Share

Hilang Kesadaran

Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya.

"Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."

Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.

Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali.

"Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"

Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan.

"Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"

Raline kembali mengangguk, Ryan kembali membuka dekapan tangannya, kali ini Raline menepati janjinya. Dia diam tak memberontak.

Ryan turun dari ranjang mereka, memakai celana dan bajunya untuk segera bergegas membukakan pintu kamar mereka.

"Selamat pagi Tuan."

"Kau? Bagaimana kau tahu aku di tempat ini?"

"Mencari anda sangat mudah bagiku Tuan."

"Ada apa kau menggangguku pagi-pagi begini?"

"Tuan Andreas mengancam akan membatalkan kontrak kerja kerasnya dengan perusahaan kita jika anda kekeh tidak ingin menikahi putrinya."

"Persetan dengan dia! Aku tak peduli!"

"Tapi Tuan, dia merupakan satu dari sepuluh pemegang saham terbesar di perusahaan kita."

"Sudah kubilang aku tak peduli! Biarkan dia dengan keputusannya, kalau memang dengan hengkangnya dia dari perusahaan kita membuat kita rugi, kita tinggal kasih pelajaran saja padanya."

"Apa maksud Tuan seperti biasanya?"

"Ya, seperti biasanya. Hancurkan dia sampai dia lupa bagaimana caranya dia sampai ke posisinya saat ini!"

"Baik Tuan, akan segera saya laksanakan! Saya permisi dulu."

"Tunggu!"

"Ada hal lain yang bisa saya bantu Tuan?"

"Ya, beritahu sekertarisku batalkan semua schedule milikku hari ini! Aku ingin libur satu hari ini saja."

"Baik Tuan, ada lagi?"

"Bawakan aku segelas kopi dan susu hangat. Juga belikan aku sebuah pakaian wanita. Ukuran dan modelnya kukirimkan via ponselmu nanti."

"Baik Tuan."

Pengawal Ryan yang sudah berusia lebih dari setengah abad itu hanya menyetujui semua permintaan Tuannya itu.

Dia tak berani sama sekali untuk bertanya atau menolak perintah dari Ryan. Meskipun kadang perintahnya itu terkesan absurd.

Ryan kembali menutup pintu kamarnya, kemudian dia melepas kembali kaus miliknya dan bergegas naik ke atas ranjang miliknya tadi.

Dengan perlahan dia kembali menindih tubuh Raline yang matanya sedang terpejam itu.

"Apa kau sedang tidur?"

Ryan bertanya kepada Raline sambil membelai wajah dan memainkan rambut Raline.

Seketika wajah Raline berubah menjadi pucat pasi. Dia membuka mata indahnya dan mendelik kearah Ryan seperti menahan sesuatu.

Ryan suka sekali pada mata indah milik Raline, apalagi saat dia mendelik, Ryan dibuat sangat gemas olehnya.

Dengan sekuat tenaga Raline mendorong tubuh Ryan yang berada di atas tubuhnya itu. Ryan terdorong ke samping, dia menopangkan satu lengannya untuk kepala bagian belakangnya. Tubuhnya miring, menatap intens masih kearah Raline.

"Kuat sekali tenagamu! Apa yang ingin kau lakukan dengan mendorongku?"

Raline segera bangkit dari ranjang itu. Dia berlari ke toilet yang berada di pojok kamar. Raline sudah tidak peduli lagi dengan pakaiannya.

Dia terus berlari, hingga tangannya menggapai wastafel kamar mandi. Dia memuntahkan semua isi dalam perutnya.

Raline muntah-muntah tak berhenti sama sekali. Ryan penasaran dengan apa yang terjadi pada Raline.

Dia mengikuti Raline masuk ke dalam kamar mandi dan membuka pintu kamar mandi itu.

Masih dalam kondisi muntah parah, Raline mendapati bayangan Ryan dalam kaca wastafel. Dia segera menutupi tubuhnya yang setengah telanjang itu dengan kedua tangannya.

"Hai!! Kenapa kau masuk ke dalam toilet saat ada seseorang di dalamnya! Itu sangat tidak sopan!"

"Aku hanya khawatir kepadamu. Lagipula, untuk apa kau menutupi tubuhmu seperti itu! Aku bahkan sudah tau semua rasa dan lekuk tubuhmu!"

"Kau sangat menjijikan!"

Ryan mendekat, dia memeluk Raline dari belakang, Raline tak kuasa untuk berontak. Tubuhnya benar-benar lemas saat ini.

"Lepaskan aku!"

"Tidak!"

"Lepas!!"

"Baiklah, kalau itu maumu."

Ryan melepaskan pelukannya, Raline lemah dan hilang keseimbangan. Kepalanya terasa sangat sakit dan matanya berbayang.

Raline hampir saja jatuh kalau Ryan tidak dengan sigap menangkapnya. Kini tubuh Raline, berada dalam dekapan Ryan.

Ryan menggendong Raline kembali ke ranjang mereka. Saat kedua kulit mereka saling bersentuhan, ada gelenyar aneh dalam diri Raline yang ia rasakan.

Belum lagi aroma tubuh Ryan yang sangat tercium olehnya. Aroma maskulin khas laki-laki yang sedikit tercampur keringat.

Juga bulu halus yang berada di dada Ryan yang membuat sensasi saat bersentuhan dengan kulit Raline.

Ryan menidurkan Raline kembali di ranjang dengan sangat  berhati-hati. Raline memejamkan matanya dan memijat pelipisnya.

Ryan merangkak naik ke atas ranjang. Memposisikan tubuhnya di atas Raline, dia menatap wajah Raline yang terlihat pucat pasi hanya dengan jarak beberapa centi saja dari wajahnya.

"Apa yang terjadi denganku? Kenapa kepalaku sangat sakit dan perutku terus merasa mual?"

"Itu efek minuman yang kau minum semalam. Tunggulah di sini, aku akan mencarikanmu segelas susu hangat dan juga baju ganti untukmu."

"Tidak perlu! Aku tidak memerlukan apapun darimu!"

Mata Raline kembali terbuka dan mendelik tajam kearah Ryan.

Ryan menyeringai, dia bangkit dan memegangi kedua tangan Raline yang bebas dengan tangannya. Ryan memenjarakan Raline dalam pelukannya.

Kemudian dia menempelkan tubuhnya di atas tubuh Raline yang terbalut selimut. Ryan mendekatkan wajahnya, hingga hidung mereka saling bertabrakan satu sama lainnya.

"Apa yang ingin kau lakukan? Menyingkirlah dariku!"

Napas Ryan memburu, dia mulai menelusuri setiap lekuk leher milik Raline. Raline coba melawan dan mendorong tubuh Ryan di atasnya untuk menyingkir.

Tetapi tenaga Ryan lebih kuat, Raline tak kuasa lagi. Dia sangat lemas pagi itu. Mulutnya sudah bersiap untuk mengeluarkan senjata terakhirnya, yaitu berteriak.

Tapi sayang, Ryan telah lebih dulu membekap mulut milik Raline itu dengan mulutnya.

__To be continue__

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status