Share

Chapter 5

Author: Pejuang Pena
last update Last Updated: 2025-05-09 18:26:53

Timothy menginjak rem mendadak, mobilnya berhenti dengan bunyi decitan ban yang nyaring di jalanan sepi pinggiran kota. "Ada apa?" tanyanya, bingung, tatapannya tertuju pada Rafael yang tampak gelisah di sampingnya. Hujan gerimis mulai turun, membasahi kaca mobil dan jalanan.

Namun, tanpa menjawab pertanyaan Timothy, Rafael sudah membuka pintu mobil dan berlari menuju sebuah mobil mewah yang ringsek akibat menabrak pohon besar di sisi jalan. Mobil itu tampak hancur di bagian depan, bodi mobil penyok parah, dan asap tipis mengepul dari kap mesin. Timothy baru bereaksi setelah melihat Rafael berlari, ia segera keluar dari mobil dan mengejar Rafael yang sudah sampai di dekat mobil yang mengalami kecelakaan tunggal itu.

Rafael, yang sepertinya mengenali pemilik mobil itu, langsung berusaha membuka pintu, namun pintunya terkunci dari dalam. Dengan panik, ia mencari sesuatu untuk memecahkan kaca mobil. Matanya menangkap sebuah batu besar di pinggir jalan.

"Hey, apa yang kau lakukan?!" Timothy berteriak panik, menarik Rafael yang sudah bersiap untuk melemparkan batu ke arah kaca mobil. Hujan semakin deras, membasahi tubuh mereka.

"Ada seseorang di dalam, sepertinya dia pingsan setelah menabrak pohon," jelas Rafael, napasnya tersengal-sengal.

Mendengar itu, Timothy langsung membantu Rafael. Bersama-sama, mereka mencari benda yang lebih tepat untuk memecahkan kaca. Timothy menemukan sebuah gagang palu kecil di dalam mobilnya.

Prang!

Kaca mobil pecah dengan suara yang nyaring, menciptakan serpihan kaca yang beterbangan. Rafael segera membuka pintu mobil yang rusak. Dan benar saja, di dalam mobil itu terdapat seorang wanita yang terkapar tak sadarkan diri. Itu Gruzeline, wajahnya pucat pasi, darah segar mengalir dari pelipisnya. Rafael segera mengeluarkan Gruzeline dari dalam mobil yang ringsek itu, dengan hati-hati dibantu Timothy. Hujan deras terus mengguyur mereka.

Rafael dan Timothy, dengan hati-hati, membawa wanita tak dikenal itu ke dalam mobil Timothy. Suasana di dalam mobil terasa tegang. Hujan masih terus turun dengan derasnya, membuat kaca mobil diselimuti butiran air. Timothy sesekali melirik Rafael melalui spion dalam, ia menangkap sesuatu yang aneh di mata Rafael saat pria itu menatap wanita yang terbaring lemas di kursi belakang. Sebuah ekspresi yang sulit diartikan, campuran kekhawatiran dan… sesuatu yang lain.

"Kita pergi saja ke apartemenku," ucap Rafael tiba-tiba, suaranya terdengar datar, menghentikan lamunan Timothy.

Timothy mengerutkan dahi, "Bukankah kita harus ke rumah sakit?" tanyanya, kebingungan.

"Turuti saja permintaanku," jawab Rafael, nada suaranya tegas. Ada sesuatu yang tak biasa pada Rafael.

Timothy hanya bisa menuruti perintah Rafael, meski mereka berteman baik, tetapi Rafael juga atasannya di kantor. Mobil berhenti di depan sebuah gedung apartemen mewah di jantung kota New York, bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi di tengah hiruk pikuk kota. Saat Timothy hendak membantu Rafael membawa wanita itu, Rafael menolak. Dengan gerakan cepat dan terampil, Rafael sendiri yang menggendong wanita itu menuju mansion mewahnya.

"Panggilkan dokter," pinta Rafael, suaranya terdengar dingin saat mereka berada di dalam lift yang mewah dan sunyi.

