Share

Bab 5

Penulis: Aaliyah Zoya
Raka memiliki banyak properti, tetapi hanya satu yang tercatat atas nama Shinta.

Rumah itu terletak di kompleks sebelah, itu adalah hadiah yang diberikan oleh keluarga Raka setelah mereka mengetahui bahwa Shinta hamil.

Kini, Shinta akan bercerai dengan Raka. Dia ingin mencari ketenangan selama beberapa hari.

Entah itu Nadine atau Raka, dia tidak ingin melihat wajah mereka.

Oleh karena itu, Shinta mengusulkan, "Kita ada rumah di kompleks sebelah, 'kan? Bagaimana kalau Nona Nadine tinggal di sana saja. Itu akan lebih praktis."

"Itu rumahmu," ucap Raka.

Raka mengerutkan kening, dia berpikir mengapa Shinta bisa begitu dermawan.

"Kalau Nona Nadine butuh, biarkan dia tinggal di sana saja," ucap Shinta.

Shinta melangkah dan hendak naik ke lantai atas.

Raka bertanya, "Nggak mau minum bubur?"

"Nggak," jawab Shinta.

Shinta benci makanan laut, terutama bubur makanan laut.

Ketika Shinta turun lagi, ruang tamu sudah kosong, hanya tersisa pelayan yang sedang membereskan meja makan.

"Bu, Pak Raka dan Nona Nadine pergi ke kompleks sebelah," ucap pelayan.

"Ya," jawab Shinta.

Pelayan berkata demikian, tetapi Shinta tidak menunjukkan reaksi apa-apa.

Tak lama kemudian, telepon Raka masuk.

"Aku nggak akan pulang malam ini. Nadine takut gelap, jadi aku akan menemani dia di sini," ucap Raka.

"Baik," jawab Shinta.

Raka terkejut mendengar jawabannya yang begitu tenang, nada bicaranya berubah menjadi ada rasa bersalah.

"Maaf, Shinta. Nadine masih kecil, dia sering bertingkah seperti anak kecil. Dia takut gelap dan takut hantu, aku nggak bisa meninggalkannya sendirian. Besok ulang tahunmu, aku akan pulang untuk menemanimu, ya?" ucap Raka.

Shinta hanya menjawab, "Ya,"

Shinta tidak banyak berkata-kata, dia hanya menjawab singkat dan mengakhiri telepon.

Dia memandangi sekeliling rumah itu.

Di dinding, terdapat banyak gambar anak-anak. Itu adalah foto anak-anak yang ditempel oleh ibu Raka supaya Shinta cepat hamil.

Dia juga membawa banyak obat tradisional untuk Shinta. Shinta bukan tipe yang mudah hamil, dia akhirnya berhasil hamil setelah meminum obat tersebut dalam waktu lama.

Sekarang anak itu sudah tidak ada, dia juga akan bercerai dengan Raka. Semua gambar di dinding itu kini tidak lagi diperlukan.

Shinta bangkit, lalu memanjat untuk merobek gambar-gambar di dinding satu per satu.

Pelayan terkejut dan segera berkata, "Bu, kenapa kamu memanjat setinggi itu? Hati-hati dengan bayi di perutmu."

"Nggak apa-apa," ucap Shinta.

Shinta merobek semua gambar itu dan memasukkannya ke dalam kantong sampah, kemudian memerintahkan pelayan untuk membuangnya.

Setelah itu, dia menelepon seorang pengacara dan mengatur jadwal untuk bertemu besok hari.

Pengacara itu menyiapkan kontrak sesuai dengan permintaannya.

"Nona Shinta, apa kamu yakin kamu nggak mau apa-apa?" tanya Tori, si pengacara.

"Ya, aku nggak mau apa-apa," jawab Shinta.

Shinta tidak ingin berurusan dengan Raka lagi. Dia tidak butuh semua rumah, mobil dan harta itu.

Shinta bukan tidak punya uang, dia hanya tidak butuh uang Raka.

"Baiklah. Kalau begitu, silakan kamu periksa terlebih dahulu. Kalau nggak ada masalah, aku akan cetak sekarang," ucap Tori.

"Terima kasih. Setelah dicetak, tolong beri tahu untuk tanda tangan di kantor, ya. Oh ya, tolong jangan beri tahu Raka tentang perceraian ini dulu," kata Shinta.

