แชร์

Bab 2 - Perubahan

ผู้เขียน: hanyagemarmenulis
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-11-20 12:43:37

Masih hening. Aiko merenungkan apa yang dikatakan Mic barusan.

"Kau juga masih muda, pasti banyak pria di luar sana yang akan tertarik padamu, jika kau sedikit saja mengubah penampilanmu. Aku pikir sudah seharusnya kau meninggalkan kacamata burung hantu itu. Bagaimana kalau kita sedikit berbelanja besok?", Mic menatap Aiko dengan tatapan penuh harap.

"Kau tahu jika minus-ku ini cukup mengganggu, aku tidak bisa meninggalkannya", Mic memutar bola matanya jengah mendengar kalimat yang Aiko ucapkan.

"Kau bisa menggantinya dengan model yang baru, atau kau bisa menggunakan kontak lens. Bagaimana kau tahu kau bisa jika tidak mencobanya? Itu adalah kebiasaan burukmu", Mic mulai menyendokkan makanan ke piring lalu memberikannya pada Aiko dan dibalas dengan senyuman padanya.

"Terima kasih Mic. Kau memang selalu yang paling mengerti. Aku mencintaimu", Aiko dengan gerakan tiba tiba mencium pipi Mic, membuatnya menghapus bekas ciuman tersebut dengan keras.

Bagi Aiko kehadiran Mic sudah lebih dari cukup, Aiko sangat bersyukur dengan kenyataan itu karena walaupun orang tuanya sudah tiada, Aiko tidak merasa kesepian.

***

"Aku sudah bilang, kita akan menghabiskan sisa sore ini dengan belanja. Kenapa kamu harus selalu mengeluh sih?!" Mic menggamit lengan Aiko dengan kuat, menyeretnya memasuki sebuah etalase khusus kacamata dan kontak lens.

Aiko hanya bisa pasrah, setelah pulang kerja tadi Mic langsung menyeretnya menuju pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari kantor.

Mic dengan antusias memilihkan frame kacamata yang dirasa cocok untuk Aiko. Segala macam bentuk dan warna sudah Mic coba pasangkan pada Aiko, namun belum ada satupun yang membuatnya terlihat berbeda dan menarik, sampai akhirnya Mic melihat sebuah frame oval yang tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil.

"Kita ambil yang ini! Aku yakin kau akan terlihat sangat berbeda besok," senyum Mic tidak berhenti merekah di wajahnya.

Aiko hanya mendengus malas mendengar kata kata Mic.

"Walau bagaimanapun, aku masih tetap gadis burung hantu", Aiko melongos pergi meninggalkan Mic yang berjalan menuju meja kasir.

Sebenarnya bukan karena tidak ingin terlihat berbeda, hanya saja Aiko takut jika perubahan yang akan terjadi pada dirinya nanti justru akan menjadi bumerang.

Terkadang, Aiko juga menginginkan perubahan, namun rasa tidak percaya diri ini lebih menguasai dirinya.

Buk!

Pandangan Aiko kabur, Aiko berusaha meraba tempatnya jatuh untuk mencari kacamatanya yang terjatuh entah di mana.

Namun Aiko justru meraba ujung sepatu seseorang yang berdiri tepat di depannya, dan pandangannya seketika jernih saat kacamata type lama ini Aiko gunakan kembali.

Aiko kaget, ketika ternyata pria di depannya adalah Ivander.

Dari jauh Aiko bisa melihat Mic berlari dengan tergesa, dan menghampirinya.

"Kau seharusnya menggunakan dengan baik pandanganmu saat berjalan, bahkan kau sudah menggunakan kacamata tapi tetap tidak bisa melihat dengan baik", Aiko terenyuh, hatinya sakit.

Aiko meminta maaf pada Ivander untuk membuat situasi ini segera berakhir, Aiko sungguh tidak ingin berdebat saat ini.

Setelah mengucapkan permintaan maaf, Aiko segera berjalan sambil menggamit lengan Mic. Air mata siap jatuh dari pelupuk matanya, Aiko benar benar sudah menahannya sejak Ivander mengatakan kata kata kejam tadi.

Aiko tidak bisa berjalan dengan baik karena air mata menutupi pandanganny, kacamatanya dipenuhi uap. Mic mengajak Aiko ke tempat sepi untuk menenangkan diri.