Timothy hanya mengangguk, perilaku Rafael benar-benar di luar dugaan. Pria itu biasanya acuh tak acuh pada wanita, bahkan sering menggoda mereka. Namun, kali ini, Rafael bertindak sangat berbeda. Ia bahkan langsung meminta Timothy untuk menghubungi dokter pribadi untuk memeriksa wanita yang baru saja mereka temukan. Timothy semakin curiga, ada sesuatu yang disembunyikan Rafael.

Sesampainya di dalam mansion yang megah, Rafael membawa wanita itu ke kamar pribadinya, sebuah ruangan yang hanya boleh dimasuki olehnya. Timothy semakin curiga, namun ia memilih untuk diam, menunggu penjelasan dari Rafael.

"Dokter akan segera datang," lapor Timothy.

Rafael tidak menjawab, tatapannya tertuju pada wajah wanita itu yang masih terpejam. Ekspresi wajahnya tenang, tapi ada kesedihan yang tersirat. Dengan gerakan lembut, Rafael mengambil tisu untuk membersihkan darah yang masih mengalir dari pelipis wanita itu. Suasana di dalam kamar terasa hening dan tegang.

Tak lama kemudian, seorang dokter pribadi tiba, berpakaian rapi dan membawa tas medis. Rafael langsung meminta dokter itu untuk memeriksa wanita yang terbaring di ranjang besar di kamarnya. Suasana kamar mewah itu terasa tegang, hanya diiringi suara tetesan air hujan dari luar jendela. Setelah beberapa saat memeriksa, dokter itu selesai.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya luka ringan saja. Tapi, sepertinya dia terlalu memforsir dirinya, saya mendapati tekanan darahnya cukup tinggi," jelas dokter itu, nada suaranya tenang dan profesional. Ia menyerahkan resep obat kepada Rafael.

Rafael hanya mengangguk, ia meminta Timothy untuk membelikan obat yang telah diresepkan dokter. "Pesankan makanan juga," tambahnya, suaranya terdengar datar.

Timothy mengangguk patuh, lalu bergegas pergi untuk menjalankan perintah Rafael. Rafael kembali masuk ke dalam kamarnya, di mana wanita itu masih terbaring dengan pakaian basah yang menempel di tubuhnya. Cahaya remang-remang dari lampu kamar menerangi wajah wanita itu yang terlihat begitu damai dalam tidurnya.

"Kau memiliki sesuatu yang begitu menarik untukku, tapi apa?" gumam Rafael pada dirinya sendiri, tatapannya terpaku pada wajah tenang wanita itu. Ia merasa ada daya pikat yang kuat dari wanita yang baru saja ia temukan ini.

Rafael mendekat, niatnya hendak mengganti pakaian basah wanita itu dengan pakaian kering yang telah ia siapkan. Namun, aroma parfum yang lembut dan memikat tercium dari tubuh wanita itu, membuatnya bergairah. "Shit!" umpatnya, sesuatu di dalam dirinya tiba-tiba menegang.

Rafael meneguk ludah, tatapannya tertuju pada leher jenjang wanita itu yang terekspos. "Argh!" Ia mengeram, menahan hasrat yang tiba-tiba membuncah. Tubuhnya bergetar.

"Peduli setan!" Umpatannya terdengar kasar, ia langsung membuka celananya, tatapannya tertuju pada dirinya sendiri yang sudah siap "bertarung". Kegelapan menyelimuti ruangan, hanya cahaya lampu remang-remang yang menerangi sebagian kamar.

Dia membelai lembut "senjatanya", jari-jarinya bergerak dengan hati-hati, tatapan matanya tetap tertuju pada wanita yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang besar itu. Cahaya remang-remang kamar hanya cukup untuk menerangi sebagian ruangan, menciptakan bayangan-bayangan yang aneh. Terlihat gila memang, tapi ini satu-satunya cara untuk menuntaskan sesuatu yang sudah lama tertahan.

Rafael menggeram, suaranya serak menahan kenikmatan yang baru saja ia rasakan kembali setelah sekian lama. Gerakannya semakin cepat, tatapan matanya semakin gelap, dipenuhi oleh hasrat yang membara. "Argh! Shit!" Umpatannya terdengar kasar, sesuatu menyembur dari "senjatanya", menandai pelepasan hasrat yang terpendam.

