Share

ujian kendali

Auteur: masfaqih625
last update Dernière mise à jour: 2024-11-17 05:59:46

Bab 5: Ujian Kendali

Pagi itu, Ananta bangun dengan kepala yang berat. Mimpi buruk yang diisi suara pria berjubah hitam tadi malam masih membekas, membuat tubuhnya terasa lelah dan pikirannya kusut. Namun, ia ingat janji yang ia buat untuk dirinya sendiri—ia akan berusaha mengendalikan kekuatannya, meski terasa hampir mustahil. Di dalam hatinya, ada secercah tekad untuk menantang kutukan yang seolah menguasainya.

Saat Ananta bersiap di ruang latihan istana, Randu datang menyapanya dengan senyum penuh semangat. “Sudah siap, Pangeran? Hari ini kita akan memulai latihan untuk membantu Anda mengendalikan kekuatan itu.”

Ananta tersenyum tipis. Meskipun ia ragu bisa menguasai kekuatan gelapnya, kehadiran Randu membuatnya merasa lebih berani untuk mencoba.

Randu menjelaskan, “Hari ini, kita akan fokus pada pengendalian amarah. Aku akan mengajarkan teknik-teknik dasar untuk menjaga pikiran tetap tenang. Jika amarahmu bisa kau kendalikan, kekuatan itu mungkin bisa terpendam, atau setidaknya kau akan lebih siap untuk menghadapinya.”

Ananta mengangguk, mendengarkan dengan serius. Mereka mulai dengan beberapa latihan pernapasan, di mana Randu membimbingnya untuk fokus dan membersihkan pikirannya. Awalnya, Ananta merasa sulit untuk tenang. Setiap kali ia mencoba menutup matanya dan menenangkan diri, bayangan pria berjubah hitam itu muncul, menyeringai dan membisikkan kata-kata yang mengusik batinnya.

Tetapi Randu sabar. Ia terus membimbing Ananta dengan suara yang tenang dan penuh pengertian, mengingatkan bahwa proses ini membutuhkan waktu dan ketekunan. Ananta, meski kerap kehilangan fokus, perlahan mulai merasakan ketenangan yang baru dalam dirinya.

---

Latihan yang Tak Terduga

Setelah beberapa saat berlatih, Randu memutuskan untuk menguji Ananta dengan tantangan yang lebih berat. Mereka pindah ke lapangan terbuka di dekat istana, di mana Randu telah menyiapkan beberapa target kayu. Di sana, Randu memberi Ananta sebuah tantangan yang tidak biasa.

“Kita akan mencoba mengalihkan amarahmu ke target ini,” kata Randu sambil menunjuk target-target tersebut. “Alih-alih membiarkan amarahmu mengendalikanmu, cobalah fokuskan energimu pada satu tujuan. Cobalah untuk mengarahkan kekuatan itu.”

Ananta memandang target-target itu dengan sedikit keraguan, tetapi ia tahu bahwa ini adalah langkah penting. Jika ia berhasil, mungkin ia bisa memiliki sedikit kendali atas kekuatan yang selama ini menakutkannya.

Ia memejamkan mata dan mencoba mengingat teknik-teknik pernapasan yang telah ia pelajari. Perlahan, ia mengizinkan sedikit amarah muncul dalam dirinya, tetapi kali ini ia berusaha untuk tidak terhanyut olehnya. Ia mencoba mengarahkan amarah itu, membentuknya menjadi sesuatu yang lebih terkendali.

Tiba-tiba, dari telapak tangannya, muncul cahaya gelap yang berkilau tajam, bagaikan bayangan yang dipenuhi energi. Dengan satu hentakan, ia melepaskan energi itu ke arah salah satu target. Ledakan terjadi, menghancurkan target kayu menjadi serpihan.

Ananta menatap tangannya, terkejut dan kagum. Ia baru saja berhasil mengendalikan sebagian kecil kekuatannya. Meski hanya sesaat, ia merasakan kebanggaan yang baru dalam dirinya.

Randu tersenyum puas. “Luar biasa, Pangeran! Itu adalah langkah besar!”

Namun, saat Ananta masih terbuai oleh keberhasilannya, ia merasakan sesuatu yang tak beres. Energi gelap dalam dirinya tiba-tiba melonjak keluar, lebih kuat dari sebelumnya. Ia tak dapat menghentikannya. Energi itu mengalir liar, membuat tubuhnya bergetar hebat.

“Apa yang terjadi…?” Ananta berusaha menahan, tetapi energinya mulai keluar tak terkendali, mengalir ke sekelilingnya seperti badai hitam. Randu segera menyadari situasi ini dan berusaha mendekati Ananta.

“Tenang, Ananta! Fokuskan pikiranmu! Jangan biarkan kekuatan itu menguasaimu!” seru Randu, mencoba membimbingnya.

Namun, dorongan energi itu terlalu kuat. Ananta merasakan tubuhnya semakin sulit dikendalikan, amarah dan kegelapan mulai menguasai pikirannya. Suara bisikan pria berjubah hitam itu kembali terdengar, menggodanya untuk melepaskan semua batasan.

“Ananta… ini adalah kekuatanmu yang sebenarnya. Jangan takut… biarkan aku membimbingmu,” suara pria itu terdengar semakin jelas, seperti desis ular yang berbahaya.

Ananta berjuang melawan dorongan itu, tetapi kegelapan tersebut terus menyerang pikirannya, membuatnya hampir menyerah. Namun, di tengah kekalutan itu, ia mendengar suara Randu yang memanggilnya dengan lembut dan penuh ketulusan.

“Ananta, dengarkan aku! Kau lebih kuat dari kegelapan ini. Jangan biarkan suara itu menguasaimu. Fokuslah pada harapanmu, bukan amarahmu!”

Mendengar kata-kata Randu, Ananta mencoba mengingat semua harapan dan impiannya—keinginan untuk diterima, untuk melindungi, dan untuk menjadi pangeran yang layak bagi rakyatnya. Perlahan, kegelapan dalam dirinya mulai mereda, dan energi liar itu berhenti mengalir keluar.

Setelah beberapa saat, Ananta terjatuh ke tanah, kelelahan dan berkeringat. Tubuhnya terasa lemah, tetapi ada perasaan lega dalam hatinya. Ia baru saja memenangkan pertarungan kecil melawan kegelapan dalam dirinya.

---

Ikatan yang Semakin Erat

Randu menghampiri Ananta dan membantunya berdiri. “Kau berhasil, Pangeran. Kau baru saja menunjukkan bahwa kau bisa melawan kegelapan itu. Mungkin hanya sebentar, tetapi itu sudah cukup sebagai permulaan.”

Ananta tersenyum lemah, merasa lega bahwa dirinya tidak sepenuhnya dikuasai kekuatan gelap itu. Meskipun perjalanan ini baru dimulai, kehadiran Randu memberinya harapan bahwa ia bisa menjadi lebih kuat dan mengendalikan kekuatan tersebut.

“Terima kasih, Randu. Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak ada di sini,” kata Ananta dengan tulus.

Randu menepuk pundaknya. “Ingat, kau tidak sendirian, Ananta. Aku dan semua orang yang peduli padamu akan selalu ada untukmu.”

Ananta merasa perasaan hangat dalam dirinya. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa kekuatannya bisa digunakan untuk tujuan yang baik, bukan sekadar alat bagi kegelapan. Di balik semua ketakutan dan kebencian, ia menemukan secercah harapan untuk masa depan yang lebih baik.

---

Ancaman yang Mengintai

Namun, ketika mereka hendak kembali ke istana, Randu tiba-tiba merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia melihat bayangan-bayangan aneh bergerak di balik pepohonan. Dengan sigap, Randu menarik pedangnya, bersiap menghadapi ancaman yang mungkin muncul.

“Pangeran, tetaplah di belakangku,” bisik Randu.

Ananta yang masih kelelahan, memandang sekeliling dengan waspada. Dalam hatinya, ia merasakan bahwa kekuatan gelap dalam dirinya entah bagaimana menarik makhluk-makhluk jahat. Ia merasa bahwa ini bukan ancaman biasa.

