LOGINSentuhan bibir Aizar di leher dan telinga Lastri, membuat wanita itu mendapatkan kembali kehangatan dari seorang lelaki yang telah hilang dari kehidupannya sejak dua tahun lalu. Bahkan tak cukup peluk dan cium, Lastri sudah tidak bisa menahan diri lagi, tangannya mulai bergerak menyentuh bagian bawah Aizar yang masih terbalut celana pendek.
Bukan hanya suara Lastri yang mengeluarkan suara desahan, suara Aizar pun kini mulai terdengar saat tangan Lastri semakin liar.
“Berbaringlah...” detik berikutnya, Lastri bangkit dari duduknya lalu menyuruh Aizar merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan kedua kakinya masih menjuntai di tepi ranjang.
Aizar pun menuruti keinginan Lastri, terlentang dengan pasrah sambil menyandarkan kepala di kedua telapak tangannya. Saat itu Aizar jadi teringat wanita agresif di dalam mimpinya, persis seperti yang Lastri lakukan saat ini terhadapnya.
Lastri kembali menyerang bagian bawah Aizar yang sejak dilihatnya pertama kali saat Aizar mandi sudah membuat pikirannya tak menentu. Dengan tergesa ia melorot celana pendek Aizar, lalu tanpa mau menunggu lama-lama ia bermaksud mendekatkan wajahnya, tapi tiba-tiba terdengar suara ketukan daun pintu kamar indekos itu...
“Permisi...!” suara seorang lelaki terdengar dari luar. Lastri segera membenarkan pakaiannya yang hampir terlepas, lalu ia buru-buru pergi ke kamar mandi untuk bersembunyi di sana.
“Iya, sebentar...!” ucap Aizar menjawab panggilan orang itu sambil tergesa mengenakan celana pendeknya yang sudah tergeletak di lantai sambil mengatur napasnya yang masih berdebar-debar.
Krek! Aizar membuka daun pintu, rupanya yang datang lelaki penjaga indekos yang tadi di temuinya di pintu masuk.
“Ada apa, Pak?” tanya Aizar coba bersikap tenang.
“Maaf ya, Dik, minta tolong pindahkan mobilnya, karena ada kendaraan lain yang ingin keluar,” ucap lelaki paruh baya itu memberitahu keperluannya.
“Oh, baik Pak... aku akan beritahu bossku untuk segera memindahkan mobilnya. Sekarang dia sedang berada di kamar mandi,” jelas Aizar.
Lalu penjaga indekos pun memberitahu kalau sudah malam pengunjung tidak dibenarkan masih berada di dalam kamar. Kalau siang hari bebas saja, katanya.
Lastri mendengar semua obrolan Aizar dengan penjaga indekos, setelah lelaki itu pergi ia pun keluar dari kamar mandi. Lalu, dengan berat hati ia pamit pada Aizar untuk segera pulang.
Aizar langsung merebahkan tubuh di atas tempat tidur sejurus Lastri pergi. Ia menghela napas sejenak sambil menatap langit-langit kamar yang warna putihnya sudah memudar. Tiba-tiba ia teringat tujuan utamanya pergi ke kota, mencari sang ibu yang sekarang entah berada di mana.
“Aku pasti akan menemuinya pada saatnya nanti, tapi saat ini aku ingin melalui petualangan hidupku yang baru, setelah belasan tahun aku terasing dari dunia luar,” batin Aizar sambil termenung dalam.
Keesokan hari saat masuk kerja, Aizar tidak melihat Lastri berada di restoran, padahal sudah siang hari. Biasanya pagi-pagi boss wanita itu sudah nongkrong di dalam kantor yang berada satu bangunan di dalam restoran.
“Bu Lastri kemana ya, Pak, kok belum datang?” tanya Aizar pada Devril yang kebetulan masuk shift pagi.
“Kenapa tanya aku, kamu kan karyawan kesayangannya? Harusnya kamu lebih tahu daripada aku,” timpal Devril. Aizar pun tak ingin berkata apa-apa lagi karena hanya akan menyulut emosinya.