"Baik, Bu Shinta. Aku pamit dulu," kata Tori.

Pengacara itu ingin bertanya sesuatu, tetapi akhirnya memilih untuk tidak bertanya.

Saat dia keluar, Raka baru saja kembali.

Pengacara itu sering menangani urusan perusahaan mereka, jadi Raka agak bingung saat melihatnya di rumah.

"Pak Tori, kenapa kamu datang ke rumahku?" tanya Raka.

"Oh, Bu Shinta yang memintaku datang ke sini," jawab Tori.

Setelah menjawab, dia buru-buru pergi dari sini.

Tori bertanya pada Shinta, "Kenapa kamu memanggil pengacara?"

"Nggak apa-apa," jawab Shinta.

Shinta meliriknya sekilas, matanya tampak lelah dan ada kantung hitam di bawah mata.

Tampak jelas bahwa Raka tidak tidur semalaman.

Shinta bertanya, "Semalam nggak tidur, ya?"

"Oh, itu karena Nadine memaksaku menemaninya nonton film horor. Dia itu penakut, nggak berani nonton tapi tetap mau nonton," jawab Raka.

Raka berkata sambil tertawa, "Akhirnya kami nonton seharian, capek sekali."

Mungkin Raka sendiri pun tidak sadar betapa senangnya dia saat menyebut nama Nadine.

Senyum itu sudah lama tidak Shinta lihat.

Terakhir kali Shinta melihatnya, mungkin saat Raka pertama kali tahu bahwa dia hamil.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 27

    Karena Shinta sudah melihat laut, jadi dia memutuskan sekarang saatnya pulang.Pagi-pagi sekali, dia pergi ke meja resepsionis untuk keluar dari penginapannya sambil barang-barangnya."Nona mau pergi sekarang?""Iya."Shinta tidak ingin lebih lama lagi di sini karena Raka sekarang juga ada di sini."Baiklah, proses keluarnya sudah selesai."Setelah memproses keluarnya Shinta dari penginapan, petugas resepsionis itu lalu menyerahkan sebuah dokumen kepada Shinta."Tadi pagi Pak Raka menitipkan ini di meja resepsionis sewaktu keluar dari kamarnya. Pak Raka meminta kami untuk memberikan dokumen ini kepada Nona saat Nona keluar."Shinta menatap dokumen itu dengan tangan yang agak gemetar."Di mana dia?""Pak Raka bilang dia tahu Nona nggak mau bertemu dengannya, jadi Pak Raka sudah pulang dengan penerbangan yang paling awal.""Terima kasih."Shinta pun minggir ke samping, lalu membuka dokumen itu.Dia sontak tertegun saat melihat surat cerai itu.Shinta segera membalik halaman ke yang palin

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 26

    Amarah Raka sontak tersulut."Aku ini lagi bicara dengan istriku. Kamu siapa, hah?""Istri? Shinta bilang kalian lagi proses bercerai, itu berarti kalian bukan lagi pasangan suami istri. Jadi, aku berhak berbicara mewakilinya.""Shinta, kamu bahkan memberitahunya kalau kita akan cerai? Siapa dia?"Raka pun menatap Shinta dengan mata yang menyalang marah. "Kamu bilang mau melihat laut sendirian karena kecewa padaku, tapi apa itu bukan karena kamu sudah punya pria lain? Apa dia ini kekasihmu?"Shinta langsung menghadiahi Raka dengan sebuah tamparan."Raka! Aku bukan orang yang nggak tahu malu sepertimu!"Raka sontak tersadar.Dia berkata seperti itu semata-mata karena terbawa emosi.Dia tahu bahwa Shinta tidak mungkin melakukan hal semacam itu, tetapi tetap saja dia merasa marah."Aku benar-benar kecewa padamu! Kalau kamu ke sini hanya untuk memfitnahku, aku benar-benar kagum denganmu, Raka! Aku benar-benar sudah buta jatuh cinta selama sekian tahun itu dengan orang yang sangat nggak tah

