Home / Fantasi / Lintas Takdir dan Kutukan / Langkah Menuju Kegelapan

Share

Langkah Menuju Kegelapan

Author: masfaqih625
last update Last Updated: 2024-11-15 23:22:17

Tahun-tahun berlalu dengan cepat, dan Ananta kini beranjak remaja. Tubuhnya lebih tinggi, lebih kuat, tetapi tatapan takut orang-orang di sekelilingnya tak pernah berubah. Setiap kali ia lewat, pelayan dan prajurit istana menundukkan kepala, menghindari kontak mata. Hanya sedikit yang berani mendekatinya, bahkan lebih sedikit lagi yang berani bicara.

Di usia lima belas tahun, Ananta memiliki kekuatan yang tak biasa. Gerakannya lincah, dan tubuhnya kuat, melebihi anak seusianya. Sejak kecil, ia menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda pada dirinya—sesuatu yang tak dapat dimiliki orang lain. Namun, ayahnya, Raja Brahmasakti, selalu memperingatkan agar ia tidak memperlihatkan kekuatannya kepada orang lain. Sang raja takut jika kutukan dalam diri Ananta membawa ancaman bagi kerajaannya.

Suatu sore, saat matahari mulai tenggelam di balik bukit, Ananta berjalan sendirian di taman belakang istana. Taman itu sepi, karena jarang ada yang berani berkeliaran di dekatnya. Pohon-pohon tinggi yang menaungi taman terlihat misterius di bawah cahaya redup senja, memberikan nuansa kelam yang seolah menyatu dengan keberadaannya.

Ananta menatap tangannya. Kekuatan yang ia miliki semakin kuat, dan rasa penasaran tentang kemampuannya mulai menggerogoti dirinya. Dalam benaknya, ada suara-suara yang memanggilnya, menuntutnya untuk menerima kekuatan tersebut, bahkan membebaskannya.

Sambil menggenggam kedua tangannya, ia berbisik, “Mengapa semua orang takut padaku? Apa salahku?”

Di saat itulah, sebuah suara lembut namun tegas terdengar di belakangnya.

“Karena kau belum tahu apa yang bisa kau lakukan.”

Ananta berbalik dengan cepat. Di sana berdiri seorang pria berjubah hitam panjang yang tidak dikenalnya. Wajah pria itu tertutup kerudung, hanya menyisakan sepasang mata tajam yang menatapnya dengan penuh pengamatan.

“Siapa kau?” tanya Ananta dengan nada waspada.

Pria berjubah itu tersenyum tipis. “Aku hanya seseorang yang tahu siapa dirimu, Ananta. Dan lebih dari itu, aku tahu apa yang kau inginkan.”

Ananta menelan ludah, jantungnya berdebar. “Apa maksudmu? Aku tidak menginginkan apa pun darimu.”

“Benarkah?” pria itu mencondongkan tubuhnya. “Tidakkah kau ingin bebas dari semua batasan ini? Bebas dari pandangan takut mereka, dari rasa keterasingan yang menghantuimu setiap hari?”

Ananta terdiam. Semua yang dikatakan pria itu seolah menguliti perasaan tersembunyi dalam dirinya. Tentu saja ia ingin bebas. Ia ingin diterima, dihormati, dan bahkan disegani. Tapi, bagaimana mungkin?

Pria berjubah itu tertawa pelan, seolah membaca pikiran Ananta. “Aku bisa membantumu memahami kekuatan yang ada dalam dirimu. Kau bisa menjadi lebih dari sekadar pangeran yang dijauhi dan ditakuti. Kau bisa menjadi raja yang kuat, yang berkuasa. Bukankah itu yang kau inginkan, Ananta?”

Ananta menggigit bibirnya, matanya menyiratkan ketegangan. Tawaran ini membangkitkan keinginan yang tersembunyi dalam dirinya, keinginan yang selama ini ia pendam. Namun, ia juga merasa takut, takut bahwa mengikuti tawaran ini mungkin akan membawanya ke jalan yang tidak akan bisa ia kembali.

