Share

Bab 2

Author: Aaliyah Zoya
Rasa sakit yang luar biasa menghantam tubuh Shinta. Dia menatap sosok Raka yang perlahan menjauh, lalu berteriak penuh kesakitan, "Raka, jangan pergi. Perutku ...."

Raka berhenti, tetapi dia hanya menoleh dengan sorot mata dingin sambil berkata, "Shinta, aku nggak ada waktu untuk sandiwaramu. Nadine itu artis, tangannya nggak boleh sampai luka! Kenapa kamu sejahat ini?"

Tanpa menunggu jawaban, Raka langsung menggendong Nadine dan pergi tanpa menoleh sedikit pun.

Melihat sosok Raka yang semakin menjauh, Shinta menutup mata dengan rasa putus asa.

Rasa nyeri yang mengoyak dari dalam perut memaksa Shinta untuk memohon bantuan dari orang-orang di sekitarnya, "Tolong, tolong selamatkan anakku ...."

Cairan hangat mengalir di antara kaki Shinta, bau amis darah pun langsung tercium, Shinta menunduk dan melihat genangan merah yang menyebar di bawah tubuhnya.

"Jangan ..." rintih Shinta.

Air mata langsung membanjiri wajahnya, rasa takut dihatinya mencapai titik puncak.

Itu anaknya, dia tidak boleh kehilangan anaknya!

"Nona, kamu kenapa? Kamu nggak apa-apa? Aku telepon ambulans sekarang."

Seseorang menemukan Shinta tergeletak di genangan darah, lalu buru-buru menghubungi nomor darurat.

Di dalam ambulans, Shinta hampir pingsan karena kesakitan, tetapi dia terus memohon pada dokter.

"Dok, aku mohon, tolong selamatkan anakku. Dia baru tiga bulan, aku mohon," ucap Shinta.

"Nona, kamu tenang saja. Aku akan berusaha sebisa mungkin, aku hubungi suamimu dulu, biar dia segera menyusul ke rumah sakit, ya," jawab dokter.

Dokter tahu anak itu pasti tidak bisa diselamatkan lagi, tetapi dia tetap menenangkan Shinta.

"Halo? Apa ini dengan suami Nona Shinta?" tanya dokter.

Begitu telepon terhubung, suara yang terdengar malah suara Nadine.

"Ada apa?" tanya Nadine.

"Ibu siapa ya? Apa suami Shinta ada? Kami perlu bicara dengannya, sekarang Nona Shinta sedang mengalami pendarahan hebat. Kami sedang di perjalanan menuju rumah sakit, tolong beri tahu dia untuk segera menyusul," ucap dokter.

Saat Nadine mengangkat telepon, Raka sudah mengantarnya ke rumah sakit.

Raka sedang membayar tagihan dan ponselnya ada di tas Nadine.

"Huh, Shinta, kamu hebat juga ya, sampai segitunya buat drama? Kamu pikir Raka bakal balik cuma karena anakmu? Shinta, tiga tahun lalu kalau aku nggak ke luar negeri, istrinya bukan kamu, tapi aku! Dari dulu yang dia cinta itu aku. Kamu pikir kamu bisa menang dariku?" ucap Nadine.

"Nona, ini soal nyawa orang! Siapa pun kamu, tolong kasih ponsel itu ke suaminya sekarang juga!" ucap dokter.

Setelah mendengar Nadine, Shinta berkata dengan lemah, "Nadine, aku nggak mau rebutan. Aku cuma mohon suruh Raka ke rumah sakit. Anakku ... nggak kuat lagi."

"Aku nggak percaya. Kalau kamu nggak mau nyerah, mari kita lihat siapa yang lebih penting buat dia. Kamu dan anakmu atau aku?" ucap Nadine.

Shinta terus memohon, tiba-tiba terdengar suara Nadine di ujung telepon, "Kak Raka, ini telepon dari Kak Shinta. Dia suruh kamu balik, katanya terjadi sesuatu pada anaknya."

"Jangan pedulikan dia, mungkin dia bohong lagi. Yang penting sekarang tanganmu, sebentar lagi dokternya datang. Kamu tenang aja," ucap Raka.

Ucapan Raka tajam seperti pisau yang langsung menembus jantung Shinta.

