Tiga hari berlalu dengan cepat, Aizar sementara waktu menangguhkan pencarian ibunya, ia sedang menikmati pekerjaannya sebagai pelayan di restoran, setelah dua hari sebelumnya hanya bertugas sebagai seorang tukang bersih-bersih. Lastri yang semakin menyukai Aizar merasa pekerjaan itu tak pantas dilakukan oleh lelaki setampan itu.
“Aku bilang apa, Pak Pongky... baru tiga hari bekerja saja, anak dusun itu sudah diangkat jadi pelayan, apa lagi kalau sudah seminggu atau sebulan, pasti dia akan diangkat manager menggantikan Bapak,” ujar Devril saat ada kesempatan mengompori Pongky.
“Aku harus segera bertindak, tidak akan aku biarkan itu terjadi,” tegas Pongky sambil membulatkan kedua matanya ke arah Aizar yang sedang duduk di depan resto bersama Lastri membicarakan sesuatu.
“Aku sudah menemukan kamar indekos yang bisa kamu tempati mulai hari ini, jadi kamu tidak perlu tidur di restoran lagi,” ucap Lastri sambil memberikan kunci rumah yang sudah dibayarkan untuk Aizar.
Tentu saja Aizar merasa berterima kasih, sambil mengatupkan kedua tangannya pada Lastri.
Para karyawan mulai berbisik-bisik melihat kedekatan Aizar dang Lastri, bukan hanya Devril dan Pongky, bahkan karyawan perempuan pun mulai cemburu. Mereka merasa lebih berhak untuk mendapatkan Aizar, karena masih gadis dan sama mudanya, sedangkan Lastri hanya seorang janda dan usianya sudah kepala tiga. Tapi, memang tidak bisa dipungkiri sejak suaminya, pemilik restoran cepat saji itu meninggal karena kecelakaan, Lastri mulai mempercantik dirinya dengan melakukan perawatan dan spa dan salon kecantikan. Alhasil, siapa saja lelaki yang melihatnya pasti akan tergoda dengan kemolekan tubuhnya.
“Enak ya jadi peliharaan, Boss!” sindir Devril saat berpapasan dengan Aizar.
“Aku tidak minta apa pun, Bu Lastri yang memberinya. Kalau boss memberimu, apakah kamu berani menolaknya?” balas Aizar yang sedang membersihkan meja setelah ditinggal tamu.
“Bisa saja kalau aku mau,” ucap Devril sekadar beralasan.
“Silakan saja kalau kamu memang sudah siap dikeluarkan oleh Boss, kalau aku masih butuh pekerjaan walaupun sekadar untuk makan,” tegas Aizar.
Mendengar Devril dan Aizar sedang berdebat, Pongky memanfaatkan kesempatan itu untuk angkat bicara, menumpahkan unek-uneknya pada Aizar yang dalam tiga hari ini hanya bisa dia tahan.
“Hei, Aizar! Kamu sadar nggak, kehadiranmu di sini bikin resah semua anak buahku, lebih baik kamu mengundurkan diri saja, keberadaanmu di sini hanya bikin kekacauan!” ujar Ponky memarahi, sambil menunjuk wajah Aizar sambil membulatkan matanya.
“Walaupun kamu manager, kita sama-sama bekerja di sini, jadi kamu sama sekali tidak bisa memecatku. Aku hanya akan keluar dari restoran ini jika Boss yang menginginkannya,” tegas Aizar sambil menunjukan sikap kalau dirinya sama sekali tidak takut menghadapi seorang manager. Sikap berani karena benar sudah sejak kecil ditanamkan ayahnya pada diri Aizar.
“Baik, kalau kamu mau menantangku! Jangan panggil aku Pongky kalau aku tidak bisa menyingkirkan kamu segera mungkin dari sini!” ancam Pongky lalu mendengus kesal pada Aizar. Aizar menimpali kemarahan managernya dengan bersikap santai, ia tidak terpancing sedikit pun dengan ancamannya.
Sore hari saat pulang kerja, Lastri menjemput Aizar dengan mobil sedan merahnya. Darah Pongky mendidih melihatnya. “Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus segera bertindak!” gumam Pongy sambil merencanakan sesuatu yang buruk terhadap Aizar.
Dari restoran, Lastri mengajak Aizar menuju ke tempat indekos yang akan ditempati Aizar. Letaknya tidak begitu jauh, berada di belakang restoran.
