Aiko, wanita yang introvert, berpenampilan kurang menarik namun memiliki kemampuan design yang baik. Jatuh cinta pada COO-nya, Cleosa Nicolas Ivander. Aiko jatuh pada pesona pria tersebut, namun berulang kali pula hatinya dipatahkan olehnya. Aiko memilih menata ulang perasannya, berusaha melupakan Ivander dan berusaha mengubah penampilannya. Namun karena intensnya pertemuan 'tidak sengaja' antara Aiko dan Ivander. Ivander akhirnya menyadari bahwa dirinya telah jatuh pada aura tersembunyi yang dimiliki oleh Aiko. Apakah Aiko berhasil melupakan Ivander atau bahkan terperosok semakin dalam pada pusaran cinta Ivander?
View MoreNew York City 11.30 AM
Aiko memperhatikan seorang pria yang sedang berbincang bincang dengan beberapa temannya. Mata Aiko tidak sedikitpun bergeser dari pria tersebut. Pria dengan sejuta pesona, namun mampu mematahkan hati wanita sebanyak yang dia mau. Cleosa Nicolas Ivander, pria dengan perawakan tinggi, tegap, gagah dan segala macam kesempurnaan ada padanya. Cukup banyak wanita yang rela bertekuk lutut demi mendapatkan perhatiannya. Namun Aiko cukup tahu diri siapa dirinya, perbedaan Aiko dengan Ivander bagaikan bumi dan langit, bagaikan hitam dan putih. Terlalu banyak hal yang membuat Aiko berkecil hati untuk bisa dekat dengan pria tersebut. Berbagai macam cara Aiko lakukan untuk menarik perhatian Ivander, namun semua hasilnya nihil. Aiko sudah memasuki tahun ketiga bekerja di perusahaan fashion milik keluarga Ivander, COO di perusahaan tersebut. Namun selama itu pula Aiko bagaikan butiran debu di mata Ivander, tidak dianggap. "YA! Berhenti menatapnya seperti itu! Kau seperti akan mengulitinya dengan tatapanmu!", Mic wanita dengan kulit putih cerah mendekati Aiko. Aiko hanya menanggapinya dengan mendengus, tidak berharap bertemu dengan Michelle saat ini. "Aku tidak menatapnya kalau kau tahu. Aku hanya sedang melamun,"Aiko mengalihkan tatapannya dari Ivander. Gadis dengan rambut hitam legam di samping Aiko mencebik. "Dimana mana, ekspresi orang melamun itu datar, sedangkan tatapanmu barusan seperti mengisyaratkan, 'Lihat aku! Lihat aku Cleosa Nicolas Ivander!'". "Aduuhh!!" Aiko memukul lengan Michelle cukup keras, ini benar benar di luar dugaan. "Bodoh! Pelankan suaramu! Kau lihat, kita menjadi pusat perhatian!" Aiko sedikit berbisik, mengabaikan rasa malu yang mulai membuat wajahnya panas. "Siapa suruh kau memukulku! Hei! Dia berjalan ke arah sini! Astaga! Apa yang akan kau lakukan?". Aiko mengangkat pandangannya dan melihat ke arah yang dimaksud Michelle. Pria dengan tinggi 190 sentimeter itu mendekati meja mereka. "Apa kalian baru saja menyebut namaku?" suara bariton sexy itu membuat bulu kuduk Aiko meremang. Astaga! Suaranya sexy sekali, batinnya. "Ah, tidak tidak! Mungkin Anda salah dengar Mr. Ivander. Kami baru saja berbincang tentang keponakanku yang memiliki peliharan bernama Cleopatra, ya benar Cleopatra. Nama kucing peliharaannya Cleopatra", Michelle berdiri sambil berusaha mengarang cerita mengenai kucing peliharaan atau apapun itu. Ivander menatap tidak percaya, tatapannya tidak lepas dari Aiko. "Apa kau karyawan di sini?", Ivander bertanya pada Aiko tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya. Aiko mengangguk, bibirnya terlalu kelu untuk bersuara, wajahnya panas, Aiko pasti sudah seperti kepiting rebus saat ini. "Aku baru melihatmu. Gayamu kurang menunjukkan bahwa kau bekerja di perusahaan fashion terbesar di NY." Ivander melihat Aiko dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan ekspresi alis terangkat sebelah. Terlihat sangat meremehkan orang lain. Setelah mengatakan hal itu Ivander pergi