Share

Lord The Bastard
Lord The Bastard
Penulis: Langit Senja

Malam Penuh Masalah

Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum.

"Bos, apa ada yang kau pilih?"

"Ga ada yang pas buat malam ini."

"Kenapa? Ga tau, lagi males aja!"

"Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"

Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi.

"Buat kalian aja, kalau kalian mau."

"Oke bos!"

Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka.

"Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?"

"Hai, siapa namamu?"

"Aku?"

"Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"

"Oh ya, maafkan saya Pak. Saya Raline."

"Oke, Raline duduklah dan temani kami minum!"

Salah satu teman Ryan, James mendudukkan wanita bernama Raline itu di samping mereka. Dia agak terlihat risih, dan berusaha bangkit dari duduknya.

"Maaf, Pak! Tugas saya hanya mengantarkan minum saja. Bukan menemani kalian. Permisi!"

Raline bangkit dan hendak berbalik ke belakang. Tapi ketiga teman Ryan memegangi pundaknya sambil tertawa terbahak-bahak.

"Duduk dan temani kami minum! Akan kuberikan satu bulan gajimu untuk mengganti waktumu yang hilang itu!"

Raline terlihat berpikir, dia menimbang-nimbang tawaran itu. Setelah beberapa menit berpikir akhirnya dia setuju untuk melakukan hal itu.

"Baiklah, karena aku sedang sangat membutuhkan uang, aku bersedia menemani kalian minum. Tapi, hanya sebatas menemani minum, tidak hal lainnya."

Ketiganya mengangguk, sedang Ryan hanya diam memperhatikan. James, Brian dan Steve memaksa Raline untuk minum terus-menerus. Raline sudah berusaha menolak, tapi mereka tetap memaksa.

Digelas kesepuluh, Raline sudah terlihat mabuk. Ketiganya saling memberi kode, untuk membawa Raline ke kamar hotel yang terletak di atas Klub malam ini.

Mereka mengajak serta Ryan ke dalam kamar hotel. Raline dipapah oleh mereka menuju kamar hotel. Dia hanya menurut saja, karena sudah hilang kesadarannya.

Sampai di dalam kamar, Raline ditidurkan di atas ranjang berukuran besar. Ketiganya mempersilahkan Ryan, untuk mencicipi Raline terlebih dulu.

Ryan diam, dia memandang Raline dengan tidak berminat sama sekali. Ryan mundur, dia mempersilahkan teman-temannya saja yang melakukan permainan itu.

"Kenapa Bos?"

"Aku sedang malas! Kalian saja!"

"Beneran Bos? Kali ini buat kami?"

"Ya."

Raline bergerak, sedikit bangun menatap kearah Ryan. Dia tersenyum dengan sangat manis.

Brian dan Steve memegangi dua tangan Raline agar dia tidak berontak. Sedang James, sudah bersiap menelanjangi Raline dengan sangat kasar dan penuh nafsu.

Raline sedikit sadar, dia memohon untuk dilepaskan oleh ketiganya. Raline menangis, ingin berteriak setelah sedikit sadar dengan apa yang sedang terjadi di kamar itu.

Sayangnya, mulut Raline segera disumpal oleh mereka. Kali ini, entah kenapa hati Ryan sedikit bergetar melihat kelakuan brengsek teman-temannya itu.

Baju atasan kemeja Raline sudah lepas, kini mereka juga sedang merobek rok selutut milik Raline. James melakukannya sambil tertawa terbahak-bahak. Dia sangat menikmati pemandangan manis yang ada di depannya itu.

Setelah baju seragam Raline berhasil terlepas, kini yang tersisa hanya tinggal dalamannya saja. James meraba bagian dalaman itu dan berniat segera merobeknya juga.

Raline memandangi Ryan yang berada tak jauh dari mereka. Raline meminta pertolongan lewat tatapan netranya. Ryan yang sedang duduk, menangkap netra gadis itu. 

Netra itu mengeluarkan airmata yang sangat deras. Suaranya hendak keluar tapi tercekat oleh kain yang disumpalkan kemulutnya.

Ryan bangkit dari duduknya dan mendekat kearah teman-temannya. Dia singkirkan tangan teman-temannya dari tubuh wanita malang itu.

"Singkirkan tangan kalian dari tubuhnya!"

"Ada apa Bos? Apa anda ingin jadi yang pertama?" tanya James.

"Apa biasanya kita sebrengsek ini dengan banyak wanita?"