“Naiklah, di depan saja,” ucap Lastri yang memandu sendiri mobilnya.
Aizar pun dengan perasaan sungkan menuruti keinginan bossnya, duduk di samping Lastri.
“Sekarang tidak apa-apa aku yang menyupiri kamu, tapi dalam waktu dekat kamu yang memandu mobil ini,” ungkap Lastri sambil menekan gas mobilnya, lalu melaju di jalan raya.
“Maaf, aku belum bisa...” ucap Aizar tertahan.
“Tenang saja, mulai besok aku akan sewa orang untuk mengajarimu memandu mobil,” potong Lastri yan telah merancanakan banyak hal pada Aizar, termasuk sesuatu yang sebentar lagi akan dia lakukan pada Aizar di dalam kamar indekosnya...
Sampai juga Lastri membawa Aizar ke dalam kamar indekosnya, sebuah kamar yang hanya berupa kamar tidur dan sebuah kamar mandi di dalamnya. Namun, yang membuat Aizar gembira melihat sebuah benda berbentuk kotak yang berada di atas meja di dalam kamar itu.Lastri menjelaskan penggunaan kamar mandi dan toilet, juga penggunaan listrik, untuk menghindari tagihan bulanan yang besar. Selain itu, Aizar diminta memperhatikan kerapihan lemari pakaian, kebersihan tempat tidur dan lantai kamar kosannya untuk kesehatan. Begitu yang Lastri beri tahu pada Aizar.
“Baik, Bu Lastri... semua akan aku lakukan,” ucap Aizar mengiyakan.
“Kalau di restoran, tidak apa-apa kamu panggil aku Bu Lastri, tapi kalau kita berdua begini panggil namaku saja. Paham kamu, Aizar,” jelas Lastri mengingatkan.
“Baik, Lastri...” ucap Aizar langsung mengikuti keinginan bossnya itu.
“Sebaiknya kamu mandi dulu, aku mau bantu memasukan pakaianmu ke dalam lemari,” pinta Lastri, Aizar pun segera menuju ke pojok kamar tempat kamar mandi berada.
Aizar membuka pakaiannya di depan pintu kamar mandi, tentu saja Lastri melihat dengan jelas tubuh Aizar yang kekar dan bertotot hanya terbungkus selembar celana dalam berwarna putih yang dibelikan Lastri.
Lastri yang sudah lama dahaga belaian seorang lelaki sejak ditinggal mati suaminya begitu tergoda pada diri Aizar, namun dia tidak ingin menjadi agresif, karena ia yakin dengan sering diberi ikan asin, seekor kucing akan menjadi penurut pada majikannya, demikian juga hal itu yang dilakukan Lastri pada Aizar.
Terdengar suara gemercik air di dalam kamar mandi yang tidak ditutup pintunya oleh Aizar, jiwa Lastri makin gelisah. Kalau dituruti, ingin rasanya ia masuk ke dalam sana, lalu mandi bersama dengan Aizar sambil berpelukan dan berciuman di bawah pancuran. Namun, semua itu harus bisa ditahannya, ia tidak ingin terkesan murahan di hadapan Aizar, apalagi dirinya seorang boss, ada wibawa yang harus ia jaga di hadapan Aizar.
Setelah suara gemercik air tak terdengar lagi, Lastri berinisiatif membawakan handuk mandi untuk Aizar yang masih berada di dalam tumpukan pakaian. Handuk itu tampak masih baru, sepertinya belum dipakai sama sekali.
Lastri pun berjalan mendekati pintu kamar mandi, hingga saat berdiri di depan pintu ia melihat tubuh Aizar tanpa ditutupi selembar benang pun, sehingga semua terlihat jelas olehnya.
“Kamu lupa bawa handuk ya? Pakailah ini jika selesai mandi,” ujar Lastri menyodorkan handuk berwarna putih pada Aizar. “Sini mendekatlah,” pinta Lastri menyuruh Aizar keluar dari kamar mandi lalu berdiri berhadapan dengannya. “Berbaliklah...” pinta Lastri menyuruh Aizar memunggunginya.
“Air mandi yang menempel di tubuhmu harus dikeringkan dengan handuk, termasuk rambut hingga kakimu,” ucap Lastri sambil mengelap butiran air yang menempel di tubuh Aizar dengan handuk. Aroma sabun mandi yang maskulin menguar dari tubuh lelaki itu hingga kian membangkitkan hasrat Lastri.
