Share

Bab 3

Penulis: Aaliyah Zoya
"Di mana ayah dari anak ini? Biar aku telepon, supaya dia bisa jagain kamu," ucap dokter.

Shinta mengedip pelan, lalu berkata lemah, "Anak ini nggak punya ayah."

"Benarkah?" Dokter membuka kembali riwayat Shinta di rumah sakit, lalu berkata, "Di sini tertulis bahwa kamu sudah menikah, jadi kamu punya suami. Tapi selama pemeriksaan kehamilan, aku nggak pernah lihat dia datang. Sekarang kamu sampai keguguran, kenapa dia masih nggak datang juga?"

Shinta baru sadar bahwa selama ini dia selalu menjalani pemeriksaan sendiri.

Tiga bulan lalu, saat tahu dirinya hamil, Raka memang senang dan berkata ingin menemaninya USG pertama kali.

Namun, Nadine pulang hari itu.

Sejak Nadine kembali, hati Raka bukan milik Shinta lagi.

Setiap kali Shinta minta ditemani periksa, Raka selalu ada alasan.

Padahal Shinta tahu dia sudah diam-diam bertemu dengan Nadine berkali-kali. Shinta tidak ingin membesar-besarkan masalah demi anaknya.

Namun sekarang, anaknya sudah tiada. Dia tidak akan membiarkan dirinya tersakiti lagi.

Dia sudah memutuskan akan bercerai dengan Raka.

Setelah mengejarnya selama tujuh tahun, Shinta benar-benar lelah sekarang.

"Kalau nggak ada keluarga yang datang, kamu harus pergi bayar tagihan sendiri dulu ya," kata dokter.

Dokter memberi Shinta surat rawat inap, kemudian Shinta pun membuka selimut dan beranjak turun dari ranjang dengan tubuhnya yang lemah.

Belum jauh melangkah, Shinta langsung berpapasan dengan Raka dan Nadine.

Raka menggandeng Nadine dengan sangat hati-hati. Saat melihat Shinta, dia buru-buru melindungi Nadine di belakang tubuhnya.

"Kamu ngikutin kami sampai ke sini juga? Tangan Nadine sudah luka, kamu masih belum puas?" bentak Raka.

Melihat sikap waspada Raka, Shinta merasa hatinya sakit.

"Kak Raka, jangan bicara dengan Kak Shinta seperti itu. Aku yakin dia nggak sengaja, mungkin dia datang untuk minta maaf padaku," kata Nadine.

Nadine bersandar di tubuh Raka dan berkata, "Kak Shinta, aku nggak nyalahin kamu. Aku baik-baik saja."

"Kalau memang niatmu untuk minta maaf, pergi belikan makanan buat Nadine. Tangannya luka, dia harus rawat inap," ucap Raka.

Shinta menunduk melirik tangan Nadine. Hanya sedikit kemerahan saja harus rawat inap?

Lalu bagaimana dengan dirinya sendiri? Anak dalam kandungannya sudah tiada, dia harus bagaimana?

Mata Shinta memerah, tetapi dia memaksa untuk tersenyum. Kata-katanya tersangkut di tenggorokan.

Melihat ekspresi itu, Raka mengerutkan alis, nada bicaranya pun melunak.

"Kamu kenapa? Aku cuma suruh kamu minta maaf dan beli makanan untuk Nadine. Masa itu saja bikin kamu tersinggung?" ucap Raka.

"Nggak," jawab Shinta.

Shinta memaksa tersenyum dan berkata, "Aku nggak tersinggung."

Untuk apa merasa tersinggung? Anaknya sudah tiada, semua rasa sakit sudah tak berarti lagi.

"Sudah, kamu pulang dulu saja. Nanti kalau tangan Nadine sudah sembuh, aku akan pulang," ucap Raka.

Kalimat itu sangat familier. Shinta sudah mendengarnya berkali-kali, dia tidak akan percaya lagi.

Hari ketika Nadine baru pulang ke negara ini, Shinta harus ke rumah sakit untuk USG. Raka berkata bahwa dia ada urusan dan akan menyusul ke rumah sakit.

Shinta menunggu sepanjang hari di rumah sakit, tetapi Raka tidak pernah datang.

Di layar televisi rumah sakit, berita soal kepulangan Nadine ditayangkan. Di sana, Shinta melihat Raka membawa seikat mawar kuning di tengah kerumunan.

Cinta lamanya pulang, jadi dia pergi menjemputnya.