Mata Shinta menunjukkan kekecewaan, pandangannya mulai kabur.

Ketika dokter mencoba berbicara lagi, Raka sudah mengakhiri telepon.

Dokter mencoba untuk menelepon lagi, tetapi Raka mematikan ponselnya.

"Apa-apaan ini? Tenang ya, Nona Shinta. Kami akan membantumu!" ucap dokter.

Dokter menggenggam tangan Shinta. Rasa sakit menyelimuti tubuh dan hatinya. Dia bisa merasakan bahwa anaknya sudah tiada.

Ketika Shinta terbangun, dia langsung mencium aroma cairan disinfektan.

Baunya sedikit menyengat, hidungnya terasa perih dan matanya memerah.

Dokter memandang Shinta dengan penuh simpati, lalu berkata, "Nggak apa-apa, Bu. Kamu masih muda. Nanti bisa hamil lagi."

Shinta memandangi langit-langit ruangan, tangannya memegang perutnya yang datar. Air matanya tak lagi tertahan dan mengalir.

Hanya Shinta yang tahu betapa sulitnya dia mendapatkan anak itu.

Keluarga Winata tidak pernah benar-benar menyukai Shinta. Mereka terus mendesaknya untuk segera hamil.

Ketika Shinta benar-benar hamil, mereka semua sangat senang.

Namun sekarang, anaknya sudah tiada, dibunuh oleh ayahnya sendiri.

Keluarga Winata juga tidak akan peduli pada Shinta lagi.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 27

    Karena Shinta sudah melihat laut, jadi dia memutuskan sekarang saatnya pulang.Pagi-pagi sekali, dia pergi ke meja resepsionis untuk keluar dari penginapannya sambil barang-barangnya."Nona mau pergi sekarang?""Iya."Shinta tidak ingin lebih lama lagi di sini karena Raka sekarang juga ada di sini."Baiklah, proses keluarnya sudah selesai."Setelah memproses keluarnya Shinta dari penginapan, petugas resepsionis itu lalu menyerahkan sebuah dokumen kepada Shinta."Tadi pagi Pak Raka menitipkan ini di meja resepsionis sewaktu keluar dari kamarnya. Pak Raka meminta kami untuk memberikan dokumen ini kepada Nona saat Nona keluar."Shinta menatap dokumen itu dengan tangan yang agak gemetar."Di mana dia?""Pak Raka bilang dia tahu Nona nggak mau bertemu dengannya, jadi Pak Raka sudah pulang dengan penerbangan yang paling awal.""Terima kasih."Shinta pun minggir ke samping, lalu membuka dokumen itu.Dia sontak tertegun saat melihat surat cerai itu.Shinta segera membalik halaman ke yang palin

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 26

    Amarah Raka sontak tersulut."Aku ini lagi bicara dengan istriku. Kamu siapa, hah?""Istri? Shinta bilang kalian lagi proses bercerai, itu berarti kalian bukan lagi pasangan suami istri. Jadi, aku berhak berbicara mewakilinya.""Shinta, kamu bahkan memberitahunya kalau kita akan cerai? Siapa dia?"Raka pun menatap Shinta dengan mata yang menyalang marah. "Kamu bilang mau melihat laut sendirian karena kecewa padaku, tapi apa itu bukan karena kamu sudah punya pria lain? Apa dia ini kekasihmu?"Shinta langsung menghadiahi Raka dengan sebuah tamparan."Raka! Aku bukan orang yang nggak tahu malu sepertimu!"Raka sontak tersadar.Dia berkata seperti itu semata-mata karena terbawa emosi.Dia tahu bahwa Shinta tidak mungkin melakukan hal semacam itu, tetapi tetap saja dia merasa marah."Aku benar-benar kecewa padamu! Kalau kamu ke sini hanya untuk memfitnahku, aku benar-benar kagum denganmu, Raka! Aku benar-benar sudah buta jatuh cinta selama sekian tahun itu dengan orang yang sangat nggak tah

