Home / Fantasi / Lintas Takdir dan Kutukan / keputusan yang berat

Share

keputusan yang berat

Author: masfaqih625
last update Last Updated: 2024-11-16 11:08:32

Sejak malam pertemuannya dengan pria berjubah hitam di Hutan Kelam, hidup Ananta berubah. Kekuatan dalam dirinya terasa semakin kuat, namun bersamaan dengan itu, ia mulai merasa ada sesuatu yang janggal. Sesuatu yang gelap dan tidak bisa ia kendalikan.

Setiap kali ia menutup mata, bayangan dari Hutan Kelam muncul dalam pikirannya—kabut hitam, suara bisikan misterius, dan senyum samar pria berjubah hitam. Ananta merasakan bahwa kekuatan yang ia dapatkan tidak sekadar kemampuan fisik atau kendali atas makhluk hidup, melainkan sesuatu yang jauh lebih dalam, lebih jahat.

Suatu malam, saat ia sedang duduk di balkon kamarnya, memandangi bintang-bintang di langit, ia merasakan kehadiran sosok itu lagi—pria berjubah hitam. Kali ini, suara pria itu terdengar di dalam kepalanya, seolah-olah menguasai pikirannya.

“Ananta… kau masih ragu?”

Ananta terdiam, mencoba mengabaikan suara itu, tetapi suara tersebut semakin kuat, mengisi seluruh benaknya.

“Jangan takut pada kekuatanmu. Dunia ini milikmu untuk ditaklukkan. Mereka semua hanya akan tunduk padamu jika kau menunjukkan siapa dirimu sebenarnya,” suara itu menggodanya, seakan memicu sisi dalam dirinya yang haus akan kekuasaan.

Ananta menggigit bibirnya, mencoba melawan suara itu, tetapi ia merasakan sesuatu yang menariknya ke dalam, seperti lubang hitam yang terus menghisapnya. Tiba-tiba, ia merasa tubuhnya bergerak tanpa kendali, tangannya mengepal kuat, dan di saat yang sama, matanya berubah menjadi merah menyala, persis seperti bara api. Bayangan hitam muncul di sekelilingnya, seolah-olah momen itu membuat kekuatan dalam dirinya terlepas sedikit demi sedikit.

Kekuatannya menjadi sulit dikendalikan, dan Ananta mulai mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.

“Pangeran Ananta, apakah Anda baik-baik saja?” suara pelayan terdengar cemas.

Ananta terdiam, menyadari bahwa tubuhnya mulai dikendalikan oleh kekuatan gelap itu. Ia menggenggam kursi kayu di sampingnya begitu kuat hingga kayu itu retak. Perasaan gelisah dan amarah bercampur, seolah-olah sesuatu dalam dirinya menginginkan kehancuran.

“Apa yang aku lakukan…” gumam Ananta, suaranya bergetar.

Namun, suara dalam kepalanya malah tertawa pelan. “Jangan takut, Ananta. Ini adalah takdirmu. Ini adalah kekuatanmu. Jangan biarkan mereka merendahkanmu. Kau adalah pewaris bayangan…”

Mendengar bisikan itu, amarah dalam diri Ananta semakin membara. Ia merasa terisolasi dan diperlakukan tidak adil sepanjang hidupnya. Semua pandangan takut, semua ejekan, dan rasa tidak diterima itu membuat hatinya semakin pahit.

---

Bayangan Kelam yang Tersembunyi

Hari-hari berikutnya, Ananta mencoba menjalani hidup seperti biasa, tetapi ada yang berubah. Ia menjadi lebih mudah marah, lebih sensitif, dan setiap kali ia merasa tersinggung, kekuatan gelap dalam dirinya muncul, menguasainya. Ia menyadari bahwa kekuatannya datang bersama sisi kelam yang membuatnya haus akan kekuasaan, haus untuk menunjukkan bahwa dirinya lebih kuat dari siapa pun.

