Share

Bab 6

Penulis: Aaliyah Zoya
"Kenapa nggak tidur di sana sebentar?" tanya Shinta.

Raka menjawab, "Itu kan bukan rumahku."

Raka melepas jaketnya, lalu menyerahkannya pada Shinta sambil berkata, "Lagi pula, aku sudah bilang, hari ini hari ulang tahunmu, aku harus menemanimu merayakannya."

Saat Shinta menerima jaket itu, aroma parfum yang kuat langsung menyerang indera penciumannya. Baunya sangat menusuk.

Tanpa berkata apa-apa, dia meletakkannya di atas sofa dan berusaha menjaga jarak dengan Raka.

"Oh ya, kamu bilang kapan jadwal pemeriksaan kehamilanmu?" tanya Raka.

Dia berjalan mendekat dan meletakkan tangan besarnya di perut Shinta.

"Sayang, apa kamu kangen papa? Kalau papa ikut mama ke pemeriksaan kehamilan kali ini, papa akan bisa melihatmu. Kamu berharap ketemu papa nggak?" ujar Raka.

Melihat ekspresi ceria Raka, hati Shinta terasa sangat dingin.

Anak? Anak yang sudah Raka bunuh dengan tangannya sendiri, bagaimana mungkin dia akan berharap bisa bertemu dengan Raka lagi?

"Senin depan, apa kamu ada waktu?" tanya Shinta.

"Ada, kali ini pasti ada," jawab Raka.

Dia kemudian berdiri dan memeluk Shinta dari belakang.

"Maafkan aku, Shinta. Aku akui belakangan ini aku memang mengabaikanmu, tapi sebenarnya itu karena kamu terlalu cemburuan. Aku dan Nadine nggak seperti yang kamu kira, kami hanya teman. Lagi pula, kemarin kamu marah di depan teman-temanku, itu juga nggak menghargaiku, 'kan?" ucap Raka.

Punggung Shinta menegang, dia memilih untuk tidak menjawab.

Raka sudah menikah selama tiga tahun, tetapi dia malah melamar Nadine di depan orang-orang. Apa itu bentuk penghargaan untuknya?

Raka merasa ada yang salah, jadi dia melanjutkan untuk menenangkan Shinta.

"Begini saja, hari ini ulang tahunmu. Bagaimana kalau aku akan ikut kamu kemana pun kamu mau?" tanya Raka.

Shinta tidak punya tempat spesial yang ingin dikunjungi. Namun, sebab dia tinggal di utara, dia belum pernah melihat laut.

Raka pernah berjanji akan membawanya ke Maldian untuk melihat laut.

Sudah bertahun-tahun, tetapi janji itu belum juga terwujud.

"Aku mau pergi ke Maldian, kamu pernah janji akan membawaku ke sana," ujar Shinta.

Raka mengerutkan kening dan berkata, "Itu terlalu jauh, perjalanannya akan memakan waktu lama. Bagaimana kalau kita pergi ke kota terdekat saja? Aku akan pesan hotel, Senin depan kita bisa langsung pulang."

"Aku cuma bercanda," ucap Shinta.

Shinta tersenyum. Dia hanya ingin menguji Raka dan ternyata, dia tetap tak rela melepaskan Nadine.

Untuk merayakan ulang tahun Shinta, Raka memesan sebuah restoran.

Shinta sebenarnya tidak ingin pergi, tetapi setelah berpikir bahwa ini mungkin kesempatan terakhir mereka makan bersama, dia pun menyetujuinya.

Sesampainya di restoran, Raka dengan perhatian mengeluarkan menu dan menyuruh Shinta untuk memilih hidangan.

"Mau makan apa? Pilih saja," kata Raka.

Raka berusaha terlihat perhatian. Namun, sebelum Shinta memutuskan, dia sudah mulai menyebutkan beberapa hidangan.

"Aku mau steik kambing, escargot, dan hati angsa. Oh iya, mau satu botol anggur merah juga," ucap Raka.

Shinta mengerutkan keningnya. Ketiga hidangan itu tidak ada yang dia suka.

Namun, dalam ingatannya, Raka juga tidak pernah makan daging kambing.

Sebelum Shinta sempat bertanya, sosok Nadine sudah muncul di hadapannya.

