Share

BAB 6 ~ RIVER FLOWS IN YOU

“Apakah aku perlu meminjamkan mataku agar kau dapat melihat dengan jelas? Lihatlah apa yang kau lakukan!” teriak Keira karena sedikit kaget dan menahan panasnya kopi yang mengenai tangan serta kakinya.

Pria itu juga terlihat sangat kaget, lantas langsung menarik tangan Keira menuju kamar mandi untuk membantunya segera menyiram luka dari panasnya kopi yang ia bawa tadi sambil berkata,

“Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja. Sekali lagi maafkan aku”

Keira tak menjawab, ia masih sibuk menyingkap lengan bajunya agar kulitnya segera tersiram dengan air mengalir di kamar mandi.

Wajah pria itu tampak khawatir, dengan hati-hati ia membantu Keira untuk menyiram kulitnya dibagian yang terkena kopi dengan air.

Untung saja jari-jari Keira selamat, tak terluka sama sekali. Hanya sedikit punggung tangan serta bagian lengannya saja. Bagian kakinya hanya sedikit sekali yang terkena hingga tidak menimbulkan luka berarti.

Tiba-tiba paman Moza datang mencari Keira, karena sudah lama ia tak kunjung kembali untuk berlatih. Paman Moza terbelalak kaget dengan apa yang dilihatnya pertama kali. Keira sedang berduaan dengan seorang laki-laki di kamar mandi. Tapi pria tadi segera menengok dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi sambil mematikan kran lalu memberikan sapu tangan dari sakunya pada Keira agar ia dapat mengeringkan kulitnya.

“Aku tidak sengaja menumpahkan kopi panasku padanya, Paman. Maka dari itu aku langsung melakukan penanganan pertama untuk meminimalisir lukanya.”

“Astaga, mengapa kau bisa seceroboh ini?” ujar paman Moza dengan nada yang sangat khawatir.

“Aku sedang tidak fokus saja hari ini, paman. Dan aku benar-benar menyesal karena ulahku ini,” ucap pria tersebut dengan nada penuh sesal.

“Apakah kau tidak apa, Kei? Masih bisa bermain piano? Bicaralah yang sejujurnya. Kau tak perlu memaksakan diri untuk ini,” kata paman Moza setelah mereka keluar dari kamar mandi.

“Aku benar-benar tak apa, paman. Lagi pula jari-jari ku ini tak ada yang tidak selamat. Hanya punggung tangan ini saja yang terkena sedikit. Aku masih bisa bermain dengan sangat baik,” jawab Keira sambil memperlihatkan bagian tangan dan lengannya nya yang sedikit kemerahan karena tragedi tadi.

“Jadi dia yang akan menggantikanmu untuk bermain piano di pentas nanti, paman?” tanya pria tadi yang tiba-tiba menyahut.

“Pengganti? Sebelum ini memang paman sendiri yang tampil bermain piano untuk pentas? Berarti paman adalah pianis juga? Tapi mengapa kau menyuruhku untuk bermain padahal kau sendiri bisa melakukannya?” tanya Keira menggebu-gebu karena sangking penasarannya.

“Dulu aku memang seorang pianis, juga sudah tampil untuk kontes ini selama bertahun-tahun. Namun sekarang tidak lagi karena kecelakaan yang telah kualami dua tahun yang lalu. Kecelakaan itu membuat jari-jariku patah dibeberapa bagian dan harus dipasang pen untuk beberapa bulan. Dan kini memang sudah sembuh, tapi tak bisa di gerakkan dengan leluasa seperti dulu...” jelas paman Moza sambil memperlihatkan beberapa kali ia menekuk-nekuk jarinya yang terlihat sangat kaku itu.

“Aku turut bersedih mendengarnya, paman. Pasti kau sangat terpukul kala itu,” ucap Keira bersimpati.

“Mau bagaimana lagi? Hidup akan terus berjalan, aku harus melewatinya. Daripada terus-menerus terjebak dengan kesedihan, lebih baik aku mencari kebahagiaanku dari jalan yang lain...” ujar paman Moza sambil tersenyum tipis.

“Dua tahun ini, posisi paman Moza dalam bermain piano di kontes selalu kosong. Dan kini tiba-tiba ada pengganti. Pasti dia ini sangat berbakat sampai paman Moza sendiri yang memilihnya langsung,” celetuk pria tadi lagi  

“Benar, dia ini memang sangat berbakat. Aku pernah sekali melihat langsung bagaimana ia bermain dengan sangat baik dan juga indah,” jawab paman Moza.