Namun, di tengah pergulatan batinnya, Ananta masih memiliki hati yang lembut di balik semua kekuatan itu. Ia merindukan kedamaian dan penerimaan yang sejati. Di balik amarah dan kekuatannya, ada perasaan sepi yang menghantuinya.

Di suatu pagi, saat ia berjalan di taman istana, Ananta berpapasan dengan Randu, panglima muda kerajaan yang terkenal akan keberaniannya dan keadilannya. Randu menatap Ananta dengan senyum ramah, seperti biasanya, dan menundukkan kepala dengan hormat.

“Selamat pagi, Pangeran Ananta. Sudah lama kita tidak berbicara,” kata Randu dengan nada bersahabat.

Ananta menatap Randu dengan tajam, masih dengan bayangan gelap dalam benaknya. Namun, melihat Randu yang penuh hormat dan ramah, sedikit kehangatan muncul di hatinya. Randu adalah satu-satunya orang di istana yang tidak takut padanya dan memperlakukannya dengan hormat yang tulus.

“Apa kau tidak takut padaku, Randu?” tanya Ananta, suaranya lirih namun terdengar penuh makna.

Randu tertawa pelan, lalu menjawab, “Mengapa aku harus takut pada putra mahkota? Anda adalah pewaris tahta Kalingganagara. Justru, saya bangga bisa melayani pangeran yang kuat seperti Anda.”

Ananta terdiam. Kata-kata Randu mengingatkannya bahwa ada orang-orang yang masih percaya padanya, dan bahwa ia bukan sekadar makhluk terkutuk seperti yang dikatakan orang-orang di sekelilingnya.

Namun, sejenak kemudian, suara bisikan itu muncul lagi di kepalanya. “Ia hanya berpura-pura. Mereka semua takut padamu, Ananta. Randu tidak berbeda. Ia akan meninggalkanmu seperti yang lain, begitu tahu siapa dirimu sebenarnya.”

Ananta memejamkan mata, mencoba melawan bisikan itu, tetapi suara tersebut semakin kuat.

---

Ketegangan Meningkat

Pada suatu malam, ketika seluruh istana sudah sunyi, Ananta memutuskan untuk kembali ke Hutan Kelam, tempat di mana ia pertama kali bertemu dengan pria berjubah hitam. Ia merasa harus mencari jawaban atas kekuatan yang menguasainya dan cara untuk menenangkan batinnya.

Sesampainya di tengah hutan, pria berjubah hitam itu kembali muncul, seolah-olah ia memang sudah menunggu kehadiran Ananta.

“Kenapa kau kembali, Ananta? Apa yang kau cari?” pria itu bertanya dengan nada dingin.

“Aku ingin tahu… kenapa aku tidak bisa mengendalikan kekuatanku? Kenapa setiap kali aku marah atau merasa takut, kekuatan ini malah semakin kuat?” Ananta bertanya, suaranya penuh emosi.

Pria berjubah itu tertawa kecil. “Kekuatan seperti ini membutuhkan pengorbanan, Ananta. Kau tak bisa menggunakannya begitu saja. Kau harus menyerahkan dirimu sepenuhnya pada kegelapan.”

Ananta tertegun, merasa gentar mendengar jawaban itu. “Apa maksudmu… menyerahkan diri pada kegelapan?”

“Kegelapan adalah sumber kekuatanmu. Semakin kau tenggelam dalam bayangan, semakin besar kekuatanmu. Dan untuk itu, kau harus meninggalkan semua perasaan lemah seperti keraguan, cinta, dan keinginan untuk diterima.”

Ananta terdiam, jiwanya bergolak. Dalam dirinya, ia tahu bahwa menerima nasihat pria itu berarti menyerahkan dirinya sepenuhnya pada kekuatan yang tidak ia pahami. Namun, pada saat yang sama, ia merasa lelah terus menerus terperangkap antara rasa takut dan kemarahan.

“Baiklah,” gumam Ananta pelan, suaranya bergetar.