Dia menarik kursi dan duduk dengan cepat, lalu melepas masker wajahnya.

"Eh, Kak Shinta, selamat ulang tahun! Aku lagi syuting di dekat sini, tadi nggak sempat makan siang, Kak Raka takut aku kelaparan, makanya ngajak aku ikut ke sini. Kamu nggak keberatan, 'kan?" tanya Nadine.

Shinta hendak berkata sesuatu, tetapi sebelum dia sempat bicara, pelayan sudah membawa hidangan ke meja.

"Wah, semua makanan kesukaanku! Aku lapar banget, aku mulai makan, ya!" kata Nadine.

Dia langsung mengambil pisau dan garpu, kemudian menikmati makanan dengan gembira.

Raka memandangnya dengan penuh kasih sayang dan berkata, "Tentu saja, semua makanan ini buat kamu. Aku pesan semua yang kamu suka. Makan pelan-pelan ya."

"Terima kasih, Kak Raka. Kamu benar-benar baik padaku! Aku sayang sekali sama kamu!" ucap Nadine.

Nadine tersenyum lebar pada Raka, lalu tiba-tiba sadar kalau kata-katanya kurang tepat dan buru-buru menoleh pada Shinta dan berkata, "Maaf, Kak Shinta. Aku terbiasa bilang 'sayang' ke penggemarku, jadi sudah kebiasaan. Kamu nggak keberatan, 'kan?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 27

    Karena Shinta sudah melihat laut, jadi dia memutuskan sekarang saatnya pulang.Pagi-pagi sekali, dia pergi ke meja resepsionis untuk keluar dari penginapannya sambil barang-barangnya."Nona mau pergi sekarang?""Iya."Shinta tidak ingin lebih lama lagi di sini karena Raka sekarang juga ada di sini."Baiklah, proses keluarnya sudah selesai."Setelah memproses keluarnya Shinta dari penginapan, petugas resepsionis itu lalu menyerahkan sebuah dokumen kepada Shinta."Tadi pagi Pak Raka menitipkan ini di meja resepsionis sewaktu keluar dari kamarnya. Pak Raka meminta kami untuk memberikan dokumen ini kepada Nona saat Nona keluar."Shinta menatap dokumen itu dengan tangan yang agak gemetar."Di mana dia?""Pak Raka bilang dia tahu Nona nggak mau bertemu dengannya, jadi Pak Raka sudah pulang dengan penerbangan yang paling awal.""Terima kasih."Shinta pun minggir ke samping, lalu membuka dokumen itu.Dia sontak tertegun saat melihat surat cerai itu.Shinta segera membalik halaman ke yang palin

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 26

    Amarah Raka sontak tersulut."Aku ini lagi bicara dengan istriku. Kamu siapa, hah?""Istri? Shinta bilang kalian lagi proses bercerai, itu berarti kalian bukan lagi pasangan suami istri. Jadi, aku berhak berbicara mewakilinya.""Shinta, kamu bahkan memberitahunya kalau kita akan cerai? Siapa dia?"Raka pun menatap Shinta dengan mata yang menyalang marah. "Kamu bilang mau melihat laut sendirian karena kecewa padaku, tapi apa itu bukan karena kamu sudah punya pria lain? Apa dia ini kekasihmu?"Shinta langsung menghadiahi Raka dengan sebuah tamparan."Raka! Aku bukan orang yang nggak tahu malu sepertimu!"Raka sontak tersadar.Dia berkata seperti itu semata-mata karena terbawa emosi.Dia tahu bahwa Shinta tidak mungkin melakukan hal semacam itu, tetapi tetap saja dia merasa marah."Aku benar-benar kecewa padamu! Kalau kamu ke sini hanya untuk memfitnahku, aku benar-benar kagum denganmu, Raka! Aku benar-benar sudah buta jatuh cinta selama sekian tahun itu dengan orang yang sangat nggak tah