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 25

    Jason pun tersenyum pasrah saat melihat ekspresi gembira Shinta yang memegang kembang api.Itu pertama kalinya dia melihat ada seorang wanita yang tampak begitu bahagia hanya karena kembang api.Di saat Jason akan ikut bersenang-senang dengan Shinta, tiba-tiba ponselnya berdering."Halo? Ibu?""Jason, kamu ke mana saja sih? Ibu sudah carikan kamu pasangan kencan buta, harusnya kamu kasih tahu Ibu kalau memang nggak mau datang! Gadis itu sudah beberapa jam menunggumu di restoran, tapi kamu sama sekali nggak muncul!"Begitu Jason mengangkat panggilan itu, ibunya langsung mengomel dengan marah.Jason pun mengernyit. "Ibu, sudah kubilang aku nggak suka dengan semua gadis itu. Mereka hanya mau kencan buta denganku karena keluarga kita kaya. Aku nggak mau!""Terus, kamu maunya bagaimana? Kamu ini sudah berusia 30-an, tapi belum juga menikah! Kalau terus begini, kapan Ibu bisa dapat cucu?""Bagaimana kalau kucari saja janda dengan dua orang anak, lalu kubawa pulang dan kunikahi?"Jason memuta

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 24

    Tetes-tetesan air yang tersebar merata di setiap jengkal tubuh pria itu tampak berkilauan di bawah sinar matahari.Shinta mengerjap-ngerjapkan matanya. Saat menatap wajah pria itu, barulah dia menyadari itu adalah orang yang tempo hari memberikannya kartu SIM nomor.Belum sempat Shinta menyapa, beberapa wanita cantik berambut pirang telah berjalan mendekati Jason."Hai, Tampan. Sendirian? Bagaimana kalau kita minum bersama?""Iya, kami juga kebetulan mau berenang. Mau ikut?"Jason berjalan keluar dari kolam renang dan mengenakan jubah mandi dengan santai. Tubuhnya yang memikat itu seketika tertutup."Maaf, aku nggak sendirian."Setelah berkata seperti itu, Jason pun berjalan menghampiri Shinta."Pacarku ada di sini.""Oh, ternyata sudah punya pacar."Beberapa wanita itu berjalan pergi dengan kecewa.Shinta sontak tertegun, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Maksudmu itu aku?""Nggak apa-apa, 'kan? Aku hanya ingin menjadikanmu tameng.""Nggak kok."Shinta hanya balas tersenyum dengan kikuk

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 23

    "Pak Raka, saat ini urusan yang terpenting adalah perusahaan. Lebih baik Pak Raka pikirkan dulu apa yang harus dilakukan.""Aku mau pulang."Raka pun bangkit berdiri sambil bertumpu di meja. Dia meminta asistennya untuk membawanya pulang ke rumah lama.Ayahnya meninggal cepat, jadi ibunya-lah yang bertanggung jawab atas sebagian besar urusan rumah tangga.Ibunya Raka, Maya Buana, terlihat sangat tidak senang melihat putranya kembali ke rumah lama dalam keadaan mabuk."Kenapa ini? Kok kamu pulang ke sini setelah mabuk-mabukan? Mana istrimu? Kenapa dia nggak ikut?"Maya sedang mengemasi banyak sekali suplemen yang dia belikan untuk Shinta, dia berencana mengirimkan semua itu kepada Shinta besok.Maya memang tidak pernah menyukai Shinta, tetapi dia mulai memperhatikan Shinta semenjak menantunya itu hamil."Ibu, ada yang perlu kuberitahukan pada Ibu.""Kenapa?""Anak Shinta nggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Maya sambil mengernyit. "Anak itu adalah harta Keluarga Winata! Kalau sampai kenapa

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 22

    "Kenapa?"Nada bicara Shinta pun melunak, walaupun tetap sangat dingin."Kondisi Pak Raka lagi buruk sekali saat ini. Apa Bu Shinta bisa pulang?""Apa hubungannya juga dia baik-baik saja atau nggak denganku? Kami lagi dalam proses bercerai, jadi mulai sekarang nggak usah memberitahuku dia kenapa.""Anggap saja ini permohonanku," pinta asisten itu. "Pak Raka benar-benar menyesal. Perusahaan juga lagi dirundung banyak masalah dan terancam bangkrut. Pak Raka datang untuk minta tolong, tapi malah dipaksa menenggak dua botol wiski dan kepalanya juga kena pukul. Sekarang, dahinya terus berdarah, tapi dia menolak dibawa ke rumah sakit dan terus memanggil nama Bu Shinta. Bu Shinta, bolehkah Bu Shinta pulang sebentar demi pernikahan kalian dulu? Kumohon."Akan tetapi, Shinta tetap tidak ambil pusing.Semua penderitaan yang Raka alami adalah kesalahannya sendiri, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Shinta.Lagi pula, seberapa penting masalah yang Raka hadapi dibandingkan dengan kematian ana

