Share

Kenyataan Pahit

Aku, namaku Hanna di jauhkan oleh teman teman ku karna aku lumpuh.

Hahaha... klise sekali.

Aku hanya lumpuh bukannya menyusahkan mereka, lemah sekali pikiran mereka yang menjauhi ku.

Aku lumpuh pun bukan kemauan ku.

Takdir ini yang mempermainkan ku.

Takdir yang membuatku seperti ini.

Salahkan lah takdir ini, jangan salahkan diri ini.

~~~

Hanna pun bangun dari tidurnya. Sepertinya, efek obat itu sudah mulai menghilang.

"Mah, Pah, Hanna haus, Hanna mau minum," gumam Hanna.

Hanna yang masih setengah sadar mulai mencoba menggerakan kakinya untuk turun dari tempat tidur.

"Loh, kaki ku kenapa?" gumamnya yang masih belum sadar kalau dia sebenarnya lumpuh.

Ia pun menyentuh kakinya, "Kenapa mati rasa, kenapa gak bisa bergerak?"

"Mamah! Papah! Kaki Hanna kenapa gak bisa di gerakin mah?!" teriak Hanna histeris.

Alexander dan Giselle yang baru saja tiba dari mengisi perutnya di kantin, kaget melihat Hanna yang sudah menangis histeris, mereka pun berlari ke arah Hanna.

"Sayang, sayang, kamu tenang dulu ya biar Mamah jelasin," ucap Giselle yang mulai khawatir anaknya tidak terima dengan kenyataan.

"Mah, kaki Hanna mah, kaki Hanna kenapa?" teriak Hannna.

"Ini gak bisa di gerakin mah, kaki Hanna gak bisa gerak!" sambungnya kembali sembari menangis.

Giselle memeluk dan mengusap puncak kepala anaknya yang sedang menangis tersedu-sedu, "Yang sabar ya sayang, Tuhan sayang sama Hanna, ini cobaan buat Hanna," air mata Giselle pun turun dari tempatnya.

Hanna semakin tak kuat, takdir ini tidak adil baginya, kenyataan pahit yang ia terima begitu berat.

"Mah, Pah, Hanna bisa sembuh kan? Hanna masih bisa berjalan lagi kan?" tanya Hanna masih tidak terima dengan kenyataan pahit itu.

Giselle dan Alexander hanya diam seribu bahasa, pasalnya Dokter berkata kemungkinan Hanna bisa berjalan lagi hanya 40% saja.

"Sudah kuduga," sambung Hanna kembali.

Hanna pun melepaskan pelukan Mamahnya, "Mah, Pah, Hanna mengantuk, Hanna ingin tidur lagi," ucap Hanna sembari menarik selimut yang disediakan oleh rumah sakit.

Giselle dan Alexander akhirnya keluar meninggalkan Hanna sendiri dikamar.

Hanna yang sudah tidak mendengar suara tangisan Mamahnya pun mulai menangis, meraung sejadi jadinya.

"Takdir macam apa ini?!" Tanyanya dalam tangisnya.

Dalam tangisnya Hanna bertanya-tanya, mengeluarkan semua pertanyaan yang ada di dalam otaknya.

Dibalik selimut ia mulai mempertanyakan nasibnya, sampai saatnya ia lelah menangis dan akhirnya tertidur dengan sendirinya.

~~~

Pagi menjelang, Matahari menampakan dirinya dari persembunyian malamnya.

Hanna masih terlelap dalam tidurnya, lelah karna menangisi kenyataan yang ia alami sekarang.

Mamah Giselle dan Papah Alexander pun sama, masih terlelap dalam buaian mimpi mereka masing-masing.

Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar nyaring disana.

Tok Tok Tok...

Ternyata Elle lah yang datang, Mamah Giselle dan Papah Alexander pun terbangun.

Memang semalam Elle diperintahan pulang kerumah oleh Papah Alexander, karna takut Orang Tua Elle mencemaskan anaknya, walaupun Orang Tua Elle tau, bahwa Elle sedang bersama mereka dirumah sakit.

"Elle, masuk nak," ucap Mamah Giselle memberikan senyumnya.

Elle pun masuk, ternyata Hanna pun sebenarnya juga terbangun saat Elle mengetuk pintu tadi, tapi ia menyembunyikan dirinya di balik selimut dan berpura-pura tidur.

"Hai, Han, udah bangun kan? Jangan pura pura tidur dong, ayo bangun," Sapa Elle yang memang menyadari Hanna yang berpura-pura.