meninggalkan meja dengan Aiko yang masih berdiam di tempat tanpa sedikitpun mengalihkan tatapan dari Ivander. "Jangan kau ambil hati. Kau tahu jika dia memang selalu kasar dalam berbicara. Em, maafkan aku Ai, aku tidak bermaksud mempermalukanmu" Michelle mengelus lembut pundak Aiko, Mic merasa bersalah. "Kesan pertama yang cukup buruk. Aku rasa, aku akan selalu mengingat kejadian ini. Ayo! Waktu istirahat sudah mau habis", Aiko berjalan meninggalkan Michelle dengan perasaan yang tak tergambar. Aiko butuh menyendiri. *** Waktu menunjukkan pukul 08.16 PM, dan seharusnya Aiko sudah pulang dari satu jam yang lalu, tapi atasan dari bagian sketsa meminta bantuan padanya untuk memperbaiki beberapa bagian yang akan diajukan sebagai rancangan musim dingin. Suasana kantor sudah cukup sepi, hanya beberapa karyawan saja yang masih dengan serius menekuni pekerjaannya. Aiko bertekad untuk tidak membawa pekerjaannya ke rumah. Aiko harus menyelesaikannya dan bisa beristirahat dengan tenang. Ddrrtt...ddrrtt...ddrrttt Aiko melirik handphone di sampingnya, tertera nama Michelle di sana. "Ada apa lagi?!" Aiko menjawab dengan sedikit ketus, membuat orang di seberang sana tertawa. "Jangan marah-marah nona burung hantu. Cepatlah pulang! Aku sudah memasakkan makanan kesukaanmu. Aku tahu kau belum makan. Aku tunggu di rumah. Aku sayang padamu", sebelum Aiko menjawabnya, sambungan tersebut sudah diputuskan, senyum di bibir tipisnya mengembang. Aiko kembali melirik jam tangan Casio di tangannya, sudah melebihi jam makan malam, batinnya. Dan pekerjaannya tinggal sedikit lagi. Setelah menghabiskan 2 cup kopi espresso, pekerjaan Aiko selesai, lalu bergegas membereskan lembaran lembaran yang berhamburan di meja dan menyimpannya di dalam laci kemudian menguncinya. "Sepertinya membeli sedikit cemilan bukan ide yang buruk", Aiko berjalan menuju pintu keluar ruangan. Namun pemandangan di depannya cukup membuat hatinya perih. Pria yang Aiko kagumi sedang bercumbu dengan seorang wanita berambut pirang dengan pakaian ekstra minim di sana sini. Aiko terpaku sesaat, tidak ada jalan keluar selain melewati ruangan tersebut, dan otomatis Aiko harus melewati manusia manusia itu. Aiko berjalan pelan sambil menundukkan pandangan. Aiko tidak tahu harus bersikap seperti apa. Aiko bukan anak remaja yang malu melihat adegan dewasa di depannya, hanya saja ini kali pertama Aiko melihat pria yang selama tiga tahun ini menjadi idolanya bercumbu dengan sangat panas. "Apa dia salah satu karyawanmu? Dandanannya sangat jauh dari karyawan yang bekerja di perusahaan fashion. Kuno!", Aiko memutar bola matanya dengan jengah mendengar suara wanita berpakaian minim itu. "Beberapa waktu lalu ada team HR yang mengatakan bahwa ada beberapa karyawan yang masuk ke sini dengan cara yang tidak pantas. Kuharap dia bukan salah satu dari itu. " Ivander mengucapkan kata kata kasar tersebut tanpa filter, terlalu kejam. Aiko berhenti, menatap tajam dua manusia di depannya. "Aku bisa saja melakukannya! Tapi aku bukan tipe wanita seperti itu. Dan yang Anda katakan barusan, untuk wanita pirangmu yang kekurangan bahan itu yah? Menyedihkan! Kasian sekali tuan Alex, jika perusahaan yang beliau bangun, diteruskan oleh cucunya yang menerima karyawannya hanya dengan kedipan mata saja", Aiko tidak memperhatikan kemarahan yang siap meledak dari Ivander dan wanita berambut pirang dengan lipstik yang sudah berantakan. "Aku menyesal pernah menaruh hati pada pria seperti dia. Maniak! Kejam!", Aiko memberhentikan taksi tepat melintas di depannya, niat awalnya membeli beberapa cemilan musnah sudah. Sepanjang perjalanan Aiko sibuk dengan