"Ai, bagaimana kalau kita ke pusat pakaian favoritku dan membeli beberapa pasang untuk mendukung kontak lens yang sudah kita beli tadi," Mic memperbaiki posisinya di depan Aiko.

Aiko hanya mengerutkan alis menanggapinya.

"Kau harus tampil berbeda agar tidak dipandang rendah lagi, dan membuat mereka semua bertekuk lutut di hadapanmu. Bisa saja seorang pengusaha kaya raya yang baik hati jatuh cinta pada pandangan pertama padamu."

"Hei, itu terlalu berlebihan. Aku mau melakukan perubahan bukan untuk mencari jodoh, tapi membuat orang lain menyadari bahwa kita punya kesempatan yang sama untuk tidak dipandang rendah, seburuk apapun penampilan kita", Mic mengangguk setuju dan menggamit lengan Aiko untuk berjalan menuju outlet pakaian favoritnya.

***

Keesokan harinya Aiko bangun dengan kondisi bugar karena istirahat yang lebih dari cukup. Aiko mencoba beberapa baju yang dibeli bersama Mic. Ada sepasang baju yang menurut Aiko lumayan, tapi itu tidak terlihat begitu cocok ditubuhnya, atau perasaannya saja?

Brak! Pintu kamar Aiko terbuka lebar , Mic sudah siap dengan pakaian modisnya seperti biasa.

"Astaga Aikoo!! Ini sudah jam berapa? Kenapa kau belum selesai bersiap?!" Mic menggelengkan kepalanya tidak percaya. Kemudian menyadari bahwa pakaian yang Aiko kenakan adalah pakaian yang mereka beli kemarin.

"Apakah ini tidak terlalu mencolok? Maksudku, apakah aku benar benar cocok memakainya?" Aiko memegang setelan baju yang dikenakannya kemudian menunduk lesu. Bersiap masuk ke kamar mandi sebelum tangan Aiko kembali ditahan oleh Mic.

"Tuhan! Bagaimana bisa kau bilang pakaian ini mencolok? Yang mencolok itu, kalau kau pakai bikini ke kantor, tahu!! Cepat selesaikan, aku akan membantumu memakai kontak lens-mu," Mic mengambil sepasang kontak lens dari meja rias Aiko dan membantu memakaikannya.

Aiko menuruti kata-kata Mic dan mencoba mengesampingkan rasa tidak percaya dirinya. Memangnya kapan Aiko hidup dengan rasa percaya diri yang tinggi?

Aiko tidak percaya bahwa orang yang dia lihat di depan cermin adalah dirinya sendiri. Bagaimana bisa orang terlihat berbeda drastis hanya karena sepasang pakaian dan kontak lens?

"Aku tahu kau cantik, tapi kita akan terlambat jika kau terus berdiri di depan cermin seperti itu," tanpa babibu Mic langsung menarik Aiko keluar dari kamar dan bersiap menuju kantor.

***

Aiko merasakan beberapa pasang mata memperhatikannya, bukan, bukan beberapa tapi puluhan pasang mata memperhatikannya. Seorang Aiko yang terkenal introvert dan hanya menganggap Mic sebagai temannya kini benar benar tampil berbeda dari biasanya yang selalu mengenakan setelan kuno dan kacamata burung hantu.

"Kau benar Aiko?! Astaga aku hampir tidak mengenalimu jika bukan karena ID Card yang kau kenakan," Steve mengajak Aiko bicara disaat orang lain hanya melihatnya dengan tatapan tidak biasa diikuti dengan bisikan bisikan kecil.

"Apa aku terlihat sangat aneh mengenakan setelan ini?" Aiko kembali mencoba melihat penampilannya. Memastikan tidak ada yang aneh.

"Astaga! Tidak seperti itu Aiko, kau terlihat sangat luar biasa, kau cantik. Apakah kau tidak merasakan tatapan iri para wanita karena merasa tersaingi dengan penampilanmu saat ini? Apakah kau tidak melihat tatapan laki laki yang akan memakanmu saat ini juga?! Berhentilah hidup dalam rasa tidak percaya diri. Kau cantik, dan kau berhak melakukan apapun yang kau inginkan," Steve mencoba menyemangati Aiko bukan sebagai atasan tapi sebagai teman.