“Tidak usah berlebihan, paman Moza. Aku tidak bermain sebaik itu juga. Tapi pria ceroboh ini siapa paman? Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat sebelumnya,” tanya Keira penasaran.

“Dia ini Sean keponakanku, dokter pengangguran yang baru saja pulang ke negara ini. Baru lulus dari kampus kedokteran besar di Inggris dalam masa studinya yang singkat yaitu 3 tahun saja. Disana ditawari kerja dimana-mana, eh malah pulang. Ya jadinya pengangguran seperti ini,” jelas paman Moza diakhiri dengan tawanya yang terbahak-bahak.

“Astaga, apakah kau habis memakan cabai dua kilo lagi paman? Mulutmu sangat pedas sekali. Tapi sepertinya aku juga pernah bertemu wanita ini sebelumnya. Suaranya seperti tidak asing. Dan kata-kata nya mirip dengan seorang gadis pemungut tomat di depan toko jual beli alat musik,” tanya Sean sambil mengernyitkan dahi untuk mengingat-ingat kejadian waktu itu.

“Apakah aku perlu meminjamkan mataku agar kau bisa melihat dengan jelas? Lihatlah apa yang kau lakukan!” ucap Keira dan Sean bersamaan yang tiba-tiba sama-sama teringat kejadian waktu itu.

Entah bagaimana bisa, tapi mereka mengucapkannya secara bersamaan. Rasa-rasanya seperti sedang mengalami "deja vu".

Astaga mereka lucu sekali.

“Iya.. aku yang waktu itu memungut tomat, dan karena kecerobohanmu yang menginjak para tomat-tomat, nenekku jadi rugi dua biji dan aku yang harus membersihkan sisa kotorannya. Apakah memang dimana-mana kau selau bertindak ceroboh seperti itu?” tanya Keira dengan wajah yang kesal.

“Aku jarang sekali bertindak ceroboh sebelumnya. Tapi entah kenapa saat bertemu denganmu aku selalu melakukan kesalahan,” katanya heran. Karena setelah dipikir-pikir lagi memang Sean bertindak ceroboh di negara ini, hanya pada saat bertemu Keira saja.

“Sudah, mari hentikan percakapan ini dan mulai latihan. Dan kau, Sean. Lanjutkanlah kesibukan menganggurmu di sini,” kata paman Moza sambil membawa Keira pergi dan tak lupa dengan tawa terbahak-bahak miliknya karena telah mengatai Sean dengan sangat puas.

“Benar-benar pamanku yang satu ini, inilah akibat dari melajang sampai tua! Terlihat sangat amat kurang kasih sayang!” teriak Sean karena paman Moza yang telah berjalan menjauh bersama Keira.

“Tapi aku bahkan belum mengetahui namanya,” kata Sean dalam hati sambil melihat punggung Keira yang menghilang di belokan lorong.

Mereka telah berkumpul di tempat berlatih lagi, Ellish terlihat sudah siap dengan biolanya. Dan beberapa anak-anak yang duduk melingkar untuk dapat melihat Keira dan Ellish berlatih. Tak lupa tiga anak kecil itu, Michael, Aldo dan Sherin menonton di baris paling depan untuk melihat Keira. Sepertinya, mereka bertiga sudah sangat menyukai Keira. Sangat amat terlihat dari wajah bahagianya mereka.

Paman Moza datang dengan membawa sebuah kertas berisi aransemen lagu, lalu memberikannya masing-masing pada Keira dan Ellish.

“Yang akan kalian tampilkan pada saat kontes nanti adalah lagu yang berjudul “River Flows in You”. Lagu ini sudah ku aransemen sendiri sesuai dengan alat musik kalian agar hasilnya menjadi selaras dan indah. Kalian berdua tinggal menghafal dan menyelaraskan keduanya saja,” kata paman Moza menjelaskan.

“Baik, paman..” ucap mereka berdua bersamaan.

Mereka akhirnya memulai latihannya. Pada awalnya mereka bermain sendiri-sendiri untuk pemanasan dan menguatkan permainan masing-masing dahulu.

Hingga setengah jam berlalu, mereka baru mulai berlatih bersama. Mereka berulang kali berhenti ditengah lagu karena merasa kurang selaras. Ketukan tak sama, dan karena beberapa kali salah memainkan kunci. Mereka terus berlatih hingga jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status