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 25

    Jason pun tersenyum pasrah saat melihat ekspresi gembira Shinta yang memegang kembang api.Itu pertama kalinya dia melihat ada seorang wanita yang tampak begitu bahagia hanya karena kembang api.Di saat Jason akan ikut bersenang-senang dengan Shinta, tiba-tiba ponselnya berdering."Halo? Ibu?""Jason, kamu ke mana saja sih? Ibu sudah carikan kamu pasangan kencan buta, harusnya kamu kasih tahu Ibu kalau memang nggak mau datang! Gadis itu sudah beberapa jam menunggumu di restoran, tapi kamu sama sekali nggak muncul!"Begitu Jason mengangkat panggilan itu, ibunya langsung mengomel dengan marah.Jason pun mengernyit. "Ibu, sudah kubilang aku nggak suka dengan semua gadis itu. Mereka hanya mau kencan buta denganku karena keluarga kita kaya. Aku nggak mau!""Terus, kamu maunya bagaimana? Kamu ini sudah berusia 30-an, tapi belum juga menikah! Kalau terus begini, kapan Ibu bisa dapat cucu?""Bagaimana kalau kucari saja janda dengan dua orang anak, lalu kubawa pulang dan kunikahi?"Jason memuta

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 24

    Tetes-tetesan air yang tersebar merata di setiap jengkal tubuh pria itu tampak berkilauan di bawah sinar matahari.Shinta mengerjap-ngerjapkan matanya. Saat menatap wajah pria itu, barulah dia menyadari itu adalah orang yang tempo hari memberikannya kartu SIM nomor.Belum sempat Shinta menyapa, beberapa wanita cantik berambut pirang telah berjalan mendekati Jason."Hai, Tampan. Sendirian? Bagaimana kalau kita minum bersama?""Iya, kami juga kebetulan mau berenang. Mau ikut?"Jason berjalan keluar dari kolam renang dan mengenakan jubah mandi dengan santai. Tubuhnya yang memikat itu seketika tertutup."Maaf, aku nggak sendirian."Setelah berkata seperti itu, Jason pun berjalan menghampiri Shinta."Pacarku ada di sini.""Oh, ternyata sudah punya pacar."Beberapa wanita itu berjalan pergi dengan kecewa.Shinta sontak tertegun, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Maksudmu itu aku?""Nggak apa-apa, 'kan? Aku hanya ingin menjadikanmu tameng.""Nggak kok."Shinta hanya balas tersenyum dengan kikuk

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 23

    "Pak Raka, saat ini urusan yang terpenting adalah perusahaan. Lebih baik Pak Raka pikirkan dulu apa yang harus dilakukan.""Aku mau pulang."Raka pun bangkit berdiri sambil bertumpu di meja. Dia meminta asistennya untuk membawanya pulang ke rumah lama.Ayahnya meninggal cepat, jadi ibunya-lah yang bertanggung jawab atas sebagian besar urusan rumah tangga.Ibunya Raka, Maya Buana, terlihat sangat tidak senang melihat putranya kembali ke rumah lama dalam keadaan mabuk."Kenapa ini? Kok kamu pulang ke sini setelah mabuk-mabukan? Mana istrimu? Kenapa dia nggak ikut?"Maya sedang mengemasi banyak sekali suplemen yang dia belikan untuk Shinta, dia berencana mengirimkan semua itu kepada Shinta besok.Maya memang tidak pernah menyukai Shinta, tetapi dia mulai memperhatikan Shinta semenjak menantunya itu hamil."Ibu, ada yang perlu kuberitahukan pada Ibu.""Kenapa?""Anak Shinta nggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Maya sambil mengernyit. "Anak itu adalah harta Keluarga Winata! Kalau sampai kenapa

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 22

    "Kenapa?"Nada bicara Shinta pun melunak, walaupun tetap sangat dingin."Kondisi Pak Raka lagi buruk sekali saat ini. Apa Bu Shinta bisa pulang?""Apa hubungannya juga dia baik-baik saja atau nggak denganku? Kami lagi dalam proses bercerai, jadi mulai sekarang nggak usah memberitahuku dia kenapa.""Anggap saja ini permohonanku," pinta asisten itu. "Pak Raka benar-benar menyesal. Perusahaan juga lagi dirundung banyak masalah dan terancam bangkrut. Pak Raka datang untuk minta tolong, tapi malah dipaksa menenggak dua botol wiski dan kepalanya juga kena pukul. Sekarang, dahinya terus berdarah, tapi dia menolak dibawa ke rumah sakit dan terus memanggil nama Bu Shinta. Bu Shinta, bolehkah Bu Shinta pulang sebentar demi pernikahan kalian dulu? Kumohon."Akan tetapi, Shinta tetap tidak ambil pusing.Semua penderitaan yang Raka alami adalah kesalahannya sendiri, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Shinta.Lagi pula, seberapa penting masalah yang Raka hadapi dibandingkan dengan kematian ana