“Aizar, tolong kamu gantikan membuat order makanan, aku dipanggil sama Pak Pongky ke belakang, katanya ada yang mau dibicarakan,” ucap Vira, salah satu pelayan senior, saat Aizar baru sama masuk untuk memulai pekerjaannya.
Walaupun belum lama bekerja, Aizar memiliki keberanian dan rasa percaya diri yang bisa diandalkan. Ia pun langsung bersedia menggantikan posisi Vira di bagian pemesanan makanan.
Dua orang laki-lagi kemudian datang memesan makanan pada Aizar. Semua lancar-lancar saja dilakukannya dalam melayani pelanggan pertama hari ini. Sampai kedua lelaki itu kembali ke tempat duduk, untuk menunggu pesanan diantar ke meja mereka.
Dengan cekatan Aizar mengambilkan makanan dan minuman yang dipesan oleh kedua lelaki itu. Semestinya Devril yang mengantarkan makanan yang sudah siap, tapi entah kemana, tiba-tiba lelaki itu menghilang. Aizar pun keluar konter untuk mengantar sendiri, kebetulan juga tidak ada customer lain yang ingin mengorder makanan. Beberapa pelanggan sedang menikmati makanan.
“Selamat menikmati makanannya...” ucap Aizar kepada kedua lelaki itu setelah meletakan pesanan mereka di atas meja, lalu ia berbalik meninggalkan mereka kembali ke konter pemesanan.
Tidak lama kemudian salah satu dari lelaki itu melambaikan tangan memanggil Aizar. Aizar pun bergegas menghampiri meja pelanggan itu.
“Lihat ini... kamu mau membunuh aku ya...?!” ucap lelaki berjas hitam dan berambut kelimis memarahi Aizar. Rupanya dia menunjukan di dalam makanannya terdapat sebuah paku payung.
“Dan ini lihat..., kamu suruh aku minum air berisi bangkai cicak? Menjijikan...!” ujar teman si lelaki itu sambil memperlihatkan minuman yang dipesannya pada Aizar. Seperti yang diberitahu lelaki bertubuh gemuk itu, di dalam minuman itu memang terdapan seekor cicak yang sudah mati mengambang di permukaan gelas.
Semua orang yang mendengar pembicaraan Aizar dan kedua lelaki itu serta merta menghentikan makan mereka. Bahkan ada seorang wanita yang tiba-tiba merasa mual ingin memuntahkan makanannya.
“Maaf ya, Pak... tadi sudah aku pastikan baik-baik semua pesanan Bapak, dan benda-benda ini tidak sama sekali,” ucap Aizar coba menjelaskan.
“Lalu dari mana datangnya paku dan cicak ini? Apa kamu pikir tiba-tiba jatuh dari langit? Atau ada makhluk halus yang sudah menaruhnya? Begitu maksudmu?” tegas lelaki berjas itu dengan suara yang tinggi sambil menunjuk ke arah Aizar.
“Baik Pak, aku minta maaf... segera akan aku ganti makanan dan minumannya dengan yang baru,” ucap Aizar dengan tenang dan tidak ingin terpancing dengan kemarahan kedua lelaki itu.
“Tidak perlu...! Sekarang juga kamu panggil manager atau boss kamu! Aku ingin komplain pelayanan kamu yang buruk ini!” tegas lelaki bertubuh tambun menyuruh Aizar.
Aizar pun detik itu juga pergi ke belakang untuk memanggil Pongky seperti yang diinginkan kedua lelaki itu.
“Ceroboh sekali kamu itu, Aizar! Gara-gara kamu restoran ini bisa ditutup!” ucap Pongky memarahi Aizar setelah tahu masalah yang sedang terjadi.
“Sumpah, aku sudah pastikan makanan dan minuman yang aku berikan baik-baik saja. Justru, aku curiga mereka berdua berbohong. Mereka sendiri yang menaruh benda-benda itu ke dalam makanannya,” ujar Aizar menyampaikan dugaan yang dipikirkannya.