Setelah puas mengelap bagian belakang tubuh Aizar layaknya memperlakukan anak kecil yang habis mandi, Lastri pun menyuruh Aizar membalikan tubuhnya, detik itu jantung Lastri berdetak dengan cepat saat melihat dada Aizar yang kekar dan bagian perutnya yang sixpack. Terlebih lagi saat melihat bagian bawah Aizar yang tampak dipenuhi bulu-bulu lebat. “Dilap seperti ini ya kalau sehabis mandi,” ucap Lastri sambil membersihkan lagi titik air yang menempel di kulit Aizar yang berwarna kecokelatan.
Detik berikutnya, Lastri malah merebahkan tubuhnya di dada Aizar, lalu ia menarik ke dua tangan Aizar agar mendekap kedua bulatan di dadanya.
“Ayo pijatlah sesukamu...” pinta Lastri dengan suara mendesah pada Aizar.
“Hmm..., tidak apa-apa kah?” jawab Aizar ragu.
“Tidak ada siapa pun akan marah, aku wanita single...” jelas Lastri membujuk Aizar.
Aizar tentu saja tidak bisa menolaknya, tangannya mulai bekerja seperti yang diinginkan Lastri...
Bagi Adirah, pria bertubuh tegap dan gagah seperti Aizar adalah pria idamannya. Saat pertama kali bertemu, ia langsung jatuh hati. Namun, saat ini semua keinginan itu hanya dalam angan-angannya. Ia tak bisa berharap banyak pada Aizar, karena dia adalah seorang boss yang harus dilayani dan dihormati. “Yang penting Pak Boss senang, itu saja sudah cukup bagiku,” batin Adirah yang selalu curi-curi pandang untuk menikmati wajah Aizar setiap berdekatan dengannya.“Kenapa, Dirah?” tanya Aizar tiba-tiba menengok ke arah Adirah di depan meja kerjanya.“T-tidak apa-apa, Pak…” jawab Dirah gugup, lalu mengalihkan pandangannya ke layar komputer.“Sudah disusun semua laporannya?” tanya Aizar memastikan.“Sedikit lagi, Pa,” jawab Adirah.“Kalau sudah selesai langsung print saja ya. Aku mau ke balkon sebentar, menikmati udara pagi yang segar agar pikiranku lebih tenang saat rapat nanti,” jelas Aizar lalu berjalan keluar ruangan menuju taman di samping ruang kerjanya.“Duh, gagahnya Pak Boss-ku…” guma
Sambil memejamkan mata, tubuh Aizar mulai bergerak maju mundur di depan wajah Selina. Dalam situasi seperti itu, ia sudah tak memikirkan apa-apa, selain menuruti hasrat manusiawi yang haus dalam mereguk kenikmatan. Selina pun melakukannya dengan sepenuh hati semata-mata ingin membuat lelaki di depannya itu bahagia, sebagai balasan dan tanda terima kasih atas kebaikan hatinya.“Biar aku saja yang bersihkan,” ucap Selina saat Aizar telah mengeluarkan sari pati tubuhnya. “Terima kasih, Sel…” balas Aizar membiarkan Selina mengelap bagian bawahnya dengan tisu. Ia berdiri memperhatikan sambil mengelap keringat di dahinya.“Apa kamu mau duduk dulu atau…” ucap Selina setelah berdiri berhadapan Aizar.“Lebih baik aku pulang sekarang, Sel, besok pagi aku ada meeting,” jawab Aizar sambil menutup resleting celananya. “Terima kasih ya, Sel…” ucapnya sebelum keluar dari kamar Selina. Saat keluar dari dalam gang tempat tinggal Selina, tanpa Aizar sadari seseorang dari dalam mobil berwarna hitam be
Saat melewati kawasan pabrik Aiwa, Aizar teringat Selina. Keberhasilannya mengungkap penyelewengan prototype yang dilakukan Purnama, tidak lepas dari bantuan gadis itu. Detik itu, Aizar bermaksud untuk menemuinya. Amplop berisi uang pun sudah disiapkannya sebagai bentuk terima kasih atas pertolongannya. Namun, ia sedikit ragu karena tegangan dalam dirinya masih tinggi gara-gara digoda oleh wanita berdada besar di cafe. “Gimana, yah?” pikir Aizar gusar. “Masak aku tidak bisa menahan diri?” Aizar menyayangi Selina sebagai teman baik yang pernah menolongnya saat ia kesusahan, kini saatnya ia membalas kebaikannya itu, dan ia tak ingin dianggap mengambil kesempatan pada gadis itu. Aizar pun memutuskan untuk menemui Selina, ia memberhentikan mobilnya, lalu memarkir mobil sedannya itu di depan gang, lalu berjalan kaki menuju rumah sewa Selina yang dulu pernah dijadikan tempatnya menumpang sebelum ia bertemu keluarganya.Di rumah kontrakan itu ada tiga kamar terpisah. Suasana di sana sud