Pria berjubah itu mengangkat tangannya, dan kegelapan kembali menyelimuti Ananta, seolah-olah kekuatan tersebut benar-benar menguasai tubuh dan jiwanya. Dalam kegelapan itu, Ananta merasa tubuhnya menjadi ringan, dan di saat yang sama, ia merasakan kekuatan luar biasa mengalir deras di setiap nadinya.

Namun tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki mendekat di hutan. Seseorang sedang mencari dirinya.

“Ananta! Ananta!” Suara itu terdengar akrab—itu adalah Randu.

Ananta terkejut, dan kekuatan dalam dirinya tiba-tiba bergejolak. Apakah Randu tahu tentang kekuatannya? Apakah Randu akan melihat sisi gelapnya?

Pria berjubah hitam itu tersenyum licik. “Ini kesempatanmu, Ananta. Tunjukkan padanya kekuatanmu. Buat ia tunduk padamu.”

Ananta terdiam, bingung antara dorongan untuk menunjukkan kekuatannya atau bersembunyi. Kekuatan dalam dirinya mendesak keluar, dan ia tahu bahwa sekali saja ia mengendalikannya, tidak ada jalan kembali.

Di akhir malam yang gelap itu, Ananta harus membuat pilihan yang akan menentukan segalanya—apakah ia akan menunjukkan kegelapan dalam dirinya, atau menahannya sekali lagi.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 71 : Raksasa Hitam

    Bab 71 : Raksasa HitamMakhluk besar itu berdiri tegak, menghalangi jalan Ananta dan Arya. Bayangan tubuhnya yang masif menelan cahaya yang sedikit tersisa di hutan. Tubuhnya menutupi pelat-pelat hitam mengilap, dan setiap langkahnya membuat tanah bergetar. Dari mulut yang dipenuhi taring tajam, terdengar geraman rendah yang menggema di sekitar.“Ini lebih besar dari yang lain,” bisik Arya, matanya terus memperhatikan gerakan makhluk itu.Ananta mengangguk, mengangkat pedangnya. "Pelat hitam itu sepertinya perlindungan. Kita harus mencari celah di antara pelat-pelat itu."Makhluk itu melangkah maju, setiap langkahnya membuat dedaunan jatuh dari pepohonan. Dengan gerakan yang tak terduga, ia melingkarkan cakarnya yang besar ke arah mereka. Arya melompat ke samping, sementara Ananta melebar ke arah yang berlawanan, nyaris menghindari serangan itu.Pertempuran yang Melelahkan"Serang dari sisi tempatnya!" seru Ananta sam

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 70 : Jejak Bayangan

    Langit di atas lembah perlahan kembali cerah, namun atmosfernya tetap menyimpan ketegangan yang tak terucapkan. Sisa-sisa energi gelap masih terasa di udara, membuat setiap tarikan napas terasa berat. Ananta memandang ke arah Arya yang sedang memeriksa keadaan pedangnya. Cahaya di pedang mereka kini memudar, meninggalkan perasaan kelelahan yang ada di tubuh mereka.“Dia kabur lagi,” ujar Arya dengan nada kecewa, suaranya pecah oleh rasa lelah."Ya," jawab Ananta singkat, matanya masih menutupi celah tempat pria tertutup hitam itu menghilang. "Tapi dia tidak bisa terus bersembunyi. Luka yang kita berikan cukup dalam. Itu akan memperlambatnya."Arya menghela nafas berat dan mengusap keringat di keningnya. "Kita harus mencari tahu ke mana dia pergi. Jika dia berhasil memulihkan dirinya, kita mungkin tidak akan memiliki kesempatan seperti ini lagi."Tanda dari LangitSaat mereka berdua berdiri di tengah celah yang hening, sebu

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 69: Pertarungan di Ambang Kegelapan

