Share

BAB 5 ~ PERTEMUAN

“Paman, kita mau ke mana? Sepertinya sedari tadi kita berjalan tapi tak kunjung sampai, seberapa jauh lagi tempat tujuan kita?” tanya Keira gelisah.

“Kita akan ke asrama anak-anak, kei. Letaknya memang di bagian belakang dari bangunan ini. Kita akan pergi berlatih di sana. Sebenarnya, seharusnya kau memang tidak turun dari parkiran depan tadi, akan tetapi melalui jalan memutar lewat gerbang belakang. Namun karena kakek Jo membawa barang-barang untuk persiapan kontes maka kakek Jo harus menaruhnya di aula utama yang berada di samping perpustakaan yang kita lewati tadi. Disanalah sanalah tempat kita akan mengadakan kontes besok,” ujar paman Moza menjelaskan pada Keira.

“Ahh jadi begitu, paman. Aku sempat khawatir kita akan tersesat di tempat sebesar ini karena tak kunjung sampai, dan juga tempat ini kenapa terlihat sangat sepi sekali paman?”

“Hahahaha.. tidak mungkin lah, Kei. Aku saja sudah hampir dua puluh tahun mengurus tempat ini, tidak mungkin kita tersesat. Dan alasan mengapa tempat ini sepi karena sebenarnya, ada banyak orang yg bekerja di sini, tapi mereka memiliki ruang khusus untuk bekerja. Tidak berkeliaran di luar. Di setiap sisi memiliki CCTV untuk mengontrol dan mengawasi setiap pergerakan di sini. Ada sirine otomatis, dan di setiap speaker kecil di sana akan ada satu orang yang stay di pusat informasi.”

“Benarkah paman?” tanya Keira yang tampak tak percaya.

“Iya, Kei. Kalau kau tak percaya aku akan membuktikannya padamu sekarang,” kata paman Moza sambil melambaikan tangan pada CCTV dan tak lama setelah itu ada suara yang keluar dari speaker di samping CCTV tersebut.

“Halo, tuan Moza! Apakah anda memerlukan sesuatu?” tanya orang di seberang sana.

“Tidak. Apa kalian sudah makan malam?” tanya paman pada orang yang sedang berbicara di speaker tersebut.

“Sudah, tuan. Baru saja kami bergantian mengawasi untuk makan secara bergantian,” jawabnya.

“Baguslah kalau begitu. Bekerjalah dengan baik.”

“Baik, Tuan”

Setelah itu paman Moza berbalik menghadap Keira sambil berkata,

“apakah kau masih memerlukan bukti yang lain, Kei?” tanya paman Moza pada Keira sambil mengangkat kedua alisnya.

“Tidak, paman. Aku percaya padamu,” kata Keira sambil mengangkat kedua tangannya setinggi sedada.

“Yasudah, mari lanjutkan perjalanan. Tepat di belakang ruangan itu kita akan segera sampai di asrama,” ajak paman sambil berjalan dan diikuti oleh Keira.

Benar saja, setelah melewati ruangan yang dimaksud paman Moza muncullah sebuah bangunan seperti aula besar yang di bagian dalamnya terbagi menjadi beberapa ruangan lagi. Terlihat sangat besar dan luas.

Saat Keira pertama masuk, di sana tampak seperti ruang depan yang sangat luas. Ada beberapa kursi dan meja di samping belakang pintu besar itu. Juga ada beberapa rak dan lemari yang berisi mainan juga buku-buku bacaan. Juga yang paling mengesankan adalah ada banyak alat musik yang terpampang rapi di bagian ujung ruangan dan piano hitam yang masih mengkilap di bagian tengah.

Di sana terlihat banyak sekali anak-anak sedang berkumpul yang sedang bermain, mengobrol, bernyanyi berkelompok dengan sebuah speaker kecil, dan juga ada beberapa anak yang bermain alat musik.

Paman Moza dan Keira melangkah masuk lebih dalam, lalu semua anak mulai menyadari akan kehadiran mereka.

“Selamat datang paman Moza!...” ucap mereka serempak, bahkan beberapa anak kecil ada yang setengah berteriak. Entah, mungkin karena sangking semangatnya.

Tanpa ada yang menyadari, di ujung sana ada tiga anak yang sedang berbisik sambil melihat ke arah Keira. Sepertinya, merekalah yang paling kecil di sini. Mereka terlihat berbicara dengan wajah yang sangat serius.

“Hei, apakah menurutmu dialah seseorang yang ada di buku kita?” tanya salah satu anak dari mereka.

“Jika dilihat-lihat sih, sepertinya iya. Penampilannya sangat mirip,” jawab anak satunya lagi.