"Ish... tau aja lagi dia" gumam Hanna.

Hanna pun menyembulkan kepalanya dari balik selimut, "Apa?" tanyanya.

Mamah Giselle pun tersenyum, melihat anaknya nampak sudah lebih baik suasana hatinya.

"Nak kamu lapar? Atau kamu mau minum?" tanya Mamah Giselle.

"Minum aja mah, Hanna haus, makannya nanti aja Hanna masih pusing."

Mamah Giselle pun menuangkan air ke gelas dan memberikannya ke Hanna.

"Iya lah kamu pusing, orang kerjanya tidur mulu, keluar yuk lihat matahari, lihat yang bening bening kalau ada," Ajak Elle untuk keluar menghirup udara segar.

Tanpa pikir panjang Hanna pun menyahut, "Ikut," dengan nada manja khas Hanna, sembari melebarkan tangannya berharap dirinya di papah bagaikan Tuan Putri.

"Apa?" tanya Elle.

"Dih... udah lah, aku tidur lagi aja."

"Iya iya, Tuan Putri marah, sebentar ya," Elle pun pergi keluar.

"Elle... kan aku ditinggal, katanya mau keluar," Hanna pun sedih.

Tak lama Elle kembali dengan mendorong sebuah kursi roda.

"Tadaaaa..." teriaknya.

"Ku kira kamu pergi ninggalin aku."

"Gak ada sejarahnya ya, seorang Ellena ninggalin temannya, gak ada," ucapnya penuh dengan rasa bangga.

"Iya aku percaya, bawa kesini, terus gendong aku biar aku bisa duduk disana," Hanna yang gembira tidak sabar untuk mencoba kursi rodanya.

"Setidaknya aku masih bisa berjalan dengan kursi roda," sambungnya lagi.

Papah Alexander menggendong anaknya untuk pindah ke kursi roda. Mamah Giselle melihat Hanna yang bahagia ia pun ikut bahagia.

"Dan sudah siap sekarang tuan putri?," goda Elle.

Hanna menanggukan kepalanya, dan Elle mulai mendorong kursi roda tersebut.

"Setidaknya jadikan aku pembantumu 1 hari ini saja," 

"Gak mau punya pembantu yang pelupa macem kamu, nanti yang ada rumah ku kebakaran karna kamu lupa matiin kompor," jawab Hanna tertawa kecil.

"Ya ya ya, terserah kamu, sekarang kita ketaman ya." 

"Kamu berat." sambung Elle.

Hanna tertawa mendengar Elle yang mengeluh tentang berat badannya.

Terlalu asik mereka berbincang, sampai sampai mereka pun tak sadar, kalau mereka berdua sudah sampai di pinggir danau yang ada di taman.

"Eum.. Hanna, aku ingin bertanya, tapi kamu jangan marah ya?"

"Apa?"

"Apa kamu sudah terima keadaan mu sekarang?"

"Sudah lah, gak usah dibahas lagi, aku masih bisa sembuh kok, walau kemungkinannya cuma sedikit, tapi masih ada harapan kan? " ucap Hanna yang bertolak belakang dengan isi hatinya.

"Syukurlah, lega aku dengernya"

Hanna hanya tersenyum pasi.

"Jangan sia siakan harapan walau hanya kemungkinan kecil," ucap seseorang dari belakang dengan suara berat.

Laki-laki itu menghampiri mereka.

"Eh, Asdos kan?" Tanya Elle

"Iya saya Asisten Dosen dikampus kalian, tapi kalau disini saya dokter," ucap laki laki tersebut.

"Panggil saya kevin saja," sambungnya kembali.

"Oke, Dokter kevin," sahut Elle.

Hanna terdiam memandangi danau, terpaku pada satu titik.

"Han, Oke kan?" Tanya Elle menyadarkan lamunan Hanna.

"Oh, oke oke" sahutnya.

"Saya kembali kedalam dulu ya, nanti kita bicara lagi, permisi," pamit Dokter Kevin.

Elle masih terpaku dengan ketampanan Dokter Kevin.

"Terus! tatap aja terus, puter kepalanya sampe mentok, gak usah kedip sekalian itu mata," Ucap Hanna, yang melihat kekonyolan Elle saat sedang melihat lawan jenis, yang ia pikir itu tampan.

Elle masih fokus dengan kepergian Dokter Kevin "Ahhh... aku terpanah" ucapnya.

"Panah aja, Biar kamu langsung ketemu sama kuburan" Tukas Hanna.

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status