“Jaga ucapanmu, Aizar! Di restoran ini semua pelanggannya dari kalangan atas, tidak mungkin ada yang bertindak seperti itu. Jangan sekali-kali kamu berani menuduh mereka seperti itu, bisa-bisa masalah ini dibawa ke pihak berwajib. Bukan cuma restoran ini yang ditutup, kamu juga bisa dijebloskan ke dalam penjara. Paham kamu?!” tegas Pongky menakut-nakuti Aizar. Aizar pun memilih untuk berdiam diri.
Pongky bergegas menghampiri kedua pelanggan yang sedang marah besar itu, sedangkan Aizar memperhatikan dari balik konter pemesanan. Detik itu, instingnya mengatakan kalau Pongky bersekongkol dengan kedua lelaki itu untuk menjebaknya..
Sesuai rencana, Aizar membawa Satrio berkunjung ke rumah keluarganya setelah pulang dari kantor Aiwa. Selalu merasa kesepian setiap berada di rumah merupakan salah satu alasan, sehingga punya teman ngobrol di rumahnya yang besar dan mewah. Apalagi Kek Pram dan Nek Ariyanti sedang tidak ada di rumah, bertambah sepi sunyi sajalah rumah keluarga besar Pramudya itu.“Eh, Aizar, baru pulang, Nak?” ucap Cempaka yang sedang duduk bersantai di depan teras rumah sambil menikmati kudapan petang, saat melihat Aizar datang."Iya, Mah,” balas Aizar menyalami mamanya. “Ini staf-ku di kantor, namanya Satrio,” balas. Aizar memperkenalkan Satrio.“Sore, Bu…” sapa Satrio sambil menundukan sedikit tubuhnya.“Oh iya, kamu staf baru ya? Kelihatan masih muda sekali,” balas Cempaka sambil tersenyum penuh keramahan.“Rio masih magang, Mah,” ujar Aizar menjelaskan.“Lho…, maksudnya kamu anak kuliahan?”“Iya, Bu, saya sedang mengerjakan tugas akhir,” jelas Satrio.“Oh… berarti kamu seumuran dengan Aizar ya?”
Belum lama kembali ke ruang kerjanya, telepon di meja kerja Adirah berdering, “Halo, Dirah, tolong naik ke ruanganku sekarang,” ucap Aizar di sana saat ia mengangkat panggilan itu.Gawat! Pasti Aizar tahu aku baru saja menemui Pak Sony! pikir Adirah panik seketika.Huft! Adirah menghela napas perlahan sebelum keluar ruangannya, ia harus mempersiapkan jawaban sebaik mungkin jika nanti Aizar menanyakan pembicaraannya dengan Pak Sony.Sesampainya di ruangan Aizar, Adirah melihat Satrio masih ada di sana. Ia tampak sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon di meja kerja Aizar.“Dirah pada surat perjanjian yang kamu buat, ada beberapa bagian yang harus kamu revisi, terutama mengenai pasal tuntutan ganti rugi pada pihak klien seandainya prototype yang kita beli juga dijual atau dimiliki pihak lain. Nominal dendanya juga kamu ubah jadi 100 Juta. Pahamkan, Dirah?” ucap Aizar sambil menyerahkan file di tangannya pada Adirah.“Oh… iya baik, Pak, nanti akan aku revisi filenya,” jawab Adi
Di balkon ruang kerjanya Aizar tampak bertelanjang dada, lalu Satrio datang untuk memijatnya, “Pak Aizar sepertinya kurang istirahat,” ucap Satrio mulai menyapu krim urut di punggung Satrio.“Lebih tepatnya mulai banyak tanggung jawab yang harus aku jalankan, istirahat pun tidak akan pernah cukup,” ujar Aizar mulai memejamkan mata saat jari-jemari Satrio mulai memijatnya.“Belajar di mana kamu? Enak pijatanmu?” tanya Aizar merasa pijitan Satrio seperti seorang ahli terapis.“Sejak kecil aku sudah terbiasa memijat ayahku,” jelas Satrio.“Pijat seluruh badan bisa juga?” “Iya, bisa, Pak.”“Kapan-kapan aku mau coba, nggak apa-apa, kan?”Satrio hanya mengiyakan sambil terus memijat punggung Aizar yang tegap dan kekar, lalu ia pun memijat lengan Aizar yang kekar, “Bossku ini memang benar-benar lelaki perkasa,” batin Satrio sambil terus memijat Aizar.“Rio, jangan lupa pesan komputer untuk Furi, kirim langsung ke kantornya sore ini,” ujar Aizar tiba-tiba teringat janjinya pada Furi.“Siap,