Nafas Rafael memburu, namun sebuah senyuman puas terukir di bibirnya. Ia berhasil mengeluarkannya. Tatapannya tertuju pada wanita itu, tiba-tiba sebuah kilatan intens melintas di matanya, seolah ia baru saja menyadari sesuatu. Ekspresinya berubah, dari kepuasan menjadi… keheranan?

Di luar kamar, Timothy yang sudah kembali dari membeli obat dan makanan, diam-diam menyaksikan dan mendengar apa yang terjadi di dalam kamar Rafael. Ia cukup terkejut melihat Rafael "bermain" sendiri dengan wanita di ranjang itu, menggunakan wanita itu sebagai objek fantasi seksualnya. Namun, sebuah pertanyaan besar muncul di benaknya. Bukankah Rafael impoten? Bagaimana mungkin ia bisa melakukan itu? Keheranan dan kebingungan tergambar jelas di wajahnya. Ia terpaku di tempat, tak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Little Secret    Chapter 6

    Gruzeline mengerjapkan mata, kepala berdenyut hebat hingga membuatnya meringis. Kain kasa dingin terasa menempel di keningnya, sedikit lengket karena darah yang telah mengering. "Sial!" Umpatan lolos dari bibirnya, menyesali keputusannya untuk menolak tawaran Ka Risella agar Marko mengantarnya pulang. Kecelakaan itu masih terasa nyata, bayangan mobil yang menghantamnya masih berputar di kepalanya. Ia terbaring di atas kasur berbahan sutra lembut, aroma lavender samar-samar tercium. Pandangannya berputar, mengamati ruangan yang asing. Bukan rumah sakit. Dinding-dinding berwarna krem dihiasi lukisan abstrak, sebuah vas berisi bunga anggrek putih tertancap di meja sudut. "Ini...ini kamar siapa?" gumamnya, tubuh gemetar hebat. Trauma penculikan beberapa tahun lalu kembali menghantuinya. Bayangan gelap itu seakan-akan masih mengejarnya. Pakaiannya telah berganti, sebuah piyama katun halus kini membalut tubuhnya. Kepanikan membuncah, bercampur dengan rasa sakit yang menusuk. Gruzeline b

  • Little Secret    Chapter 5

    Timothy menginjak rem mendadak, mobilnya berhenti dengan bunyi decitan ban yang nyaring di jalanan sepi pinggiran kota. "Ada apa?" tanyanya, bingung, tatapannya tertuju pada Rafael yang tampak gelisah di sampingnya. Hujan gerimis mulai turun, membasahi kaca mobil dan jalanan. Namun, tanpa menjawab pertanyaan Timothy, Rafael sudah membuka pintu mobil dan berlari menuju sebuah mobil mewah yang ringsek akibat menabrak pohon besar di sisi jalan. Mobil itu tampak hancur di bagian depan, bodi mobil penyok parah, dan asap tipis mengepul dari kap mesin. Timothy baru bereaksi setelah melihat Rafael berlari, ia segera keluar dari mobil dan mengejar Rafael yang sudah sampai di dekat mobil yang mengalami kecelakaan tunggal itu. Rafael, yang sepertinya mengenali pemilik mobil itu, langsung berusaha membuka pintu, namun pintunya terkunci dari dalam. Dengan panik, ia mencari sesuatu untuk memecahkan kaca mobil. Matanya menangkap sebuah batu besar di pinggir jalan. "Hey, apa yang kau lakukan?!"

  • Little Secret    Chapter 4

    Gruzeline mengedipkan sebelah mata nya, dia melepaskan tangan Rafael dan pergi ke atas podium. Jantung Rafael seketika berdebar dengan kencang, pria itu benar - benar merasa sesuatu di bawah sana bereaksi kembali hanya dengan kedipan manja dari dari wanita itu. Musik mulai mengalun, dan Rafael kembali tersadar dari lamunan nya. Dia langsung menatap ke arah atas podium, dimana wanita itu tengah meliuk - liuk dengan sangat menggoda. Rafael semakin merasa sesak di celana nya, pria itu menatap ke arah celana nya yang sudah menggembung. "Tim." Panggil Rafael pelan, dia tak percaya dengan apa yang dia lihat. Maka dari itu, Rafael meminta Timothy untuk meyakinkan diri nya. Timothy langsung menoleh saat dia di panggil oleh Rafael, " Ada apa?" Tanya nya yang belum menyadari tatapan Rafael. Namun karena Rafael tak menggubris nya, dan terus menatap ke arah sensitif milik nya, mau tak mau Timothy mengikuti arah pandang pria itu. Dia cukup terkejut saat dia juga melihat gembungan di celana Raf