Hari ketiga setelah Nadine kembali, Shinta demam tinggi. Sebab mengandung, dia tidak bisa minum obat. Dia menahan semua rasa sakit itu sendirian di rumah, tetapi Raka malah menemani Nadine syuting drama.

Shinta sempat meneleponnya dan bilang kalau dia sakit. Raka hanya memintanya untuk tunggu dan berkata bahwa dia akan segera pulang.

Akan tetapi, sampai siang keesokan harinya, demam Shinta sudah turun, tubuhnya sudah tidak panas lagi, barulah Raka muncul.

Kejadian seperti itu terjadi banyak sekali, Shinta sudah tidak bisa mengingat semuanya dengan jelas.

Setelah begitu banyak kekecewaan, dia dan Raka bertengkar hebat.

Waktu itu Raka berjanji dia tidak akan meninggalkan Shinta demi Nadine lagi.

Shinta juga berkata bahwa dia hanya akan memberinya lima kesempatan.

Ini adalah kelima kalinya.

"Nadine belum makan sama sekali. Kalau kamu nggak mau belikan, aku temani dia cari makan. Kamu pulang saja dulu," ucap Raka.

Ucapan Raka memotong pikiran Shinta.

"Baik," jawab Shinta.

Shinta menjawab singkat, lalu melangkah pergi.

Raka menatap kertas di tangan Shinta dan tercengang. Dia bertanya, "Surat apa yang kamu pegang?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Pelita Biru
Thor, ini maaf ada typonya. Seharusnya Shinta malah Nadine, seharusnya Nadine malah Shinta.
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
sudahlah bodoh karna bucin bahkan bicara pun gak bisa, hewan apa manusia sih?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 27

    Karena Shinta sudah melihat laut, jadi dia memutuskan sekarang saatnya pulang.Pagi-pagi sekali, dia pergi ke meja resepsionis untuk keluar dari penginapannya sambil barang-barangnya."Nona mau pergi sekarang?""Iya."Shinta tidak ingin lebih lama lagi di sini karena Raka sekarang juga ada di sini."Baiklah, proses keluarnya sudah selesai."Setelah memproses keluarnya Shinta dari penginapan, petugas resepsionis itu lalu menyerahkan sebuah dokumen kepada Shinta."Tadi pagi Pak Raka menitipkan ini di meja resepsionis sewaktu keluar dari kamarnya. Pak Raka meminta kami untuk memberikan dokumen ini kepada Nona saat Nona keluar."Shinta menatap dokumen itu dengan tangan yang agak gemetar."Di mana dia?""Pak Raka bilang dia tahu Nona nggak mau bertemu dengannya, jadi Pak Raka sudah pulang dengan penerbangan yang paling awal.""Terima kasih."Shinta pun minggir ke samping, lalu membuka dokumen itu.Dia sontak tertegun saat melihat surat cerai itu.Shinta segera membalik halaman ke yang palin

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 26

    Amarah Raka sontak tersulut."Aku ini lagi bicara dengan istriku. Kamu siapa, hah?""Istri? Shinta bilang kalian lagi proses bercerai, itu berarti kalian bukan lagi pasangan suami istri. Jadi, aku berhak berbicara mewakilinya.""Shinta, kamu bahkan memberitahunya kalau kita akan cerai? Siapa dia?"Raka pun menatap Shinta dengan mata yang menyalang marah. "Kamu bilang mau melihat laut sendirian karena kecewa padaku, tapi apa itu bukan karena kamu sudah punya pria lain? Apa dia ini kekasihmu?"Shinta langsung menghadiahi Raka dengan sebuah tamparan."Raka! Aku bukan orang yang nggak tahu malu sepertimu!"Raka sontak tersadar.Dia berkata seperti itu semata-mata karena terbawa emosi.Dia tahu bahwa Shinta tidak mungkin melakukan hal semacam itu, tetapi tetap saja dia merasa marah."Aku benar-benar kecewa padamu! Kalau kamu ke sini hanya untuk memfitnahku, aku benar-benar kagum denganmu, Raka! Aku benar-benar sudah buta jatuh cinta selama sekian tahun itu dengan orang yang sangat nggak tah