"Tidak, rata-rata para wanita itulah yang menyerahkan tubuh mereka pada kita," jawab Brian.

"Kalau begitu lepaskan dia! Berikan dia hanya untukku! Pergi dan tinggalkan kami berdua di kamar ini!"

"Apa? Apa kami tidak salah dengar? Bukankah tadi kau bilang, kau tak menginginkanya? Kau menyerahkan dia pada kami? Kenapa sekarang kau berubah pikiran seperti ini?" James sedikit emosi.

"Apa aku butuh alasan untuk melakukan hal yang kuinginkan?"

Ryan mendelik menatap James. Rahangnya mengeras, pertanda emosinya mulai keluar.

"Baik Bos. Kami akan pergi sekarang juga," ucap Steve menengahi.

"Jadi, kami harus mencari wanita lain lagi? Tidak bolehkah kami mencicipinya setelahmu?" James masih berkeras.

"Tidak! Aku berubah pikiran! Aku sudah menginginkannya! Kalian cari saja wanita lain yang seperti biasanya. Menawarkan tubuh mereka pada kalian!"

"Tapi...-"

James masih terus berkeras menginginkan Raline. Steve dan Brian berusaha menariknya.

"Apa? Apa masih kurang jelas perintahku tadi?"

"Baik Bos! Kami mengerti."

Ketiganya kemudian pergi meninggalkan Raline dengan Ryan. Ryan segera menggendong Raline yang sudah jatuh pingsan lagi. Ryan juga menarik sumpal kain dimulutnya.

Ditidurkannya Raline di atas ranjang kemudian tubuhnya dia tutupi dengan selimut tebal. Ryan menatap kembali wajah Raline yang masih terlihat cantik meskipun sedang tertidur.

Setelah puas memandangi, Ryan mengusap wajah manis itu dengan jari-jari tangannya. Puas membelai wajah pulas itu, Ryan tidur disebelah Raline sampai keesokan harinya.

Esoknya, tubuh Raline mulai bergerak. Perlahan dia membuka netranya, tapi kemudian sinar matahari membuat matanya silau. Dia terbangun dengan kepala yang sakit dan badan yang terasa sangat pegal.

"Kau sudah bangun?" tanya Ryan disebelahnya.

Raline melihat sekeliling kamar, dia mencari asal suara itu.

"Aku di sampingmu. Tidur nyenyak semalaman bersamamu."

Netra Raline kini menangkap sosok yang mengeluarkan suara tadi. Dia kaget luar biasa, melihat ada sesosok lelaki tampan tidur tanpa pakaian di sampingnya.

Jantungnya berdegup kencang. Dia segera memeriksa keadaan dirinya sendiri. Raline membuka selimutnya dan histeris ketika melihat dirinya polos tidak memakai apapun.

"Aaarggghhh...!!"

"Hei! Berisik! Kenapa kau berteriak ditelingaku bodoh!"

"Apa yang kau lakukan padaku? Kenapa aku bisa berada di tempat ini bersamamu? Satu kasur denganmu tanpa sehelai benang pun?"

Raline menjerit dan menangis histeris. Ryan hanya diam tanpa berkata apapun. Dia menunggu hingga Raline selesai menangis.

"Kenapa kau hanya diam saja? Apa yang sebenarnya terjadi semalam padaku?"

Masih sambil berderai airmata dia bertanya kepada Ryan. Ryan mulai tertarik, dia mendekat kearah Raline.

Sedang Raline, merasa takut. Sangat takut, dia mundur hingga terpojok oleh tembok kamar hotel itu. Tangannya masih sibuk menutupi tubuhnya dengan selimut tebal.

"Apa yang ingin kau lakukan? Menjauhlah dariku!"

"Aku, ingin tahu siapa kamu."

Ryan semakin dekat lagi, kini kedua tangannya berhasil mengurung tubuh wanita itu. Wanita itu memejamkan mata dan mengkerut ketakutan.

"Raline, nama yang bagus."

Raline menoleh kearah Ryan. Ternyata dia mengambil dompet yang terletak di atas nakas di samping tembok tempat Raline bersandar.

"Ya, itu aku! Cepat menyingkir dariku!"

Raline berusaha mendorong tubuh Ryan, tapi Ryan hilang keseimbangan dan tubuhnya jatuh menindih tubuh Raline. 

"Minggir!"

"Tidak!"

"Minggir!"

Ryan menutup mulut Raline dengan tangannya. Karena tiba-tiba ada suara ketukan dari luar kamar mereka.

___To be continue__

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status