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 25

    Jason pun tersenyum pasrah saat melihat ekspresi gembira Shinta yang memegang kembang api.Itu pertama kalinya dia melihat ada seorang wanita yang tampak begitu bahagia hanya karena kembang api.Di saat Jason akan ikut bersenang-senang dengan Shinta, tiba-tiba ponselnya berdering."Halo? Ibu?""Jason, kamu ke mana saja sih? Ibu sudah carikan kamu pasangan kencan buta, harusnya kamu kasih tahu Ibu kalau memang nggak mau datang! Gadis itu sudah beberapa jam menunggumu di restoran, tapi kamu sama sekali nggak muncul!"Begitu Jason mengangkat panggilan itu, ibunya langsung mengomel dengan marah.Jason pun mengernyit. "Ibu, sudah kubilang aku nggak suka dengan semua gadis itu. Mereka hanya mau kencan buta denganku karena keluarga kita kaya. Aku nggak mau!""Terus, kamu maunya bagaimana? Kamu ini sudah berusia 30-an, tapi belum juga menikah! Kalau terus begini, kapan Ibu bisa dapat cucu?""Bagaimana kalau kucari saja janda dengan dua orang anak, lalu kubawa pulang dan kunikahi?"Jason memuta

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 24

    Tetes-tetesan air yang tersebar merata di setiap jengkal tubuh pria itu tampak berkilauan di bawah sinar matahari.Shinta mengerjap-ngerjapkan matanya. Saat menatap wajah pria itu, barulah dia menyadari itu adalah orang yang tempo hari memberikannya kartu SIM nomor.Belum sempat Shinta menyapa, beberapa wanita cantik berambut pirang telah berjalan mendekati Jason."Hai, Tampan. Sendirian? Bagaimana kalau kita minum bersama?""Iya, kami juga kebetulan mau berenang. Mau ikut?"Jason berjalan keluar dari kolam renang dan mengenakan jubah mandi dengan santai. Tubuhnya yang memikat itu seketika tertutup."Maaf, aku nggak sendirian."Setelah berkata seperti itu, Jason pun berjalan menghampiri Shinta."Pacarku ada di sini.""Oh, ternyata sudah punya pacar."Beberapa wanita itu berjalan pergi dengan kecewa.Shinta sontak tertegun, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Maksudmu itu aku?""Nggak apa-apa, 'kan? Aku hanya ingin menjadikanmu tameng.""Nggak kok."Shinta hanya balas tersenyum dengan kikuk

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 23

    "Pak Raka, saat ini urusan yang terpenting adalah perusahaan. Lebih baik Pak Raka pikirkan dulu apa yang harus dilakukan.""Aku mau pulang."Raka pun bangkit berdiri sambil bertumpu di meja. Dia meminta asistennya untuk membawanya pulang ke rumah lama.Ayahnya meninggal cepat, jadi ibunya-lah yang bertanggung jawab atas sebagian besar urusan rumah tangga.Ibunya Raka, Maya Buana, terlihat sangat tidak senang melihat putranya kembali ke rumah lama dalam keadaan mabuk."Kenapa ini? Kok kamu pulang ke sini setelah mabuk-mabukan? Mana istrimu? Kenapa dia nggak ikut?"Maya sedang mengemasi banyak sekali suplemen yang dia belikan untuk Shinta, dia berencana mengirimkan semua itu kepada Shinta besok.Maya memang tidak pernah menyukai Shinta, tetapi dia mulai memperhatikan Shinta semenjak menantunya itu hamil."Ibu, ada yang perlu kuberitahukan pada Ibu.""Kenapa?""Anak Shinta nggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Maya sambil mengernyit. "Anak itu adalah harta Keluarga Winata! Kalau sampai kenapa

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 22

    "Kenapa?"Nada bicara Shinta pun melunak, walaupun tetap sangat dingin."Kondisi Pak Raka lagi buruk sekali saat ini. Apa Bu Shinta bisa pulang?""Apa hubungannya juga dia baik-baik saja atau nggak denganku? Kami lagi dalam proses bercerai, jadi mulai sekarang nggak usah memberitahuku dia kenapa.""Anggap saja ini permohonanku," pinta asisten itu. "Pak Raka benar-benar menyesal. Perusahaan juga lagi dirundung banyak masalah dan terancam bangkrut. Pak Raka datang untuk minta tolong, tapi malah dipaksa menenggak dua botol wiski dan kepalanya juga kena pukul. Sekarang, dahinya terus berdarah, tapi dia menolak dibawa ke rumah sakit dan terus memanggil nama Bu Shinta. Bu Shinta, bolehkah Bu Shinta pulang sebentar demi pernikahan kalian dulu? Kumohon."Akan tetapi, Shinta tetap tidak ambil pusing.Semua penderitaan yang Raka alami adalah kesalahannya sendiri, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Shinta.Lagi pula, seberapa penting masalah yang Raka hadapi dibandingkan dengan kematian ana