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 25

    Jason pun tersenyum pasrah saat melihat ekspresi gembira Shinta yang memegang kembang api.Itu pertama kalinya dia melihat ada seorang wanita yang tampak begitu bahagia hanya karena kembang api.Di saat Jason akan ikut bersenang-senang dengan Shinta, tiba-tiba ponselnya berdering."Halo? Ibu?""Jason, kamu ke mana saja sih? Ibu sudah carikan kamu pasangan kencan buta, harusnya kamu kasih tahu Ibu kalau memang nggak mau datang! Gadis itu sudah beberapa jam menunggumu di restoran, tapi kamu sama sekali nggak muncul!"Begitu Jason mengangkat panggilan itu, ibunya langsung mengomel dengan marah.Jason pun mengernyit. "Ibu, sudah kubilang aku nggak suka dengan semua gadis itu. Mereka hanya mau kencan buta denganku karena keluarga kita kaya. Aku nggak mau!""Terus, kamu maunya bagaimana? Kamu ini sudah berusia 30-an, tapi belum juga menikah! Kalau terus begini, kapan Ibu bisa dapat cucu?""Bagaimana kalau kucari saja janda dengan dua orang anak, lalu kubawa pulang dan kunikahi?"Jason memuta

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 24

    Tetes-tetesan air yang tersebar merata di setiap jengkal tubuh pria itu tampak berkilauan di bawah sinar matahari.Shinta mengerjap-ngerjapkan matanya. Saat menatap wajah pria itu, barulah dia menyadari itu adalah orang yang tempo hari memberikannya kartu SIM nomor.Belum sempat Shinta menyapa, beberapa wanita cantik berambut pirang telah berjalan mendekati Jason."Hai, Tampan. Sendirian? Bagaimana kalau kita minum bersama?""Iya, kami juga kebetulan mau berenang. Mau ikut?"Jason berjalan keluar dari kolam renang dan mengenakan jubah mandi dengan santai. Tubuhnya yang memikat itu seketika tertutup."Maaf, aku nggak sendirian."Setelah berkata seperti itu, Jason pun berjalan menghampiri Shinta."Pacarku ada di sini.""Oh, ternyata sudah punya pacar."Beberapa wanita itu berjalan pergi dengan kecewa.Shinta sontak tertegun, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Maksudmu itu aku?""Nggak apa-apa, 'kan? Aku hanya ingin menjadikanmu tameng.""Nggak kok."Shinta hanya balas tersenyum dengan kikuk

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 23

    "Pak Raka, saat ini urusan yang terpenting adalah perusahaan. Lebih baik Pak Raka pikirkan dulu apa yang harus dilakukan.""Aku mau pulang."Raka pun bangkit berdiri sambil bertumpu di meja. Dia meminta asistennya untuk membawanya pulang ke rumah lama.Ayahnya meninggal cepat, jadi ibunya-lah yang bertanggung jawab atas sebagian besar urusan rumah tangga.Ibunya Raka, Maya Buana, terlihat sangat tidak senang melihat putranya kembali ke rumah lama dalam keadaan mabuk."Kenapa ini? Kok kamu pulang ke sini setelah mabuk-mabukan? Mana istrimu? Kenapa dia nggak ikut?"Maya sedang mengemasi banyak sekali suplemen yang dia belikan untuk Shinta, dia berencana mengirimkan semua itu kepada Shinta besok.Maya memang tidak pernah menyukai Shinta, tetapi dia mulai memperhatikan Shinta semenjak menantunya itu hamil."Ibu, ada yang perlu kuberitahukan pada Ibu.""Kenapa?""Anak Shinta nggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Maya sambil mengernyit. "Anak itu adalah harta Keluarga Winata! Kalau sampai kenapa

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 22

    "Kenapa?"Nada bicara Shinta pun melunak, walaupun tetap sangat dingin."Kondisi Pak Raka lagi buruk sekali saat ini. Apa Bu Shinta bisa pulang?""Apa hubungannya juga dia baik-baik saja atau nggak denganku? Kami lagi dalam proses bercerai, jadi mulai sekarang nggak usah memberitahuku dia kenapa.""Anggap saja ini permohonanku," pinta asisten itu. "Pak Raka benar-benar menyesal. Perusahaan juga lagi dirundung banyak masalah dan terancam bangkrut. Pak Raka datang untuk minta tolong, tapi malah dipaksa menenggak dua botol wiski dan kepalanya juga kena pukul. Sekarang, dahinya terus berdarah, tapi dia menolak dibawa ke rumah sakit dan terus memanggil nama Bu Shinta. Bu Shinta, bolehkah Bu Shinta pulang sebentar demi pernikahan kalian dulu? Kumohon."Akan tetapi, Shinta tetap tidak ambil pusing.Semua penderitaan yang Raka alami adalah kesalahannya sendiri, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Shinta.Lagi pula, seberapa penting masalah yang Raka hadapi dibandingkan dengan kematian ana

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status