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 21

    "Wah! Hebat, hebat!"Pak Aldi pun bertepuk tangan. "Pak Raka, katanya kamu benar-benar menyakiti perasaan selebriti top kita satu ini, ya! Memang sudah sepantasnya kamu ditampar olehnya!"Raka mengangguk. "A ... aku minta maaf, Nadine. Kuharap kamu bisa memaafkanku.""Kumaafkan kok! Akan langsung kumaafkan kalau kamu lompat dari atas gedung!"Nadine rela melompat dari atas gedung untuk Raka, jadi Nadine juga ingin Raka merasakan hal yang sama."Nadine ....""Diam! Sudah kubilang jangan panggil aku begitu!"Nadine kembali menampar Raka, lalu mengambil sebotol wiski di atas meja dan mencekokinya ke Raka. "Minum! Minum ini kalau kamu mau kerja sama!"Raka juga tidak balik melawan, dia hanya diam membiarkan anggur itu mengalir melewati kerongkongannya.Saat botol itu hampir habis, Nadine pun mendorong Raka.Nadine mendorong tubuh Raka yang sudah sempoyongan ke atas lantai, lalu berulang kali menendang pria itu dengan kejam."Nadine, apa kamu sudah puas marahnya? Kamu mau kerja sama?"Walau

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 20

    "Pak Raka sudah datang?"Pria yang duduk di sofa mengangkat alisnya sambil menatap Raka. Barulah pada saat itu Raka menyadari bahwa pria gemuk itu adalah Pak Aldi."Pak Aldi."Raka menyipitkan matanya menatap Nadine. Kenapa sekarang Nadine menjadi seperti ini? Kenapa dia membiarkan orang lain menyentuhnya dengan seenaknya?"Kamu terlambat datang. Sebagai hukumannya, kamu harus minum tiga gelas."Pak Aldi memerintahkan Raka untuk minum sambil menunjuk anggur di atas meja.Padahal, Raka tidak terlambat. Jelas-jelas dia tiba beberapa menit lebih awal."Kenapa malah bengong? Bukannya Pak Raka punya permintaan? Sudah begitu saja tetap nggak mau minum? Itu sih namanya nggak tulus."Seorang pria lain yang duduk di samping dan sambil memeluk seorang wanita pula menimpali.Raka ingat bahwa wanita ini adalah seorang selebriti yang debut di waktu yang bersamaan dengan Nadine. Sekarang, wanita itu juga sedang dibelai dalam pelukan seorang pria.Pemandangan di depannya ini sontak menyulut amarah Ra

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 19

    Raka bergegas terbang kembali ke Chalsa. Setelah pulang, asistennya segera mengatur jadwal berdiskusi dengan para penguasa properti itu."Bagaimana? Kapan Pak Aldi dan Pak Saka mau menemuiku?""Maaf, Pak Raka. Mereka bilang pokoknya mau mengakhiri kontrak kerja sama dan nggak mau bertemu Pak Raka.""Kenapa?"Raka benar-benar tidak mengerti. Selama ini hubungan kerja sama mereka baik-baik saja. Tidak seharusnya hal seperti ini terjadi.Kecuali terjadi sesuatu yang tidak dia ketahui."Lalu ...."Asisten itu ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Kepala bagian keuangan baru saja ditangkap karena ketahuan korupsi. Ada beberapa karyawan yang lompat dari gedung perusahaan, jadi kita sangat terdampak."Ekspresi Raka sontak berubah menjadi serius. "Aku mengerti.""Oh ya, Pak Raka, aku lupa memberi tahu Pak Raka kalau Nona Nadine sedang menunggu Pak Raka di ruangan.""Nadine?"Ekspresi Raka sontak menjadi agak tidak enak dilihat saat nama Nadine disebut."Aku nggak mau menemuinya, bilang padanya kala

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status