“Sekarang tinggal memastikan, apakah Anastasia pemilik CV Sinar Sentosa itu adalah istri Purnama,” ucap Aizar masih di dalam ruang kerja Purnama bersama Adirah.“Coba saja telepon nomor telepon di kartu namanya itu,” saran Adirah.Aizar pun mengiyakan, lalu meminta Adirah untuk menghubungi nomor telepon CV Sinar Sentosa.Kring…. Kring… kring…! tiga kali telepon berdering, namun tidak ada orang yang menjawab.“Mungkin kantornya sudah tutup, Pak,” ucap Adirah menutup gagang telepon di tangannya.“Coba sekali lagi, Adirah,” pinta Aizar.Adirah pun memutar kembali nomor telepon pada kartu nama di tangannya.Kring! Suara telepon kembali berdering.“Halo,” akhirnya seorang lelaki menjawab di sana. Adirah pun membuat pelantang suara agar Aizar dapat mendengar pembicaraannya. “Selamat malam, apa benar ini CV Sinar Sentosa?” tanya Adirah dengan sedikit berdebar.“Maaf, ini dari mana ya Bu? Dan ada keperluan apa?”“Saya dari PT Permata ingin bicara dengan Bu Anastasia pemilik CV Sinar Sentosa,
Aizar masuk ke dalam ruang kerja Purnama untuk mencari berkas-berkas berhubungan dengan CV Sinar Sentosa. Sedangkan Adirah menyalakan komputer untuk mencari data-data penting yang tersimpan di sana. Berkas-berkas di atas meja sudah Aizar periksa satu per satu, namun belum ada petunjuk yang ia dapati. Kemudian ia membuka laci meja kerja Purnama, ada banyak barang-barang di dalamnya, mulai dari alat tulis, notes, dan folder berisi kartu nama. Aizar mengeluarkan folder persegi panjang itu, lalu meletakkannya di atas meja. Satu per satu ia membaca kartu nama di dalamnya. Ada beberapa kartu nama staf Shine Group, termasuk kartu nama Sony ada di dalamnya, juga kartu nama dari staf beberapa perusahaan ternama. Pada lembar terakhir folder itu mata Aizar tertuju pada sebuah kartu nama berwarna silver, ada nama seorang wanita di sana, Anastasia Putri, chief CV Sinar Sentosa. “Dapat!” ujar Aizar membuat Adira terkejut.Aizar pun menunjukkan kartu nama itu pada Adirah. Di dalamnya ada nomor te
Di lorong rumah sakit yang sunyi, Aizar duduk menunggu bersama Kek Pram. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk menceritakan hasil penyelidikannya di kantor Aiwa…“Aku sudah mendapatkan dokumen penting itu, Kek,” ucap Aizar dengan memelankan suaranya. “Relasi Aiwa dalam penyediaan prototype barang elektroniknya berasal dari CV. Sinar Sentosa. Apakah sama dengan perusahaan yang memasok prototype untuk perusahaan kita, Kek?” tambahnya memastikan.“Sinar Sentosa? Beda, Nak. Tapi, saran Kakek selidiki lagi perusahaan tersebut. Siapa tahu ada hubungannya dengan perusahaan yang memasok prototype ke perusahaan kita. Kalau itu sampai terbukti kita bisa menuntutnya,” jelas Kek Pram.Aizar menyadari misinya belum selesai, masih ada kemungkinan keterlibatan Sony dalam pengadaan prototype di Aiwa.“Besok pagi akan ada rapat direksi di kantor, kamu harus hadir, jangan sampai kesiangan. Modal utama seorang pimpinan yang baik adalah selalu tepat waktu, agar menjadi contoh pada bawahanmu,” ucap Kek Pra