  • Little Secret    Chapter 3

    Rafael memejamkan matanya saat menciumi bau yang masih tertinggal, pria itu kembali membuka matanya dan menoleh ke kebelakang, dimana wanita itu pergi. Sesuatu di dalam dirinya seolah dimanjakan hanya dengan bau wangi dari wanita itu."Hey, bung. Ada apa?" Tanya Timothy karena Rafael terus melamun.Rafael menggeleng, " Ah, tidak." Jawab nya dengan dada yang berdebar kencang.Pria itu menatap sesuatu di balik celana nya yang mulai menunjukkan tanda - tanda akan bangkit, saat wangi itu masih tertinggal, namun kini miliknya kembali tidur setelah wangi dari wanita itu ikut menghilang."Seperti perkataan ku tadi, ayo kita kembali mencoba nya. Aku memiliki rekomendasi klub malam dari teman ku, dan dia mengatakan di sana ada seorang striptis yang menari begitu menggoda." Bisik Timothy pada kalimat terakhir nya.Rafael terdiam sejenak, dia kembali menatap sesuatu yang di apit kedua pahanya itu. Dia tak mungkin salah, milik nya tadi terasa merespon dengan wangi wanita, dan mungkin saja jika di

  • Little Secret    Chapter 2

    Setelah kepergian nyonya O'niel, Rafael menghela nafas lelah. Pria itu memanggil Timothy menggunakan telpon kantor. Tak lama, pria itu datang. "Ya, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Timothy. "Batalkan rapat hari ini, aku akan pergi." Ucap Rafael yang membuat Timothy menghela nafas."Kau tidak bisa terus membatalkan rapat setiap Bibi datang, lagipula aku sudah mengatur rapat ini berulang kali, tapi lagi - lagi di batalkan begitu saja." Ucap Timothy, dia kini berbicara sebagai seorang teman. Rafael menatap tajam pada asisten nya itu," Lakukan saja. " Perintah nya mutlak. Timothy hanya bisa mengangguk, jika sudah seperti ini Rafael sulit untuk di ajak kerja sama. Pria itu kembali keluar dan akan kembali mengatur waktu untuk rapat tersebut. Rafael menyandarkan tubuh nya pada sofa, pria itu memejamkan mata nya dan memijat kening nya yang terasa sangat sakit. . . . Gruzeline baru saja terbangun dari tidur nyenyak nya, dia menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul delapan

  • Little Secret    Chapter 1

    Suara musik terdengar memenuhi ruangan yang di penuhi oleh orang - orang yang tengah menikmati kehidupan malam nya. Di ruangan terpisah, ruangan yang selalu di penuhi oleh pria - pria, seorang wanita tengah meliuk - liukkan tubuh nya dengan lihai dan eksotis. Para pria itu tengah mencuci mata mereka dengan gerakan indah nan menggairahkan di depan sana, bahkan ada dari mereka yang meminta salah satu wanita yang di sediakan di sana untuk naik ke atas pangkuan nya. Di tengah suara musik yang beradu dengan suara desahan di dalam ruangan itu, seorang wanita tengah menari memeluk tiang dengan gerakan yang menggoda. Dia mengabaikan suara desahan dari mereka yang tengah menikmati surga dunia bersama dengan wanita bayaran. Fokusnya kini adalah menari dan menyelesaikan tarian nya sampai musik yang mengiringi nya berhenti mengalun. Malam semakin larut, tamu semakin banyak berdatangan ke dalam ruangan itu untuk melihat penampilan nya. Mereka bahkan terang - terangan menatap penuh minat pa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status