“Tunggu apa lagi? Mari kita serbu dia...!!!” teriak anak yang satu lagi.

Lalu tiba-tiba, tiga anak kecil itu berlari ke arah Keira. Anak-anak kecil itu langsung menyerbu Keira sambil tertawa dan berteriak, mereka terlihat sangat amat senang. Mereka memeluki kaki dan tangan Keira. Mengusap-usap tangan Keira dengan wajah yang berbinar.

“Kakak cantik sekali, seperti malaikat di buku. Tangannya halus dan tubuhnya tinggi. Rambutmu juga sangat indah. Tapi dimana sayapmu, kak?” tanya seorang anak sambil mendongak menghadap Keira.

Keira berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan anak-anak tersebut. Lalu Keira tersenyum dengan mengusap kepala mereka bergantian.

“Kak, bagaimana cara kau keluar dari buku?” tanya mereka lagi.

“Buku apa?” tanya Keira bingung.

“Kami bertiga memiliki buku cerita bergambar yang judulnya Angel’s Love, malaikatnya sangat suka dengan anak kecil seperti kami. Kami selalu membacanya setiap malam dan berdo’a agar suatu saat kau bisa keluar dari sana,” ucap salah satu dari mereka yang masih sedikit cadel namun sepertinya sudah sangat pandai berbicara.

“Hei, kalian bertiga jangan mengganggu kakak ini. Dia ini namanya Keira. Dia manusia bukan malaikat seperti yang kau bilang,” paman Moza tiba-tiba menyahut sambil menahan tawa.

“Benarkah? Tapi kakak ini mirip sekali seperti yang dibuku... Maafkan kami kak,” ucap mereka bersamaan dengan wajah yang menunduk lesu dan mata berkaca-kaca, entah bagaimana bisa tapi mereka mengucapkannya dengan bersamaan.

“Hei anak-anak yang manis, nama kalian siapa?”

Tanya Keira mencairkan suasana agar anak-anak tadi tidak merasa sedih lagi.

“Aku Michael, kak.”

“Aku Aldo, kak.”

“Aku Sherin, kak.”

Jawab mereka bergantian.

“Nama kalian sangat indah.. Kalian juga menggemaskan,” ucap Keira sambil memeluk dan mengusap kepala mereka satu persatu.

Ketiga anak-anak itu tertawa karena senang, karena Keira menggelitik mereka sangking gemasnya. Mereka pun menoel-noel pipi Keira dan menyentuh lembut rambutnya.

“Sudah-sudah, mari kita mulai saja latihannya,” ajak paman Moza menyudahi.

“Baiklah, paman..” jawab Keira sambil bangkit dari duduknya dan mengikuti arahan paman Moza.

Mereka pergi menuju piano yang ada di tengah-tengah ruangan besar itu. Mereka bersiap dan paman Moza menjelaskan bahwa Keira akan berkolaborasi dengan seorang pemain biola.

“Anak ini bernama Ellish, Kei. Dia yang akan berkolaborasi denganmu," jelas paman Moza

“Halo, Ell. Mari bekerja sama dengan baik untuk menampilkan sebuah musik yang indah!” seru Keira.

“Baiklah, kak...” jawab Ellish sambil tersenyum lebar.

Belum sampai mereka memulainya, Keira tiba-tiba saja berdiri dan bilang,

“Maaf, aku ingin buang air kecil. Kamar mandinya di sebelah mana, ya?” kata Keira sambil menahan malu.

Paman Moza tertawa lalu menunjuk sebuah lorong yang katanya di ujung sanalah kamar mandi berada.

Keira berlari kecil untuk segera masuk ke sana.

Lorong itu cukup panjang dan ada sedikit belokan di ujungnya. Ada dua pintu di ujung sana, yang satu terbuka dan dalamnya ternyata adalah dapur. Lalu Keira langsung masuk ke pintu satunya yang sudah pasti adalah kamar mandi.

Tak lama, Keira keluar dari sana dan akan segera kembali menuju tempat latihan. Saat ia akan berbelok, dari arah depannya tiba-tiba ada seseorang yang berjalan dengan membawa cangkir kopi namun pandangannya fokus menuju tangannya yang sedang mengaduk kopi tersebut. Sepertinya ia dari dapur. Lalu beberapa detik kemudian,

“Pyarr..”

Pria tersebut tak sengaja menabrak Keira hingga cangkirnya terjatuh pecah dan kopi panasnya mengenai tangan serta kaki Keira.

“Apakah aku perlu meminjamkan mataku agar kau bisa melihat dengan jelas? Lihatlah apa yang kau lakukan!”  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status