Short
Istri yang menjadi Gundik

Istri yang menjadi Gundik

By:  IlaksCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
9Chapters
92views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Setelah mengetahui bahwa aku hamil, aku dengan gembira pergi ke perusahaan suamiku untuk menambahkan bayi itu ke dalam daftar penerima asuransi. Lalu, aku melihat berkas suamiku. [Pasangan: Vivi Wisnutama.] [Anak-anak: Jovan Hariyono, Salsa Hariyono.] Aku tercengang. Manajer SDM mengatakan bahwa wanita itu adalah istri sahnya, pewaris sebuah grup hotel terbesar di Pantai Timur. Anak-anak mereka sudah berusia tujuh tahun. Saat itu, dunia terasa runtuh. Dia sudah punya istri, lalu bagaimana denganku? Aku ini apa? Kekasih selama lima tahun? Teman tidur gratis? Yang paling lucu adalah aku mengandung anaknya di dalam perutku. Seorang anak yang tidak akan pernah menerima pengakuan dari ayahnya. Anak haram. Aku mengangguk kosong, seluruh tenagaku terkuras. Kupikir suamiku selamanya adalah milikku. Tapi bahkan setelah kematian, marganya juga tidak akan ada di batu nisanku!

View More

Chapter 1

Bab 1

Selama lima tahun ada di sisi Doni, baru hari ini aku tahu bahwa dia sudah punya istri sah dan dua anak! Bahkan dia diam-diam memberiku pil KB selama ini. Dan sekarang, dalam perutku, sedang tumbuh anak yang tidak akan pernah dia akui sebagai darah dagingnya.

Aku berjalan keluar seperti orang linglung, langkah kakiku terasa ringan seolah menginjak kapas.

Nama Vivi Wisnutama, pewaris Keluarga Wisnutama, sangat tidak asing di telingaku. Doni sudah berkali-kali mengeluh soal dia. Dengan wajah penuh kejengkelan, Doni berkata, "Vivi itu sombong dan kasar, semena-mena karena kekayaan keluarganya. Sekali pun aku bangkrut, aku nggak akan pernah mau menikahinya!"

"Elma, hanya kamu satu-satunya yang benar-benar memahami aku di dunia ini. Tak ada satupun gadis kaya yang sungguh-sungguh mencintaiku."

"Sekarang dewan direksi perusahaan mulai menekanku, jadi hubungan kita sementara harus dirahasiakan. Tapi tenang saja, begitu aku sudah menguasai perusahaan sepenuhnya, aku pasti mengumumkan pernikahan kita."

Dan sekarang, semua itu terdengar seperti lelucon kejam. Anak-anak mereka bahkan sudah masuk SD. Lalu, apa arti pengorbananku selama lima tahun ini?

Sarapan yang kusiapkan setiap pagi, malam-malam panjang yang kuhabiskan sendirian menunggunya pulang, dan … nyawa kecil yang belum dia ketahui itu gini sedang tumbuh di dalam tubuhku. Apa semua itu tidak berarti baginya?

Aku berjalan seperti larut dalam mimpi. Ketika melewati ruang rapat, aku melihat dua sosok di balik pintu kaca, yaitu Doni dan ibunya.

Ibunya bicara pelan, suaranya nyaris tidak terdengar, "Apa yang akan kamu lakukan tentang urusan dengan Keluarga Wisnutama?"

Nada Doni terdengar kesal saat berkata, "Ibu, jangan ikut campur. Vivi memang sombong, tapi dia setuju mempertahankan status kita saat ini. Sekarang dia kembali dari Negara Subara untuk mengurus perwalian keluarga, aku nggak bisa mengabaikannya."

"Terus, bagaimana dengan Elma?" Nada ibunya berubah dingin. "Selama tiga tahun ini, dia sudah mengurusku dengan sangat baik."

"Secara resmi, dia masih pacarku," jawab Doni enteng. "Vivi nggak peduli soal status. Lagi pula aku juga lebih banyak berada di kantor. Ada Elma di rumah untuk merawat Ibu, aku jadi bisa fokus bekerja."

Aku segera menutup mulutku. Seperti ada rasa darah di lidahku.

Di mata Doni, aku hanya pengasuh gratisan.

"Lagi pula, Vivi hanya memintaku ke Negara Subara beberapa hari setiap bulan untuk menemuinya dan anak-anak. Tenang saja, Elma itu sangat polos. Dia nggak akan curiga."