    Bab 69: Pertarungan di Ambang KegelapanMalam dingin semakin menusuk ketika energi kegelapan di celah besar itu mulai mengacaukan udara. Awan hitam pekat berputar-putar di atas kepala mereka, membentuk lingkaran yang menakutkan. Pria membentang hitam itu berdiri di atas batu besar di tengah celah, seolah menguasai semua yang ada di sekitarnya. Di tangannya, ia memegang tongkat dengan kristal gelap yang bersinar memancarkan aura kejahatan."Kalian datang ke sini untukAnanta maju mengayunkan, tangannya menggenggam pedang bercahaya yang dia peroleh setelah pertarungan melawan Raja Kegelapan. Cahaya dari pedangnya terasa seperti satu-satunya harapan di tengah aura gelap itu. "Kami datang untuk mengakhPria itu tertawa, suara tawanya seperti campuran kebencian dan kegilaan. "Kegelapan tidak bisa dihentikan. Bahkan ketika kalian memotong salah satu cabangnya, akarnya tetap adaGelombang Pertama: Makhluk KegelapanDengan sebuah gerakan

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 68 : Bayangan Baru di Ufuk Timur

    Bab 68 : Bayangan Baru di Ufuk TimurMatahari mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan langit yang diliputi warna oranye dan merah muda. Ananta dan Arya, yang kini menjadi simbol harapan di dunia yang telah pulih dari kegelapan, berdiri di sebuah bukit kecil yang menghadap ke hamparan desa yang perlahan pulih. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basahPertemuan RahasiaOleh karena itu, mereka kembali ke rumah tua di pinggiran desa, tempat mereka sering berkumpul untuk merencanakan langkah berikutnya. Utusan dari kerajaan, seorang pria paruh baya bernama Eldros, telah menunggu mereka dengan wajah yang tampak tegang. Sebuah peta besar tergelar di meja kayu yang sudah mulai lapuk."Kita menghadapi ancaman baru," kata Eldros tanpa basa-basi. Tangannya menunjuk sebuah wilayah di peta, jauh di timur, di mana tanda-tanda merah menghiasi area tertentu. “Ini adalah sisa-sisa kekuatanArya membukakan mata, mencoba memahami detail pada peta tersebut. "Ingat kita sudah menghancurkan gerbang

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 67: Dunia Tanpa Kegelapan

    Kekacauan telah berlalu, namun dunia masih terasa hening, seolah menahan napas untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Langit, yang selama ini diliput kegelapan pekat, perlahan berubah menjadi biru cerah. Sinar matahari yang lama tertutup akhirnya menyentuh tanah, menghangatkan dunia yang telah terlalu lama membekukan dalam bayang-bayang ketakutan.Ananta dan Arya berdiri di tengah medan pertempuran. Tubuh mereka lemah, nyaris tidak mampu bergerak. Debut beterbangan di sekeliling mereka, bercampur dengan sisa-sisa energi yang masih menguap dari ledakan gerbang kegelapan. Namun, mata mereka memandang ke pemandangan dengan rasa lega yang tak terkatakan. Mereka telah melakukannya. Kegelapan telah dikalahkan.Jejak Pengorbanan"Semua ini... akhirnya selesai," gumam Arya dengan suara serak. Ia memandang ke arah pedang yang tertancap di tanah, pedang yang kini bersinar redup, seolah-olah ikut kelelahan setelah pertempuran panjang.Ananta meng

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 66 : Harapan dalam Kegelapan

    Ananta terbaring di tanah, tubuhnya nyaris tak bergerak. Rasa sakitnya begitu luar biasa hingga membuatnya hampir tak bisa bernapas. mengalir dari luka-luka yang menggores tubuhnya, membasahi tanah di sekitarnya. Di perhubungan, Arya juga terkapar, tubuhnya terguncang keras setelah dihantam gelombang energi hitam yang begitu kuat.Namun, meskipun menyakitkan merobek tubuh mereka, ada satu hal yang masih membara di dalam diri mereka: harapan. Harapan yang pernah ditanamkan oleh Kirana, harapan yang tidak bisa begitu saja padam, meski dunia seakan runtuh di hadapan mereka.“Arya…” suara Ananta terdengar lemah, hampir tak terdengar di tengah kegelapan yang melanda mereka. “Kita… tidak bisa menyerah.”Arya terengah-engah, wajahnya penuh dengan darah dan debu. "Bagaimana kita bisa menang melawan semua ini?" desahnya, suaranya penuh dengan keputusasaan. "Kegelapan ini... sepertinya tak ada habisnya."A

