“Ada apa? Anak-anak mengatakan ada yang pingsan tadi.”
“Iya, gadis ini pingsan. Aku tadi sempat menyentuh keningnya. Sepertinya ia demam,” jawab Sean sambil memilih beberapa peralatan medis yang ia butuhkan dengan tenang.
Paman Moza berjalan mendekat ke arah Keira, ia melihat keadaannya. Memang muka Keira terlihat sangat pucat sekali, dan warna gelap di bawah matanya sangat kontras.
Sean datang dengan membawa barang-barang yang diambilnya tadi. Di kedua tangannya sudah terdapat minyak angin dan sebotol alkohol, serta stetoskop yang sudah bertengger manis di lehernya.
Paman Moza terus memperhatikan semua yang dilakukan Sean pada Keira. Ia melihat Sean yang sedang memasang stetoskop pada telinganya, lalu memeriksa bagian dimana denyut jantung Keira dapat terdengar dan juga di beberapa bagian perutnya.
Setelah melakukan hal tersebut, Sean mencoba untuk membangunkan Keira dengan minyak angin yang telah dibawanya tadi. Namun, tidak ada respon.
Sean memutuskan untuk segera menghampiri Keira dan melihat bagaimana kondisinya sekarang. Ia menyentuh keningnya dan merasa bahwa suhu tubuh gadis itu tidak banyak menurun, serta gestur tubuhnnya menandakan jika ia sedang merasa gelisah. Jadi, Sean memutuskan untuk mengompres kening Keira saja, agar dia bisa merasa lebih nyaman dan tidak gelisah seperti itu. Sebenarnya di tempat ini tersedia kompres instan, tapi itu hanya diperuntukkan untuk anak-anak kecil saja. Sehingga, jika Keira menggunakannya sekarang maka efeknya tidak akan begitu membuahkan hasil. Sean pun pergi ke dapur untuk menyiapkan air kompresan, lalu mengambil sebuah handuk kecil. Setelah semuanya siap, ia segera kembali untuk melaksanakan niatnya tadi. Ditaruhnya baskom berisi air tersebut di atas nakas, dan mulai memeras handuk yang sudah di celup-celupkannya barusan. Ia melipat handuk tersebut sedemikian rupa hingga pas untuk ditaruh ke atas kening Keira lalu menepuk-nepuknya pelan.
Keira membuka matanya perlahan setelah mendengar suara beberapa anak kecil yang sedang tertawa dengan samar-samar. Suara mereka terdengar sangat menyenangkan dan juga menenangkan. Saat matanya benar-benar terbuka, entah kenapa penglihatannya menjadi kabur sehingga tidak bisa melihat apapun dengan jelas. Meskipun Keira telah berusaha mengedipkan matanya beberapa kali, tapi tetap saja terlihat,, buram. Keira mencari sumber suara anak-anak kecil yang didengarnya tersebut. Setelah berjalan beberapa langkah, akhirnya tampaklah mereka semua. Tiga anak kecil yang sedang bermain di depan sebuah toko. Sebentar, Keira sepertinya sangat mengenali lingkungan tempat ini. “Ini..... Toko paman Noir?” Ucap Keira pelan. Keira berjalan mendekat ke arah anak-anak kecil tersebut, mereka tampak sangat asik sekali bermain lari-larian. Lalu dilihtnya ada satu anak yang terjatuh, se
Tepat detik ini, mata mereka berdua bertemu. Rasa-rasanya, kini waktu berhenti untuk beberapa saat. Tak berselang lama, Keira tersenyum tipis sambil mengacungkan jempolnya pada Sean sebagai tanda paham atas perkataannya tadi. Sementara Sean, “cantik...” ungkapnya lirih, matanya terpaku pada semua pergerakan Keira yang sedang berjalan di depannya ini. Sean menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk menyadarkan diri. Tidak seharusnya ia memandang seseorang diam-diam seperti itu, tidak sopan. “Lantas, kau tidak makan?” Tanya Keira sebelum berjalan pergi meninggalkan ruangan itu menuju ruang makan. “Makan, nanti..” Jawab Sean sambil mengalihkan pandangannya menuju laptop dan belagak sok sibuk dan serius. “Mau pergi bersama?” “Tidak, kau duluan saja.” Keira mengedikkan bahu sambil berkata, “yasudah..” Lalu berjalan keluar sambil menggenggam obatnya di tangan. Kei
Hari ini, Keira bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan diri sebelum pentas. Kemarin setelah bertemu dengan kakaknya, ia langsung pulang ke rumah dan beristirahat sepanjang hari agar hari ini tubuhnya bisa kembali pulih dan sehat bugar.Benar saja, berkat kemauannya yang besar agar dapat segera pulih serta obat dan vitamin pemberian Sean kemarin membuatnya lebih cepat melalui masa pemulihan. Hari ini rasanya segar sekali, Keira sangat besyukur dengan hal itu.Keira tidak menyiapkan terlalu banyak hal, karena paman Moza tadi malam mengabari bahwa semuanya akan disiapkan oleh yayasan. Termasuk baju, riasan dan lain-lain. Ia lagi-lagi hanya perlu menyiapkan keadaan diri sendiri dan juga mental yang siap saja. Namun, khusus untuk kali ini Keira meminta paman Moza agar tidak perlu menyuruh siapapun menjemputnya. Karena ia berencana untuk mengunjungi kakaknya di rumah sakit terlebih dahulu dan ingin lebih menikmati perjalanannya saja. Ia ingin bert