Darahku terasa berhenti mengalir. Suara gemuruh memenuhi telingaku, seperti ada air es yang disiram ke kepalaku.

Jadi, saat bilang sedang "dinas ke luar negeri", sebenarnya dia sedang bersama keluarga aslinya di Negara Subara.

Setiap kali dia mengigau dalam tidur, bukan karena ingin bertemu calon bayi kami, tapi karena merindukan anak-anaknya yang tinggal di Benua Etuania.

Saat aku hendak pergi, kudengar ibunya bicara lagi dengan nada yang lebih serius, "Anak-anak itu cepat atau lambat harus sekolah di Kota Orawa. Elma nggak akan bisa dibohongi terus."

Doni mendengus dingin, lalu berkata, "Elma bahkan nggak punya buku nikah, urusan anakku itu bukan haknya. Bilang saja ini pernikahan bisnis dan harus dilakukan. Dengan kepribadiannya, Elma pasti mengerti. Malah bisa jadi ikut bantu menjaga anak-anak."

Tiba-tiba perutku terasa sakit luar biasa. Aku membeku di tempat.

Ibunya sempat ragu, lalu berkata pelan, "Elma sudah merawatku selama ini, bukankah ini terlalu kejam untuknya?"

Nada suara Doni langsung dingin. Dia berkata, "Ibu, jangan naif! Apa Ibu nggak ingin melihat cucu kandung Ibu? Vivi itu anak keluarga terpandang, tapi dia mau melahirkan anak-anakku dan merawat mereka sendirian di Negara Subara selama ini. Sekarang dia hanya minta anak-anak kembali ke rumah, apa kita harus memikirkan perasaan orang luar?"

Aku ingin tertawa saking sakit hatinya.

Selama lima tahun aku selalu ada di sisinya dan di matanya aku hanya “orang luar.”

Akhirnya, ibunya pun menyerah dan berkata, "Ya, kamu benar. Darah daging tetap yang paling utama."

Kulihat dari balik kaca, dua orang itu sedang menyusun rencana dengan penuh perhitungan. Aku tidak bisa menahan tawa.

Lucu sekali. "Darah daging" yang mereka bangga-banggakan itu, justru sedang tumbuh dalam rahimku.

Selama lima tahun penuh.

Setiap kali dia pulang ke rumah dalam keadaan lelah, aku selalu tepat waktu meminum obat penyubur yang diresepkan dokter, demi meningkatkan peluang hamil.

Ketika dokter bilang kandunganku lemah, aku bangun subuh setiap hari untuk lari kecil dan mengatur pola makan dengan ketat.

Saat tahu hormonku rendah, aku rela menanggung suntikan hormon yang menyakitkan.

Lenganku penuh bekas tusukan jarum, suasana hatiku naik turun karena efek samping obat itu. Semua itu kulakukan dengan sukarela.

Tiga hari lalu, ketika tahu aku hamil, aku menangis bahagia. Penuh harapan menyusun kejutan untuk Doni.

Siapa sangka, di saat yang sama, mereka sedang sibuk menyusun rencana untuk membawa pulang istri dan anak-anaknya ke rumah tanpa sepengetahuanku.

Kukuku mencengkeram telapak tangan sampai berdarah, tapi sakit itu tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa dingin di hatiku. Sampai akhirnya, kurasakan gerakan halus dari bayi dalam perutku dan aku tersadar sepenuhnya.

Kalau mereka menganggap anak orang lain itu segalanya, biar aku tunjukkan bahwa anak ini sepenuhnya adalah milikku.

Kuraih perutku, di bibirku muncul senyum tipis namun penuh tekad.

'Doni, kamu pikir aku ini apa? Kelinci kecil yang penurut?'

'Kalian sudah membohongiku dan menghinaku, lalu masih berharap aku akan mengurus istri dan anak-anakmu?'

'Jangan mimpi!'

Kekayaan Keluarga Hariyono?

Harapan ibumu?

Garis keturunanmu?

Tunggu saja, Doni Hariyono. Aku akan tunjukkan pada kalian, jangan remehkan wanita yang sedang hamil. Apalagi wanita yang berkemampuan dan punya sumber daya, akan membuat kalian mendapat konsekuensi besar!
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
9 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status