Dari balik pepohonan, muncul beberapa sosok yang menyeramkan, makhluk-makhluk berbentuk bayangan dengan mata merah menyala. Mereka tampak mengincar Ananta, seolah-olah tertarik oleh kekuatan yang baru saja ia lepaskan.

“Makhluk-makhluk ini… datang untukku?” gumam Ananta, tubuhnya menegang.

Randu mengangguk, menatap makhluk-makhluk itu dengan serius. “Mereka pasti makhluk kegelapan yang tertarik oleh kekuatanmu. Kita harus bertindak cepat sebelum mereka menyerang istana.”

Ananta merasakan perasaan takut dan bersalah. Ia menyadari bahwa kekuatannya tidak hanya mempengaruhi dirinya sendiri, tetapi juga bisa membawa bahaya bagi orang-orang di sekitarnya.

Randu melangkah maju, menyiapkan pedangnya untuk bertarung. “Ananta, jika kau masih punya sedikit kekuatan, bantu aku mengusir makhluk-makhluk ini. Kita akan melindungi istana bersama-sama.”

Dengan tekad baru, Ananta menguatkan diri. Meskipun masih lelah, ia berusaha mengendalikan sisa kekuatannya. Bersama Randu, ia bersiap menghadapi makhluk-makhluk kegelapan yang mengancam.

---

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 71 : Raksasa Hitam

    Bab 71 : Raksasa HitamMakhluk besar itu berdiri tegak, menghalangi jalan Ananta dan Arya. Bayangan tubuhnya yang masif menelan cahaya yang sedikit tersisa di hutan. Tubuhnya menutupi pelat-pelat hitam mengilap, dan setiap langkahnya membuat tanah bergetar. Dari mulut yang dipenuhi taring tajam, terdengar geraman rendah yang menggema di sekitar.“Ini lebih besar dari yang lain,” bisik Arya, matanya terus memperhatikan gerakan makhluk itu.Ananta mengangguk, mengangkat pedangnya. "Pelat hitam itu sepertinya perlindungan. Kita harus mencari celah di antara pelat-pelat itu."Makhluk itu melangkah maju, setiap langkahnya membuat dedaunan jatuh dari pepohonan. Dengan gerakan yang tak terduga, ia melingkarkan cakarnya yang besar ke arah mereka. Arya melompat ke samping, sementara Ananta melebar ke arah yang berlawanan, nyaris menghindari serangan itu.Pertempuran yang Melelahkan"Serang dari sisi tempatnya!" seru Ananta sam

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 70 : Jejak Bayangan

    Langit di atas lembah perlahan kembali cerah, namun atmosfernya tetap menyimpan ketegangan yang tak terucapkan. Sisa-sisa energi gelap masih terasa di udara, membuat setiap tarikan napas terasa berat. Ananta memandang ke arah Arya yang sedang memeriksa keadaan pedangnya. Cahaya di pedang mereka kini memudar, meninggalkan perasaan kelelahan yang ada di tubuh mereka.“Dia kabur lagi,” ujar Arya dengan nada kecewa, suaranya pecah oleh rasa lelah."Ya," jawab Ananta singkat, matanya masih menutupi celah tempat pria tertutup hitam itu menghilang. "Tapi dia tidak bisa terus bersembunyi. Luka yang kita berikan cukup dalam. Itu akan memperlambatnya."Arya menghela nafas berat dan mengusap keringat di keningnya. "Kita harus mencari tahu ke mana dia pergi. Jika dia berhasil memulihkan dirinya, kita mungkin tidak akan memiliki kesempatan seperti ini lagi."Tanda dari LangitSaat mereka berdua berdiri di tengah celah yang hening, sebu

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 69: Pertarungan di Ambang Kegelapan