“Dirah, kenalkan ini Furi, putri pemilik perusahaan Aiwa Group,” ucap Aizar memperkenalkan Furi yang duduk di sampingnya pada Adirah. Detik itu juga Adirah merasa tidak berarti apa-apa setelah tahu siapa sebenarnya wanita cantik yang bersama Aizar itu. Ternyata dia bukan wanita sembarangan, tetapi wanita dari kalangan atas, pikir Adirah.“S-saya Adirah, Bu…, sekretaris Pak Aizar,” ucap Adirah memperkenalkan dirinya pada Furi. “Bu Adirah imut sekali sih…, pasti Pak Aizar senang ya punya sekretaris muda seperti Bu Adirah ini…” ujar Furi sambil tersenyum pada Adirah. Adirah tak menduga kalau Furi ternyata memujinya, seketika itu juga membuat rasa percaya dirinya timbul kembali, “T-terima kasih, Bu…” ucapnya sambil sedikit menundukan badan.Sebaliknya Aizar merasa itu sindiran dari Furi, agar dia tidak macam-macam dengan sekretarisnya itu. “Adirah ini anak dari sekretaris Kek Pram, sekarang ibunya sudah pensiun, dia yang menggantikan,” jelas Aizar sekadar mengalihkan pembicaraan.“Oh b
“Furi…” ucap Aizar menyapa gadis yang duduk di depannya.“Hei, Aizar… biasa makan di sini juga rupanya?” balas Furi sambil tersenyum.“Nggak juga, ini pertama kali aku ke sini, diajak ini nih…” Aizar memperkenalkan Satrio pada Furi dan seorang wanita yang duduk di depannya. “Ini karyawan magang di kantorku, namanya Satrio,” jelas Aizar. Satrio di sampingnya hanya mengangguk sambil tersenyum pada Furi dan temannya. “Kalau ini, Santy, salah satu staf di kantorku,” balas Furi memperkenalkan wanita berkacamata mengenakan seragam ungu yang menemaninya makan. Wanita yang tampak seumuran dengan Furi itu mengangguk dan tersenyum pada Aizar dan Satrio.Kemudian Furi mengajak Aizar dan Satrio untuk makan bersamanya, tentu saja itu yang Aizar inginkan. Furi menyuruh pelayan menyambung meja di sebelah mejanya.“Kata Papah semalam kamu menelepon?” tanya Furi memulai obrolan. Aizar yang duduk di duduk di sampingnya mengiyakan. “Memangnya ada apa sih?” tegasnya.“Nggak, lagi gabut saja, nggak ada t
Kedekatan Satrio dengan pimpinan tertinggi Shine Group menjadi buah bibir di kalangan karyawan. Mengherankan, dalam waktu sehari Aizar kemana-mana didampingi Satrio. Tidak ubahnya seperti asisten pribadi yang harus selalu ada di sisi. Alhasil, peran Adirah seperti telah tergantikan olehnya. Padahal Adirah sudah lama menunggu-nunggu saat ini, menjadi sekretaris pribadi Aizar. Tapi, kenyataannya kini berbeda, apa yang dia harapakan agar bisa selalu bersama-sama dengan Aizar malah tergantikan dengan kehadiran si anak magang.“Adirah, kamu tolong siapkan saja berkas-berkas yang diperlukan untuk pembelian prototype alat elektronik yang baru,” pinta Aizar pada Adirah saat rapat beberapa menit lagi akan dimulai. “Iya, Pak, nanti selesai rapat akan aku kerjakan semua yang Bapak butuhkan,” jawab Adirah sambil menundukkan tubuhnya pada Aizar.“Sekarang saja kamu kerjakan, Dirah, jadi selesai rapat langsung bisa diserahkan pada klien,” pinta Aizar.“Bukannya sebentar lagi rapat akan segera dimu