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 21

    "Wah! Hebat, hebat!"Pak Aldi pun bertepuk tangan. "Pak Raka, katanya kamu benar-benar menyakiti perasaan selebriti top kita satu ini, ya! Memang sudah sepantasnya kamu ditampar olehnya!"Raka mengangguk. "A ... aku minta maaf, Nadine. Kuharap kamu bisa memaafkanku.""Kumaafkan kok! Akan langsung kumaafkan kalau kamu lompat dari atas gedung!"Nadine rela melompat dari atas gedung untuk Raka, jadi Nadine juga ingin Raka merasakan hal yang sama."Nadine ....""Diam! Sudah kubilang jangan panggil aku begitu!"Nadine kembali menampar Raka, lalu mengambil sebotol wiski di atas meja dan mencekokinya ke Raka. "Minum! Minum ini kalau kamu mau kerja sama!"Raka juga tidak balik melawan, dia hanya diam membiarkan anggur itu mengalir melewati kerongkongannya.Saat botol itu hampir habis, Nadine pun mendorong Raka.Nadine mendorong tubuh Raka yang sudah sempoyongan ke atas lantai, lalu berulang kali menendang pria itu dengan kejam."Nadine, apa kamu sudah puas marahnya? Kamu mau kerja sama?"Walau

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 20

    "Pak Raka sudah datang?"Pria yang duduk di sofa mengangkat alisnya sambil menatap Raka. Barulah pada saat itu Raka menyadari bahwa pria gemuk itu adalah Pak Aldi."Pak Aldi."Raka menyipitkan matanya menatap Nadine. Kenapa sekarang Nadine menjadi seperti ini? Kenapa dia membiarkan orang lain menyentuhnya dengan seenaknya?"Kamu terlambat datang. Sebagai hukumannya, kamu harus minum tiga gelas."Pak Aldi memerintahkan Raka untuk minum sambil menunjuk anggur di atas meja.Padahal, Raka tidak terlambat. Jelas-jelas dia tiba beberapa menit lebih awal."Kenapa malah bengong? Bukannya Pak Raka punya permintaan? Sudah begitu saja tetap nggak mau minum? Itu sih namanya nggak tulus."Seorang pria lain yang duduk di samping dan sambil memeluk seorang wanita pula menimpali.Raka ingat bahwa wanita ini adalah seorang selebriti yang debut di waktu yang bersamaan dengan Nadine. Sekarang, wanita itu juga sedang dibelai dalam pelukan seorang pria.Pemandangan di depannya ini sontak menyulut amarah Ra

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 19

    Raka bergegas terbang kembali ke Chalsa. Setelah pulang, asistennya segera mengatur jadwal berdiskusi dengan para penguasa properti itu."Bagaimana? Kapan Pak Aldi dan Pak Saka mau menemuiku?""Maaf, Pak Raka. Mereka bilang pokoknya mau mengakhiri kontrak kerja sama dan nggak mau bertemu Pak Raka.""Kenapa?"Raka benar-benar tidak mengerti. Selama ini hubungan kerja sama mereka baik-baik saja. Tidak seharusnya hal seperti ini terjadi.Kecuali terjadi sesuatu yang tidak dia ketahui."Lalu ...."Asisten itu ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Kepala bagian keuangan baru saja ditangkap karena ketahuan korupsi. Ada beberapa karyawan yang lompat dari gedung perusahaan, jadi kita sangat terdampak."Ekspresi Raka sontak berubah menjadi serius. "Aku mengerti.""Oh ya, Pak Raka, aku lupa memberi tahu Pak Raka kalau Nona Nadine sedang menunggu Pak Raka di ruangan.""Nadine?"Ekspresi Raka sontak menjadi agak tidak enak dilihat saat nama Nadine disebut."Aku nggak mau menemuinya, bilang padanya kala

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status