“Apa yang harus kulakukan?” tanya Ananta akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar.

Pria berjubah itu tersenyum. “Cukup datang ke Hutan Kelam di luar batas kerajaan. Di sana, aku akan menunggu dan mengajarimu cara menguasai kekuatan yang ada dalam dirimu. Tetapi ingat, Ananta... setiap kekuatan ada harganya.”

Tanpa menunggu jawaban, pria berjubah itu berbalik dan menghilang di balik bayang-bayang pohon. Ananta hanya bisa berdiri diam, merasa ragu, namun juga tertarik oleh tawaran tersebut. Hutan Kelam adalah tempat yang dianggap terlarang. Tidak ada orang biasa yang berani memasuki hutan itu, bahkan para prajurit kerajaan pun menghindarinya. Namun kini, Ananta tahu bahwa jawabannya mungkin ada di sana.

---

Malam Penuh Bayangan

Malam itu, Ananta tidak bisa tidur. Tawaran pria berjubah itu terus terngiang di kepalanya, memenuhi pikirannya dengan harapan yang bercampur ketakutan. Pada saat yang sama, suara dalam dirinya yang selama ini terpendam mulai berbicara lagi, mendorongnya untuk mengambil langkah ini.

“Pergilah, Ananta,” suara itu berbisik dalam benaknya. “Jangan biarkan mereka membatasi dirimu. Kau lebih dari sekadar pangeran. Kau adalah pewaris takdir yang besar.”

Ananta bangkit dari tempat tidurnya, matanya menyala dengan tekad yang baru. Ia tahu bahwa keputusannya ini mungkin akan mengubah segalanya. Dengan langkah hati-hati, ia berjalan keluar dari kamarnya dan melewati lorong-lorong istana yang sepi. Hanya suara langkah kakinya yang terdengar, bergema di antara dinding batu.

Sesampainya di luar istana, ia menyelinap melalui gerbang kecil yang biasa digunakan para pelayan. Ananta menghirup udara malam yang dingin, dan dengan langkah mantap, ia menuju arah Hutan Kelam yang terlihat seperti bayangan hitam di bawah cahaya bulan.

---

Di Tengah Hutan Kelam

Hutan itu sunyi, dan udara di sekitarnya terasa berat, seolah-olah dipenuhi oleh sesuatu yang tak terlihat namun begitu nyata. Pepohonan tinggi menjulang, menutupi cahaya bulan, menciptakan bayangan gelap yang menelan siapa saja yang berani melangkah ke dalamnya. Ananta merasa kedinginan, tetapi ia melanjutkan langkahnya dengan penuh keberanian.

Ketika ia tiba di tengah hutan, pria berjubah itu muncul dari balik pohon besar, seolah-olah ia telah menjadi bagian dari kegelapan itu sendiri.

“Bagus, Ananta,” katanya dengan senyum samar. “Kau memiliki keberanian, sesuatu yang jarang dimiliki pangeran lain. Sekarang, saatnya kau belajar.”

Pria itu mengangkat tangannya, dan tiba-tiba, udara di sekitar mereka berubah. Angin berhembus kencang, membawa kabut hitam yang melingkupi mereka. Ananta merasakan energi aneh yang meresap ke dalam tubuhnya, kekuatan yang begitu besar tetapi sekaligus terasa asing. Tubuhnya bergetar, dan untuk sesaat, ia merasa kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

“Rasakan kekuatan ini,” suara pria itu terdengar keras. “Ini adalah bagian dari dirimu, bagian yang akan membuatmu tak terkalahkan.”

Ananta menutup matanya, merasakan aliran energi yang mengalir di seluruh tubuhnya. Tapi tiba-tiba, sesuatu yang gelap muncul dalam benaknya, seperti bayangan yang membisikkan hal-hal kelam, menyuruhnya untuk menggunakan kekuatan itu tanpa ampun. Tiba-tiba, ia merasa ngeri—apakah ia benar-benar siap untuk menerima kekuatan ini?