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 65 : Pengorbanan yang Terlupakan

    Kegelapan yang tersisa di sekitar mereka semakin menebal. Sisa-sisa energi yang dipancarkan oleh Raja Kegelapan bergulung, membentuk pusaran hitam yang mengancam untuk menghancurkan seluruh dunia mereka. Namun, setelah cahaya yang menghilang begitu cepat, sebuah rasa hampa yang mendalam mengisi setiap sudut. Kirana—sahabat mereka yang berani—hilang begitu saja. Tidak ada yang bisa mereka lakukan, kecuali berdiri di bawah, menatap pedang Kirana yang tertancap di tanah, tempat dia berdiri saat pengorbanan itu terjadi.Ananta berdiri dengan tangan gemetar, memegang pedang Kirana dengan erat. Air mata mengalir di wajahnya, meskipun dia berusaha keras untuk menahan semuanya. “Kirana...” desahnya pelan, suaranya hampir tak terdengar. “Kenapa kamu melakukan ini?”Arya berdiri di tempatnya, tidak jauh lebih baik. “Kirana... kamu mengorbankan semuanya untuk kita. Apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa yang bisa kita lakukan untuk menebus pengorbanan itu?”Ananta mengulurkan pedang itu lebih

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 64 : Titik Balik dalam Kegelapan

    Bab 64 : Titik Balik dalam KegelapanKabut pekat yang menyelimuti mereka bagaikan tembok tak kasat mata yang memisahkan dunia nyata dari kehampaan. Ananta, Kirana, dan Arya berusaha menahan rasa takut yang menjalar dalam hati mereka, namun kehadiran Raja Kegelapan membuat udara terasa semakin berat. Waktu seolah-olah berhenti, memberi mereka kesempatan untuk menghadapi apa yang akan datang.“Jangan biarkan dirimu lengah,” bisik Ananta dengan suara lemah namun penuh tekad. Dia menggenggam pedangnya lebih erat, meskipun luka-luka di tubuhnya terus memancarkan rasa sakit. “Kita hanya punya satu kesempatan.”Arya mengangguk. “Tapi apa yang bisa kita lakukan? Bahkan semua serangan kita sebelumnya tidak cukup untuk menghancurkannya.”Kirana menatap kegelapan yang menyelimuti mereka, pikirannya berlomba mencari solusi. “Mungkin kita tidak perlu menghancurkannya,” katanya perlahan, matanya menyala dengan i

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 63: Kekuatan Kegelapan yang Bangkit

    Bab 63: Kekuatan Kegelapan yang BangkitSinar terang yang sebelumnya menyelubungi Raja Kegelapan meredup, digantikan oleh bayang-bayang pekat yang menggelap di sekelilingnya. Retakan yang telah mereka serang dengan segala kekuatan mereka mulai menutup kembali dengan cepat, menambah kekuatan yang lebih besar pada tubuhnya. Aura kegelapan semakin kuat, semakin menekan, seolah-olah seluruh alam semesta bergetar oleh kekuatan yang dia pancarkan. Platform batu yang mereka berdiri di atasnya bergetar hebat, hampir ambruk.Kirana merasakan beban yang semakin berat di tubuhnya. “Tidak... ini tidak mungkin,” desisnya. Tubuhnya sudah hampir habis energi, dan perisai yang dia ciptakan mulai retak. “Apa yang sedang terjadi?”Ananta menatap Raja Kegelapan dengan penuh kekhawatiran. “Kita sudah menyerangnya dengan segala yang kita punya, tapi kenapa dia malah semakin kuat?”Raja Kegelapan tertawa keras, suaranya menggetarka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status