berhenti menatap saya dengan tatapan menilai seperti itu. Dan berhenti bersikap seolah anda dan adik
Hari ini cuaca terlihat sangat cerah. Sepertinya hari ini akan terasa menyenangkan. Walau setiap hari rasanya menyenangkan bagi Audrey.“Mba audrey !” teriak seseorang dari depan rumah audreyMendengar itu, audrey bergegas turun karena dia juga akan berangkat ke kantor hari ini.“Iya mang!” jawab audrey saat mendapati mang ucup yang berada di depan rumah.“Selamat pagi neng,” ucap mang ucup dengan ramah“Pagi mang !” jawab audrey dengan senyum yang tak kalah ramahnya.Audrey selalu membeli onde-onde dari mang ucup dan memakan nya selama perjalanan. Walau dia juga sudah lebih dulu sarapan tadi. Maklumlah, rasanya kurang jika audrey belum ngemil di pagi hari.“Beli yang biasa mba ?” tanya mang ucup“Iya mang !” jawab audreyAh, audrey benci ketika tahu bulat di depannya juga seperti meminta untuk dibeli.“Sama tahunya mang, telur puyuhnya
~Dia tahu semuanya tidak akan pernah sama lagi. Namun dengan egoisnya,dia masih berharap semuanya akan baik-baik saja~Hari ini seperti biasa, audrey mengemudikan mobilnya menuju kantor. Dia selalu datang tepat waktu. Tidak terlalu cepat, dan tidak juga terlambat.Awalnya audrey tidak ingat dengan satpam di depan kantornya. Tapi kerumunan pagi ini membuat audrey kembali mengingat kejadian kemarin.Sepertinya pemandangan ini akan terjadi setiap hari. Semoga akhir pekan segera datang, walau hari ini barulah hari selasa.“Pagi mba audrey” sapa satpam yang sama seperti hari kemarin. Sebenarnya bukan saja hari kemarin, tapi setiap hari juga mereka selalu menyapa karyawan yang masuk.“Pagi juga pak..” jawab audrey“Masih sama kayak hari kemarin yah” kata audrey sambil melirik ke arah kerumunan itu.“Iya mba. Biasa, orang ganteng mah beda” jawab pak
~Itu menunjukkan bahwa hal yang pahit pun masih bisa dinikmati~“Dika” teriak audrey saat mendapati dika sedang berada di kantin perusahaan pagi ini“Kenapa audrey valerie yang suaranya cetar kayak toa. Pagi-pagi udah teriak aja” kata dikaSebetulnya dia sedang menjawab panggilan audrey atau sedang ceramah ?“Aishh. Btw, tumben itu di depan nggak ada kerumunan lagi. Udah lo apain ?” tanya audrey“Lo kira gue demen ama tu orang apa ? Gini-gini juga gue laki tauu” kata dika seperti sedang mencibir.“Tauu gue lo laki. Maksudnya tu satpam udah lo tegur, lo pindahin atau apa ? Masa ilang gitu aja ?” tanya audrey lagi“Bilang dong. Kan gue jadi nethink” kata dika“Nggak gue apa-apain sih. Bisa-bisa gue dipecat. Kan udah ada CEO baru sekarang” lanjut dikaAudrey hanya manggut-manggut merespon jawaban dika.