Aizar ikut menemani Furi dan Tante Mirna berbelanja beberapa potong pakaian di sebuah departemen store, ia berpikir inilah waktunya untuk mengambil hati orang tua Furi.“Biar aku yang bayar, Tante,” ucap Aizar coba mendahului Tante Mirna saat akan membayar belanjaannya di depan kasir.“Lho, bener ini Nak Aizar?” ujar Tante Mirna tampak terkejut.“Iya, Tante, biar aku yang bayar belanjaannya,” jelas Aizar sambil menyodorkan kartu kredit yang baru saja ia keluarkan dari dompetnya.“Eh, Aizar... apa-apaan sih kamu... nggak usah!” cegah Furi melarang petugas kasir menerima kartu dari tangan Aizar.“Nggak apa-apa, Furi... terus terang aku belum pernah menggunakan kartu pemberian mamaku ini, jadi biarkan aku membayarnya agar sekalian aku tahu cara menggunakannya,” jelas Aizar beralasan.“Tapi...,” ucap Furi tertahan.“Biarlah, Furi... mungkin Aizar memang punya niat baik ingin membayarkan belanjaan Mama, tidak baik menolak pemberiannya,” potong Tante Mirna sambil menarik lengan putrinya dan
Selama perjalanan menuju mall, Aizar kembali cemas, kalau-kalau ada orang yang membuntutinya kembali. Sebentar-sebentar ia melihat kaca spion di depan dan di samping, untuk memastikan perjalanannya kali ini aman-aman tanpa gangguan dari penguntit.“Kalau saja tiba-tiba sedan hitam itu muncul lagi, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan menghadangnya dan membuat perhitungan pada pengemudinya,” batin Aizar tidak ada yang akan menghalanginya lagi. Namun, hingga tiba di depan mall yang ditujunya, tidak ada sembarang kendaraan lain yang membuntuti. Lalu, ia memarkirkan mobilnya di parkir VIP yang ada di halaman mall.“Wah... hebat benar, sudah berani bawa mobil sendiri ke mall?” tiba-tiba terdengar suara seorang wanita saat Aizar baru saja memarkirkan mobilnya. Tentu saja Aizar tidak akan lupa pemilik suara lembut itu, walaupun ia belum melihat wujudnya.“Lho..., Furi? Kamu ke sini juga?” ujar Aizar merasa tak menyangka bisa bertemu gadis bermata bulat dan wajah natural tanpa sentuhan mak
Aizar mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat ia menggunakan taksi untuk menuju tempat tinggal Miss Clara. Ketika itu taksi yang ditumpanginya pun dibuntuti oleh sebuah mobil berwarna hitam yang bentuk dan cirinya sama persis dengan sedan yang masih berada di belakangnya.“Siapa sih orang yang membuntuti aku itu? Apa mau orang itu sebenarnya memata-mataiku? Atau... dia hanya orang suruhan? Siapa yang membayarnya? Apa mungkin Nek Ariy yang menyuruhnya?” batin Aizar terus bertanda tanya sambil merasa sedikit was-was bercampur kesal dengan perbuatan orang yang tak dikenalinya itu.Detik itu Aizar merasa dilema, jika ia harus mengurungkan niat menuju apartemen Miss Clara bisa-bisa guru pembimbingnya itu akan marah karena Aizar tidak datang tepat waktu, atau bahkan kalau sampai Aizar tak menepati janji, sudah pasti Miss Clara akan menyusahkan dirinya di hadapan Nek Ariy.Saat itu yang Aizar khawatirkan, orang yang membuntutinya itu adalah orang suruhan Nek Ariy, pasti akan timbul masa
Setelah si gadis dari negeri atas angin itu pergi, Aizar tidak ingin lagi melanjutkan tidurnya, melainkan menyegarkan tubuh di bawah shower, lalu ia berpakaian rapi dan bersiap-siap keluar rumah untuk menemui Miss Clara di apartemennya, lalu menemaninya ke sebuah pesta ulang tahun.“Gagah sekali penampilanmu, Nak,” ucap Cempaka saat mendapati anak sulungnya sudah bersiap keluar rumah dengan pakaian baru yang tadi siang dibelinya.“Aku tidak salah pilih orang untuk memilihkan pakaian kan, Mah?” balas Aizar menyanjung adiknya yang telah membantunya.“Adikmu memang mengikuti perkembangan fashion terkini, makanya dia pandai memadu padankan pakaian yang biasa digunakan untuk pergi ke pesta. Tapi lain kali, kalau kamu perlu pakaian untuk kerja atau pakaian kasual, Mama juga bisa mencarikan untukmu kok, percaya deh sama Mama. Atau sekarang kamu malu ya pergi shoping bareng Mama yang sudah tua ini,” ujar Cempaka sambil tersenyum sekadar meminta perhatian Aizar.“Ya enggak lah, Mah... malu ken
Di dalam kamar, Aizar merebahkan tubuh di atas tempat tidur, tanpa melepaskan pakaian yang dipakainya. Walaupun sudah tidur di dalam mobil, ia masih merasa masih mengantuk dan lelah, sehingga ia ingin menyambung tidurnya siang menjelang sore itu.Tiba-tiba Aizar terjaga ketika mendengar ada suara wanita membangunkan tidurnya. Namun, saat membuka mata, tidak ada siapa-siapa di sekeliling kamar. Hanya saja ia mencium bau harum bunga mawar yang amat kuat. Seketika itu juga ia tahu kalau Putih sedang mengunjunginya.“Putih, apakah kamu ada di sini?” ucap Aizar yang masih terbaring sambil memandang ke sekeliling kamarnya.“I-iya... aku berdiri di dekat jendela,” jawab sebuah suara seorang wanita.Aizar pun bangun dan duduk di tepi tempat tidur. “Maaf kalau aku mengganggu tidurmu,” ucap Putih yang suaranya makin terdengar jelas dari dekat jendela.“Tidak apa-apa, aku tidak merasa terganggu sedikit pun. Malah sebaliknya, aku merasa senang kamu mengunjungiku,” ucap Aizar sambil membuka satu
Aizar mengeluarkan selembar kertas dari balik jasnya. Lalu, kertas foto copy itu ia letakan di atas meja, tepat di depan Debby. Tampak di atas kertas itu tulisan nomor plat mobil KT 231 UC, beserta tanggal dan jam pada saat Aizar dan Irene mendatangi alun-alun.“Perhatikan betul-betul tiket parkir mobilmu ini,” ucap Aizar menyuruh Debby. “Masih mau menyangkal lagi kamu, Deb?” tambahnya menegasi.Debby tampak tertunduk menatap lekat ke atas meja. Mulutnya pun tiba-tiba terkunci.“Aku tahu kamu tidak menyukai kehadiranku, karena kamu anggap akan merebut semuanya yang ada di keluarga besar kita. Benar begitu kan, Deb?” tegas Aizar mengungkapkan perasaan kecewa yang sejak tadi berusaha ditahannya.“Apa yang kamu pikirkan itu salah, Deb. Aku kembali ke rumah kita karena di rumah itu ada wanita yang telah melahirkan aku, ada Mama yang sudah belasan tahu berpisah denganku. Jadi, aku kembali semata-mata sebagai anak yang ingin berbakti orang tuanya. Kalau akhirnya Kek Pram memberiku kepercay