Ketika Ananta membuka matanya lagi, pandangannya berubah. Segalanya terlihat lebih jelas, tetapi di sekelilingnya, ia melihat bayangan-bayangan menyeramkan yang membisikkan kehancuran.

“Ini... apa yang terjadi padaku?” bisiknya panik.

Pria berjubah itu hanya tersenyum gelap. “Selamat datang dalam kekuatanmu, Ananta. Sekarang, kau adalah pewaris bayangan yang sejati.”

Dan di malam yang mencekam itu, Ananta menyadari bahwa dirinya telah mengambil langkah pertama menuju takdir yang penuh kegelapan, sebuah takdir yang mungkin tak akan bisa ia hindari.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 71 : Raksasa Hitam

    Bab 71 : Raksasa HitamMakhluk besar itu berdiri tegak, menghalangi jalan Ananta dan Arya. Bayangan tubuhnya yang masif menelan cahaya yang sedikit tersisa di hutan. Tubuhnya menutupi pelat-pelat hitam mengilap, dan setiap langkahnya membuat tanah bergetar. Dari mulut yang dipenuhi taring tajam, terdengar geraman rendah yang menggema di sekitar.“Ini lebih besar dari yang lain,” bisik Arya, matanya terus memperhatikan gerakan makhluk itu.Ananta mengangguk, mengangkat pedangnya. "Pelat hitam itu sepertinya perlindungan. Kita harus mencari celah di antara pelat-pelat itu."Makhluk itu melangkah maju, setiap langkahnya membuat dedaunan jatuh dari pepohonan. Dengan gerakan yang tak terduga, ia melingkarkan cakarnya yang besar ke arah mereka. Arya melompat ke samping, sementara Ananta melebar ke arah yang berlawanan, nyaris menghindari serangan itu.Pertempuran yang Melelahkan"Serang dari sisi tempatnya!" seru Ananta sam

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 70 : Jejak Bayangan

    Langit di atas lembah perlahan kembali cerah, namun atmosfernya tetap menyimpan ketegangan yang tak terucapkan. Sisa-sisa energi gelap masih terasa di udara, membuat setiap tarikan napas terasa berat. Ananta memandang ke arah Arya yang sedang memeriksa keadaan pedangnya. Cahaya di pedang mereka kini memudar, meninggalkan perasaan kelelahan yang ada di tubuh mereka.“Dia kabur lagi,” ujar Arya dengan nada kecewa, suaranya pecah oleh rasa lelah."Ya," jawab Ananta singkat, matanya masih menutupi celah tempat pria tertutup hitam itu menghilang. "Tapi dia tidak bisa terus bersembunyi. Luka yang kita berikan cukup dalam. Itu akan memperlambatnya."Arya menghela nafas berat dan mengusap keringat di keningnya. "Kita harus mencari tahu ke mana dia pergi. Jika dia berhasil memulihkan dirinya, kita mungkin tidak akan memiliki kesempatan seperti ini lagi."Tanda dari LangitSaat mereka berdua berdiri di tengah celah yang hening, sebu

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 69: Pertarungan di Ambang Kegelapan

    Bab 69: Pertarungan di Ambang KegelapanMalam dingin semakin menusuk ketika energi kegelapan di celah besar itu mulai mengacaukan udara. Awan hitam pekat berputar-putar di atas kepala mereka, membentuk lingkaran yang menakutkan. Pria membentang hitam itu berdiri di atas batu besar di tengah celah, seolah menguasai semua yang ada di sekitarnya. Di tangannya, ia memegang tongkat dengan kristal gelap yang bersinar memancarkan aura kejahatan."Kalian datang ke sini untukAnanta maju mengayunkan, tangannya menggenggam pedang bercahaya yang dia peroleh setelah pertarungan melawan Raja Kegelapan. Cahaya dari pedangnya terasa seperti satu-satunya harapan di tengah aura gelap itu. "Kami datang untuk mengakhPria itu tertawa, suara tawanya seperti campuran kebencian dan kegilaan. "Kegelapan tidak bisa dihentikan. Bahkan ketika kalian memotong salah satu cabangnya, akarnya tetap adaGelombang Pertama: Makhluk KegelapanDengan sebuah gerakan