    Bab 69: Pertarungan di Ambang KegelapanMalam dingin semakin menusuk ketika energi kegelapan di celah besar itu mulai mengacaukan udara. Awan hitam pekat berputar-putar di atas kepala mereka, membentuk lingkaran yang menakutkan. Pria membentang hitam itu berdiri di atas batu besar di tengah celah, seolah menguasai semua yang ada di sekitarnya. Di tangannya, ia memegang tongkat dengan kristal gelap yang bersinar memancarkan aura kejahatan."Kalian datang ke sini untukAnanta maju mengayunkan, tangannya menggenggam pedang bercahaya yang dia peroleh setelah pertarungan melawan Raja Kegelapan. Cahaya dari pedangnya terasa seperti satu-satunya harapan di tengah aura gelap itu. "Kami datang untuk mengakhPria itu tertawa, suara tawanya seperti campuran kebencian dan kegilaan. "Kegelapan tidak bisa dihentikan. Bahkan ketika kalian memotong salah satu cabangnya, akarnya tetap adaGelombang Pertama: Makhluk KegelapanDengan sebuah gerakan

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 68 : Bayangan Baru di Ufuk Timur

    Bab 68 : Bayangan Baru di Ufuk TimurMatahari mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan langit yang diliputi warna oranye dan merah muda. Ananta dan Arya, yang kini menjadi simbol harapan di dunia yang telah pulih dari kegelapan, berdiri di sebuah bukit kecil yang menghadap ke hamparan desa yang perlahan pulih. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basahPertemuan RahasiaOleh karena itu, mereka kembali ke rumah tua di pinggiran desa, tempat mereka sering berkumpul untuk merencanakan langkah berikutnya. Utusan dari kerajaan, seorang pria paruh baya bernama Eldros, telah menunggu mereka dengan wajah yang tampak tegang. Sebuah peta besar tergelar di meja kayu yang sudah mulai lapuk."Kita menghadapi ancaman baru," kata Eldros tanpa basa-basi. Tangannya menunjuk sebuah wilayah di peta, jauh di timur, di mana tanda-tanda merah menghiasi area tertentu. “Ini adalah sisa-sisa kekuatanArya membukakan mata, mencoba memahami detail pada peta tersebut. "Ingat kita sudah menghancurkan gerbang

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 67: Dunia Tanpa Kegelapan

    Kekacauan telah berlalu, namun dunia masih terasa hening, seolah menahan napas untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Langit, yang selama ini diliput kegelapan pekat, perlahan berubah menjadi biru cerah. Sinar matahari yang lama tertutup akhirnya menyentuh tanah, menghangatkan dunia yang telah terlalu lama membekukan dalam bayang-bayang ketakutan.Ananta dan Arya berdiri di tengah medan pertempuran. Tubuh mereka lemah, nyaris tidak mampu bergerak. Debut beterbangan di sekeliling mereka, bercampur dengan sisa-sisa energi yang masih menguap dari ledakan gerbang kegelapan. Namun, mata mereka memandang ke pemandangan dengan rasa lega yang tak terkatakan. Mereka telah melakukannya. Kegelapan telah dikalahkan.Jejak Pengorbanan"Semua ini... akhirnya selesai," gumam Arya dengan suara serak. Ia memandang ke arah pedang yang tertancap di tanah, pedang yang kini bersinar redup, seolah-olah ikut kelelahan setelah pertempuran panjang.Ananta meng

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 66 : Harapan dalam Kegelapan

    Ananta terbaring di tanah, tubuhnya nyaris tak bergerak. Rasa sakitnya begitu luar biasa hingga membuatnya hampir tak bisa bernapas. mengalir dari luka-luka yang menggores tubuhnya, membasahi tanah di sekitarnya. Di perhubungan, Arya juga terkapar, tubuhnya terguncang keras setelah dihantam gelombang energi hitam yang begitu kuat.Namun, meskipun menyakitkan merobek tubuh mereka, ada satu hal yang masih membara di dalam diri mereka: harapan. Harapan yang pernah ditanamkan oleh Kirana, harapan yang tidak bisa begitu saja padam, meski dunia seakan runtuh di hadapan mereka.“Arya…” suara Ananta terdengar lemah, hampir tak terdengar di tengah kegelapan yang melanda mereka. “Kita… tidak bisa menyerah.”Arya terengah-engah, wajahnya penuh dengan darah dan debu. "Bagaimana kita bisa menang melawan semua ini?" desahnya, suaranya penuh dengan keputusasaan. "Kegelapan ini... sepertinya tak ada habisnya."A

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status