***

Aiko masih tidak terbiasa dengan perubahan ini, bukannya tidak senang, hanya saja ini terlalu berlebihan. Handphone-nya menjadi berisik karena banyaknya pesan dan telepon yang masuk.

Bunyi panggilan telepon meja membuyarkan lamunannya.

Steve meminta Aiko ke ruangannya karena sesuatu yang mendesak. Aiko berjalan meninggalkan meja dan menuju ruangan Steve.

Tok tok tok...

"Masuk!" suara Steve menyambut Aiko yang memasuki ruangannya.

"Tolong rapihkan sketch ini. Kerjakan semampumu saja, jangan dipaksakan. Tapi kira-kira apa yang membuatnya begitu marah padamu? Baru kali ini dia bersikap seperti itu. Atau dia memiliki sentimen tertentu padamu? " Steve menatap khawatir pada Aiko, namun Aiko berusaha mengabaikannya, ini bukan hal yang harus Aikko ceritakan.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Love Me, Like I Do   Bab 53 - Buku

    Usia kehamilan Aiko sudah memasuki pekan ke 20 dan semakin hari nafsu makan Aiko mulai meningkat. Pipinya terlihat mulai berisi, perutnya terlihat semakin membesar, dan hal itu membuat Ivander selalu gemas padanya. Aiko menikmati harinya dengan memulai rutinitas baru, walaupun hanya di rumah saja, Aiko berusaha mengatur waktunya dengan sebaik mungkin. Sekarang sudah pukul 10, dan Ivander sudah berangkat ke kantor sejak 2 jam yang lalu. Aiko keluar dari kamarnya, membawa handphone, iPad dan sebuah buku sketch menuju ke ruang kerja Ivander. Di ruangan itulah Aiko menikmati kegiatannya, menghabiskan waktunya berjam jam untuk mengeluarkan beberapa design yang saat ini berkutat di pikirannya. Ketukan pelan membuyarkan fokus Aiko yang mulai menorehkan garis garis yang akhirnya membentuk sebuah design yang memukau nantinya. "Nyonya, ini camilan buah untuk Anda. Dan pesan dari Tuan , jangan duduk terlalu lama, Anda harus sesekali bergerak, dan banyak minum air putih." Aiko tertawa pe

  • Love Me, Like I Do   Bab 52 - Perpisahan Manis

    Ivander menjemput Aiko untuk datang ke kantor sore ini bersamanya. Aiko sudah sepekan tidak pernah ke kantor karena Ivander melarangnya, dan semua pekerjaannya sebelumnya sudah diserahkan kepada Peter. "Apa yang akan kita lakukan di kantor di jam saat ini sayang? Kau juga memintaku mengenakan gaun yang cukup mewah, apakah ada acara khusus?" Aiko yang sejak tadi tidak menerima jawaban pasti dari Ivander terlihat sangat menggemaskan, pipinya menggembung, wajahnya cemberut.Ivander meraih leher Aiko dan melumat bibirnya, rasa pelembab bibir stroberi melingkupi sekitar bibir Ivander."Manis dan lembab." Ivander membersihkan bibirnya dari bekas pelembab bibir Aiko, namun akhirnya menerima pukulan yang tidak begitu keras di dadanya."Kau selalu saja menggodaku! Jadi kau tidak akan memberitahukan padaku apa tujuan kita ke kantor sore ini? Kalau begitu, baiklah, aku akan mogok bicara. Jadi jangan mengajakku bicara." Aiko menggeser duduknya menjauh dari Ivander, namun Ivander justru lebih sig

  • Love Me, Like I Do   Bab 51 - Terlalu Nikmat (21+)

    Ivander melepaskan celana dalam Aiko dan membuangnya ke sisi lain tempat tidur. Ivander tidak menghiraukan Aiko yang sejak tadi mengerang karena Ivander tidak bisa menjauhkan bibirnya dari lembah kenikmatan Aiko, aroma dan rasanya sangat memabukkan. "Nggh, jangan menjilatnya terus. Lakukan hal yang lain." Aiko terdengar putus asa dan meremas pelan rambut Ivander. "Kau ingin aku melakukan hal lain apa sayang?" Pertanyaan yang dilontarkan Ivander membuat Aiko memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Senyum kecil tercetak jelas di sudut bibir Ivander, Aiko mengalihkan pandangannya ke arah lain, wajahnya terasa memerah sampai ke telinga. "Hmm, tidak. Lakukan apapun yang ingin kau lakukan pada tubuhku. Tapi kau harus berjanji akan melakukannya dengan hati hati. Aku tahu sudah mengatakan hal ini berulang kali, tapi aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya." Aiko mengelus pelan perutnya yang terlihat mulai membuncit. Ivander lalu melepaskan pegangan tangannya pad

  • Love Me, Like I Do   Bab 50 - Butuh Pelepasan (21+)

    Ivander merasa sangat lega ketika melihat Aiko melahap makanan yang telah dipesannya di rumah makan Thailand yang sebelumnya disebutkan olehnya. Beberapa jenis makanan yang Ivander pesan hampir dihabiskan sendiri oleh Aiko. Rasanya cukup takjub melihat sang istri makan sebanyak itu, berbanding terbalik dengan beberapa pekan lalu, bahkan untuk mencium aroma makanan pun membuat dirinya merasa mual.Ivander menyodorkan es krim kesukaan Aiko sebagai pencuci mulut. Mata Aiko terlihat berbinar lalu meraih es krim dengan rasa bluberry pisang yang telah sedikit meleleh dibagian pinggirnya. Aiko menyendokkan dan merasakan bagaimana rasa manis, dingin dan lembut es krim tersebut menyatu di mulutnya. Kakinya mengayun, ekspresi bahagia yang dirasakannya."Apakah rasanya seenak itu?" Ivander tidak tahan melihat tingkah lucu istrinya. Aiko menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan Ivander. Aiko kembali memusatkan perhatiannya pada mangkuk yang isinya sudah habis setengahnya."Makan pelan pelan

  • Love Me, Like I Do   Bab 49 - Merasa Bersalah

    Ivander berjalan menuju Unit Gawat Darurat, menanyakan keberadaan sang istri pada tenaga medis yang ada di sana. Seorang perawat bertubuh mungil mengantarnya pada bilik kamar dengan tirai biru yang tertutup sepenuhnya. Ivander melihat Aiko yang masih terlelap, bekas air mata jelas tercetak di pipi dan sudut matanya. Ivander meraih tangan Aiko, menggenggamnya, mencium puncak kepalanya. "Sayang, maafkan aku karena tidak menyadari bahwa kau sedang tidak baik baik saja. Aku hampir saja membahayakan dirimu dan calon anak kita. Maafkan aku Ai." Ivander tidak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya. Air matanya menetes, suara tangisan lirihnya terdengar. Aiko menggerakkan tangannya, melihat Ivander yang menangis di sampingnya sambil menggenggam tangannya. Aiko tidak mengatakan apapun, hanya mengulurkan tangannya untuk mengusap pelan kepala Ivander. Ivander menyadari pergerakan Aiko, mengangkat kepalanya, melihat tatapan mata sang istri yang sangat dirindukannya. Ivander merapatkan tub

  • Love Me, Like I Do   Bab 48 - Asing

    Max telah memarkirkan mobil yang membawa Ivander dan Aiko ke gedung puluhan tingkat milik Aldan Enterprise. Waktu sudah menunjukkan pukul 04.10 kurang lebih 20 menit lagi pertemuan dengan Mr. Aldan akan dilakukan. Ivander meminta Max untuk menunggu di cafe lantai 1 dekat dari lobi. Ivander meraih tangan Aiko, menggenggamnya, berjalan bersama menuju tempat pertemuan diadakan. Ivander menerima kartu setelah melapor pada bagian resepsionis, lalu berjalan menuju lift terdekat menekan tombol 33. Beberapa menit kemudian Aiko dan Ivander telah tiba di lantai 33, luas dan megah. Aiko cukup terpaku dengan interior koridor dan ruang pertemuannya nanti. Peter berdiri menyambut kedatangan Ivander dan Aiko di ruangan tersebut. Belum ada orang lain. Hanya mereka bertiga. Sambil menunggu pihak lain, Peter memperlihatkan beberapa file pendukung yang akan ditampilkan nanti. Tak lama kemudian satu persatu orang memasuki ruang meeting itu. Ruangan yang awalnya sepi berubah menjadi ramai, mereka bersa

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status