Sementara itu, paman Moza dan Sean mengurus acara di aula depan sana. Mereka mengawasi tata panggung serta menyambut para tamu yang baru datang. Seringkali berbincang, menyapa, serta beberapa kali sedikit membungkuk untuk menyapa tamu lain yang baru saja hadir.Aula yayasan tersebut pun telah disulap menjadi sebuah tempat yang sangat indah. Hiasan-hiasan yang tidak terlalu kekanak-kanakan, akan tetapi tetap terlihat meriah. Panggungnya pun didirikan sedemikian rupa hingga tampak seperti panggung-panggung teater di gedung-gedung teater besar di pusat kota. Sangat mengesankan.Suasana di sana sudah sangat ramai oleh tamu. Juga, paman Noir yang telah datang dan menempati kursinya yang terletak tepat di depan panggung.Setelah jam menunukkan pukul sepuluh tepat, paman Moza dan Sean pun menghentikan kegiatannya lalu pergi ke tempat duduk masing-masing karena acara akan segera dimulai. Semua urusan tatanan acara, bahkan MC, telah disiapkan oleh para staff
Keira...Untuk pertama kalinya kini dengan berani menunjukkan diri di depan banyaknya pasang mata. Menunjukkan hal yang paling ia sukai, serta hal yang paling berharga dalam hidupnyamusik.Kakinya perlahan melangkah menaiki tangga kecil untuk segera mencapai tengah panggung di depan sana. Suara langkah kakinya yang memakai flat shoes putih polos itu beradu dengan riuhnya tepuk tangan dari para penonton.Mendadak suasana terasa semakin semu, seperti berada di dunia yang lain. Sebuah dunia baru yang tampak penuh dengan ribuan debaran. Detak jantung yang begitu terasa asing bagi Keira, namun kini ia sangat menyukainya. Waktu pun terasa memberat untuk bergulir maju, hingga memberi kesempatan padanya untuk bisa bernapas sangat panjang.Hingga sampai tepat berada di samping piano atas panggung, dua manusia yang telah siap menampilkan kumpulan melodi indah ini pun sedikit membungkuk untuk memberi salam pada ratusan pasang mata di depan sana.
Ia terlihat berdiri dengan tatapan yang sangat sulit diartikan, sangat aneh, dan terlihat seperti tengah bersedih.“Apakah Sean menangis?” batin Keira sambil mengerutkan dahi.Ia berjalan mendekati Sean dengan langkah cepat dan raut yang khawatir. Ia takut, mungkin saja saat ini Sean sedang kerasukan hantu Noni Belanda yang tengah bersedih ria.Sedangkan di sisi yang berlawanan, Sean terus menatap Keira yang kini tengah berjalan ke arahnya. Keira, dengan gaun indah serta rambut panjangnya yang terurai itu menunjukkan raut khawatir.Sean menghembuskan napas yang semakin memberat sejak beberapa waktu terakhir, banyak sekali penyesalan yang harus ia tanggung sendirian selama bertahun-tahun ini. Namun disaat yang bersamaan, ada kelegaan di hatinya. Usaha pencariannya kini telah menemui akhir, dan sama sekali tidak terduga.Beberapa bulan terakhir memang terasa makin sulit bagi Sean, ia terus terpikirkan oleh rasa bersalahnya t
“Apa?!” tanya Keira sewot.“Sudah, ikut saja. Aku jamin kau akan merasa sangat senang nanti,” jawab Sean sambil memberikan salah satu helm nya.“Tidak, pergilah!” cetus Keira sambil melipat tanganya di depan dada.Sean menghembuskan napas sambil berpikir bagaimana cara untuk membujuk gadis pemarah di depannya ini.“Ayolah..”“Tidak!” gertak Keira lalu berbalik pergi meninggalkan Sean menuju halte di depan sana.Sean tak tinggal diam, ia sedang dalam mode pantang menyerah saat ini. Ia turun dari motor dan memarkirkannya sembarangan lalu mengekor pada Keira.“Kalau begitu aku akan terus mengikutimu seperti ini,” ancam Sean.Ia terus mengekori Keira dengan banyak tingkah. Ia mengikutinya dengan keadaan masih mengenakan helm. Kelakuannya tersebut sampai membuat Keira malu, karena beberapa orang di halte menatap mereka dengan tatapan yang sedikit aneh.Ke