pikirannya sendiri, bahkan saat sampai di apartment-pun Mic menyadari sikap Aiko yang tidak banyak bicara, walaupun pada dasarnya Aiko adalah seorang introvert. "Apa terjadi sesuatu? Kau terlihat kurang sehat", Mic mencoba memegang dahi Aiko saat sudah duduk di sampingnya. Aiko menggeleng ringan, dan mengerutkan alisnya. "Apa kau masih memikirkan kejadian siang tadi?" Mic masih tidak berhenti menatap Aiko dengan wajah khawatir. Aiko menelungkupkan kepalanya di atas meja makan, kemudian berujar lirih "Aku melihatnya bercumbu dengan seorang wanita pirang kekurangan bahan. Dia juga mengatakan sesuatu yang sangat kejam", Aiko mengangkat kepala dan melihat Mic yang dengan setia mendengarkannya. Alis Aiko semakin berkerut ketika melihat ekspresi Mic yang biasa saja. "Apa kau sudah biasa melihatnya seperti itu?!", matanya membulat sempurna saat melihat anggukan kecil dari Mic. Hening... "Ini sudah tahun ketiga kau menyukainya. Kau lihat? Tidak ada tanda tanda dia akan membalas perasaanmu. Lihatlah dirimu Ai! Kau cantik, tubuhmu bagus, dan yang lebih utama, kau terlalu baik. Dia tidak pantas untukmu." Mic berharap kata-katanya bisa sedikit saja memberi kekuatan untuk Aiko yang merasa terpuruk.Ivander berjalan menuju Unit Gawat Darurat, menanyakan keberadaan sang istri pada tenaga medis yang ada di sana. Seorang perawat bertubuh mungil mengantarnya pada bilik kamar dengan tirai biru yang tertutup sepenuhnya. Ivander melihat Aiko yang masih terlelap, bekas air mata jelas tercetak di pipi dan sudut matanya. Ivander meraih tangan Aiko, menggenggamnya, mencium puncak kepalanya. "Sayang, maafkan aku karena tidak menyadari bahwa kau sedang tidak baik baik saja. Aku hampir saja membahayakan dirimu dan calon anak kita. Maafkan aku Ai." Ivander tidak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya. Air matanya menetes, suara tangisan lirihnya terdengar. Aiko menggerakkan tangannya, melihat Ivander yang menangis di sampingnya sambil menggenggam tangannya. Aiko tidak mengatakan apapun, hanya mengulurkan tangannya untuk mengusap pelan kepala Ivander. Ivander menyadari pergerakan Aiko, mengangkat kepalanya, melihat tatapan mata sang istri yang sangat dirindukannya. Ivander merapatkan tub
Max telah memarkirkan mobil yang membawa Ivander dan Aiko ke gedung puluhan tingkat milik Aldan Enterprise. Waktu sudah menunjukkan pukul 04.10 kurang lebih 20 menit lagi pertemuan dengan Mr. Aldan akan dilakukan. Ivander meminta Max untuk menunggu di cafe lantai 1 dekat dari lobi. Ivander meraih tangan Aiko, menggenggamnya, berjalan bersama menuju tempat pertemuan diadakan. Ivander menerima kartu setelah melapor pada bagian resepsionis, lalu berjalan menuju lift terdekat menekan tombol 33. Beberapa menit kemudian Aiko dan Ivander telah tiba di lantai 33, luas dan megah. Aiko cukup terpaku dengan interior koridor dan ruang pertemuannya nanti. Peter berdiri menyambut kedatangan Ivander dan Aiko di ruangan tersebut. Belum ada orang lain. Hanya mereka bertiga. Sambil menunggu pihak lain, Peter memperlihatkan beberapa file pendukung yang akan ditampilkan nanti. Tak lama kemudian satu persatu orang memasuki ruang meeting itu. Ruangan yang awalnya sepi berubah menjadi ramai, mereka bersa