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 68 : Bayangan Baru di Ufuk Timur

    Bab 68 : Bayangan Baru di Ufuk TimurMatahari mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan langit yang diliputi warna oranye dan merah muda. Ananta dan Arya, yang kini menjadi simbol harapan di dunia yang telah pulih dari kegelapan, berdiri di sebuah bukit kecil yang menghadap ke hamparan desa yang perlahan pulih. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basahPertemuan RahasiaOleh karena itu, mereka kembali ke rumah tua di pinggiran desa, tempat mereka sering berkumpul untuk merencanakan langkah berikutnya. Utusan dari kerajaan, seorang pria paruh baya bernama Eldros, telah menunggu mereka dengan wajah yang tampak tegang. Sebuah peta besar tergelar di meja kayu yang sudah mulai lapuk."Kita menghadapi ancaman baru," kata Eldros tanpa basa-basi. Tangannya menunjuk sebuah wilayah di peta, jauh di timur, di mana tanda-tanda merah menghiasi area tertentu. “Ini adalah sisa-sisa kekuatanArya membukakan mata, mencoba memahami detail pada peta tersebut. "Ingat kita sudah menghancurkan gerbang

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 67: Dunia Tanpa Kegelapan

    Kekacauan telah berlalu, namun dunia masih terasa hening, seolah menahan napas untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Langit, yang selama ini diliput kegelapan pekat, perlahan berubah menjadi biru cerah. Sinar matahari yang lama tertutup akhirnya menyentuh tanah, menghangatkan dunia yang telah terlalu lama membekukan dalam bayang-bayang ketakutan.Ananta dan Arya berdiri di tengah medan pertempuran. Tubuh mereka lemah, nyaris tidak mampu bergerak. Debut beterbangan di sekeliling mereka, bercampur dengan sisa-sisa energi yang masih menguap dari ledakan gerbang kegelapan. Namun, mata mereka memandang ke pemandangan dengan rasa lega yang tak terkatakan. Mereka telah melakukannya. Kegelapan telah dikalahkan.Jejak Pengorbanan"Semua ini... akhirnya selesai," gumam Arya dengan suara serak. Ia memandang ke arah pedang yang tertancap di tanah, pedang yang kini bersinar redup, seolah-olah ikut kelelahan setelah pertempuran panjang.Ananta meng

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 66 : Harapan dalam Kegelapan

    Ananta terbaring di tanah, tubuhnya nyaris tak bergerak. Rasa sakitnya begitu luar biasa hingga membuatnya hampir tak bisa bernapas. mengalir dari luka-luka yang menggores tubuhnya, membasahi tanah di sekitarnya. Di perhubungan, Arya juga terkapar, tubuhnya terguncang keras setelah dihantam gelombang energi hitam yang begitu kuat.Namun, meskipun menyakitkan merobek tubuh mereka, ada satu hal yang masih membara di dalam diri mereka: harapan. Harapan yang pernah ditanamkan oleh Kirana, harapan yang tidak bisa begitu saja padam, meski dunia seakan runtuh di hadapan mereka.“Arya…” suara Ananta terdengar lemah, hampir tak terdengar di tengah kegelapan yang melanda mereka. “Kita… tidak bisa menyerah.”Arya terengah-engah, wajahnya penuh dengan darah dan debu. "Bagaimana kita bisa menang melawan semua ini?" desahnya, suaranya penuh dengan keputusasaan. "Kegelapan ini... sepertinya tak ada habisnya."A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status