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 21

    "Wah! Hebat, hebat!"Pak Aldi pun bertepuk tangan. "Pak Raka, katanya kamu benar-benar menyakiti perasaan selebriti top kita satu ini, ya! Memang sudah sepantasnya kamu ditampar olehnya!"Raka mengangguk. "A ... aku minta maaf, Nadine. Kuharap kamu bisa memaafkanku.""Kumaafkan kok! Akan langsung kumaafkan kalau kamu lompat dari atas gedung!"Nadine rela melompat dari atas gedung untuk Raka, jadi Nadine juga ingin Raka merasakan hal yang sama."Nadine ....""Diam! Sudah kubilang jangan panggil aku begitu!"Nadine kembali menampar Raka, lalu mengambil sebotol wiski di atas meja dan mencekokinya ke Raka. "Minum! Minum ini kalau kamu mau kerja sama!"Raka juga tidak balik melawan, dia hanya diam membiarkan anggur itu mengalir melewati kerongkongannya.Saat botol itu hampir habis, Nadine pun mendorong Raka.Nadine mendorong tubuh Raka yang sudah sempoyongan ke atas lantai, lalu berulang kali menendang pria itu dengan kejam."Nadine, apa kamu sudah puas marahnya? Kamu mau kerja sama?"Walau

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 20

    "Pak Raka sudah datang?"Pria yang duduk di sofa mengangkat alisnya sambil menatap Raka. Barulah pada saat itu Raka menyadari bahwa pria gemuk itu adalah Pak Aldi."Pak Aldi."Raka menyipitkan matanya menatap Nadine. Kenapa sekarang Nadine menjadi seperti ini? Kenapa dia membiarkan orang lain menyentuhnya dengan seenaknya?"Kamu terlambat datang. Sebagai hukumannya, kamu harus minum tiga gelas."Pak Aldi memerintahkan Raka untuk minum sambil menunjuk anggur di atas meja.Padahal, Raka tidak terlambat. Jelas-jelas dia tiba beberapa menit lebih awal."Kenapa malah bengong? Bukannya Pak Raka punya permintaan? Sudah begitu saja tetap nggak mau minum? Itu sih namanya nggak tulus."Seorang pria lain yang duduk di samping dan sambil memeluk seorang wanita pula menimpali.Raka ingat bahwa wanita ini adalah seorang selebriti yang debut di waktu yang bersamaan dengan Nadine. Sekarang, wanita itu juga sedang dibelai dalam pelukan seorang pria.Pemandangan di depannya ini sontak menyulut amarah Ra

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 19

    Raka bergegas terbang kembali ke Chalsa. Setelah pulang, asistennya segera mengatur jadwal berdiskusi dengan para penguasa properti itu."Bagaimana? Kapan Pak Aldi dan Pak Saka mau menemuiku?""Maaf, Pak Raka. Mereka bilang pokoknya mau mengakhiri kontrak kerja sama dan nggak mau bertemu Pak Raka.""Kenapa?"Raka benar-benar tidak mengerti. Selama ini hubungan kerja sama mereka baik-baik saja. Tidak seharusnya hal seperti ini terjadi.Kecuali terjadi sesuatu yang tidak dia ketahui."Lalu ...."Asisten itu ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Kepala bagian keuangan baru saja ditangkap karena ketahuan korupsi. Ada beberapa karyawan yang lompat dari gedung perusahaan, jadi kita sangat terdampak."Ekspresi Raka sontak berubah menjadi serius. "Aku mengerti.""Oh ya, Pak Raka, aku lupa memberi tahu Pak Raka kalau Nona Nadine sedang menunggu Pak Raka di ruangan.""Nadine?"Ekspresi Raka sontak menjadi agak tidak enak dilihat saat nama Nadine disebut."Aku nggak mau menemuinya, bilang padanya kala

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status