Hari Senin yang cerah, Aiko bersiap kembali ke kantor sebagai seorang sekertaris untuk suaminya. Rasanya cukup canggung karena hampir 1 bulan semua pekerjaannya dihandle oleh Peter. Aiko memaksa Ivander untuk mengijinkannya pergi kerja karena dirinya akan merasa bosan jika Ivander tidak bersamanya. Ivander yang melihat wajah antusias sang istri tidak dapat menyembunyikan senyum di wajahnya. Aiko sangat menantikan untuk masuk bekerja kembali untuk bertemu dengan beberapa kenalannya. "Apa tidak ada lagi yang ketinggalan?" Ivander berjalan menghampiri Aiko yang memasukkan vitaminnya ke dalam tas kecilnya. "Hm, semuanya sudah ada. Ayo!" Ivander membiarkan Aiko berjalan di depannya, membawa barang bawaan sang istri. Keluar dari kamar, Aiko disambut oleh beberapa pelayan dan tentu saja Rita. Di tangannya sudah ada tas bekal dengan berbagai jenis makanan dan camilan. "Nyonya, kami menyiapkan beberapa jenis makanan yang beberapa waktu ini menjadi kesukaan Anda. Ada camilan juga, k
Aiko tidak bisa tidur karena gugup untuk pemeriksaannya besok pagi. Sekarang masih menunjukkan pukul 11 malam. Ivander yang sejak tadi terlelap sudah mengeluarkan dengkuran halus dan Aiko menikmati suara tersebut. Perlahan Aiko turun dari tempat tidur, berusaha agar gerakannya tidak mengganggu tidur Ivander. Aiko berjalan menuju walk in closet dan mengambil coat rajut panjangnya. Aiko ingin keluar sebentar dan menghirup udara segar, dan sedikit es kirm sepertinya bisa sedikit menghilangkan rasa gugupnya. Lampu lampu kabinet di berbagai sudut rumah sudah dinyalakan, membuat pencahayaan di rumah tersebut tidak begitu terang. Aiko berjalan pelan menuju dapur dan membuka kulkas, es krim yang berada dalam wadah berukuran sedang seolah memanggilnya dengan antusias. Aiko dengan senyum kecilnya mengambil es krim tersebut, lalu berjalan menuju ruang tamu untuk menuju taman belakang. Aiko memilih duduk di taman yang dekat dengan pancuran air dan kolam ikan. Aiko menikmati waktunya seoran
Ivander merasa lega karena pagi hari ini Aiko bisa memakan semua makanannya tanpa drama mual dan muntah. Entah bagaimana mendeskripsikan perasannya, namun sudut hatinya merasa bahagia. Beberapa waktu belakangan ini morning sickeness membuat Aiko tidak bisa makan seperti biasanya. Dan hal itu membuatnya khawatir. Ivander selalu berkomunikasi dengan Cass di belakang Aiko. Setiap hal yang terjadi pada Aiko tak luput dari monitoring Cass. Siang ini Aiko secara khusus meminta es krim bluberry pisang pada Rita. Padahal vanilla adalah es krim kesukaannya, namun kehamilan ini mengubah beberapa makanan kesukaannya. Mic sudah berjanji akan datang sore nanti untuk membuatkan makanan untuk Aiko. Semoga saja tidak ada drama mual ketika mencium aroma masakan yang sedang dimasak nanti. Ivander mendekati Aiko yang berada di halaman sambil menikmati es krimnya. Senandung kecil terdengar kala Ivander berada tepat di belakang Aiko. "Apakah es krim buatan Rita seenak itu?" Aiko memastikan asal
Ivander membaringkan Aiko di kasur lalu menyelimutinya. Setelah itu Ivander kembali ke kamar mandi untuk menyelesaikan mandinya. Aiko merasakan kenyamanan saat meringkuk di dalam selimut dengan aroma Ivander di sekelilingnya. Aiko akan menunggu Ivander selesai mandi dan meminta maaf dengan benar. Bagaimana bisa dirinya melontarkan pertanyaan yang sangat jahat seperti tadi. Rasa malu dan rasa bersalah menguasai dirinya. Apakah Ivander akan marah padanya? Membayangkannya saja membuat hati Aiko sakit. Aiko mengalihkan pikirannya dengan mengelus lembut perutnya, desiran aneh di hatinya membuatnya terharu. Apakah dirinya bisa menjadi ibu yang baik? Apakah Ivander bisa menjadi ayah yang baik? Apakah mereka akan memiliki keluarga yang harmonis? Pertanyaan pertanyaan tersebut berputar di kepala Aiko. Banyak hal yang harus dipelajarinya, banyak hal yang harus dipersiapkan. Aiko tidak menyadari bahwa Ivander telah keluar dari kamar mandi dan memerhatikannya sejak tadi. Setelah berpakaian, Iv
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments